LAMONGAN, HN. ID – Kusnadi Kepala Biro Media Hosnews.id Lamongan Jawa Timur. Menanggapi isu atau Polemik yang ada saat ini dan sedang berkembang antara rekan-rekan Wartawan yang di dalam naungan wadah Organisasi Media dan yang diluar wadah Organisasi Media.
Konon katanya kalau tidak tergabung di salah satu Organisasi ternama, “itu bukan wartawan resmi atau di akui oleh pemerintah khususnya di kabupaten Lamongan, ini jawabannya sebagai berikut.
“Mari kita kilas balik sejarah perjalanan organisasi media di Indonesia serta aturannya dan berdiskusi, agar tidak kabur, dikaburkan dan salah persepsi serta penafsiran, kebetulan saya Nasional lebih memilih sebagai wartawan independen, Selasa.(18/07/2023).
Persatu Wartawan Indonesia atau PWI adalah organisasi profesi wartawan tertua di negeri ini. PWI lahir pada tanggal 9 Februari 1946 dan sesuai dengan Keppres Nomor 5 Tahun 1985, tanggal berdirinya PWI dijadikan sebagai momentum Hari Pers Nasional.
Lahir dan dibidani oleh tokoh-tokoh pers nasional, hingga 1994 PWI merupakan satu-satunya organisasi profesi yang menjadi wadah pewarta. Namun sejak 1994, bersamaan dengan lahirnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 7 Agustus 1994, PWI tak lagi sendiri.
AJI lahir atas dorongan kuat menciptakan pers yang lebih independen utamanya dari hegemoni orde baru. Kala itu, seratusan jurnalis berkumpul di Bogor untuk menuntut dipenuhinya hak publik atas informasi, menentang pengekangan pers, menolak wadah tunggal untuk jurnalis, serta mengumumkan berdirinya AJI.
Di bawah kekuasaan orde baru, embrio AJI bergerak nyata di bawah tanah untuk memperjuangkan kebebasan pers yang kala itu benar-benar dalam hegemoni orde baru. Sikap represif orde baru terhadap pers nyata betul dengan berlakunya UU No. 11/1966 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pers yang kemudian diubah dengan UU No. 4/1967 yang diubah lagi pada 1982 menjadi UU No.21/1982.
Untuk itulah, AJI kala itu bergerak di bawah tanah lantaran berstatus sebagai ‘anak haram’ bagi orde baru. Gerakan AJI kala itu mengancam dominasi rezim dan diklaim sebagai organisasi terlarang.
Tidak hanya AJI, Pers Indonesia akhirnya bebas dari kungkungan penguasa dengan lahirnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang tema dasarnya adalah kebebasan pers. Sesuai dengan eranya, kala itu UU Pers memang menjawab kebutuhan pers nasional yang independen.
Tidak hanya dalam menjalankan profesinya, UU No.40 Tahun 1999 juga memberikan kebebasan kepada jurnalis untuk bernaung di organisasi profesi sesuai dengan hati nuraninya. UU tersebut juga memberikan kebebasan dibentuknya organisasi profesi di luar PWI.
Jawabannya, selain AJI, lahirlah Pewarta Foto Indonesia (PFI) lalu menyusul Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) melengkapi dinamika organisasi profesi wartawan. Empat organisasi profesi jurnalis inilah yang hingga kini diakui oleh Dewan Pers sebagai organisasi profesi yang sah.
Maka dari itu, tidak salah jika saat ini seorang wartawan mengatakan jika dirinya wartawan, namun bukan PWI, atau bukan AJI atau lainnya. Pasca terbitnya UU No.40/1999, wartawan boleh untuk tidak bergabung dengan AJI, PWI, atau organisasi lain alias menjadi wartawan yang benar-benar independen.
Lalu apa yang bisa kita diskusikan tentang organisasi profesi di saat ini? Menurut saya, yang paling relevan adalah melakukan otokritik terhadap organisasi profesi agar kembali ke marwahnya. Organisasi profesi harus mengingat kembali fungsi dan perannya mewujudkan kebebasan pers dengan meningkatkan profesionalisme wartawan yang dinaunginya.
PWI, AJI, PFI, dan IJTI bukan organisasi wartawan yang bertugas membangun komitmen dengan pihak lain untuk menciptakan produk jurnalistik yang seragam atau bahkan menyembunyikan fakta yang seharusnya menjadi hak publik,”Pungkasnya.
Penulis: [Itj/tim hosnews].
Editor: Red.