Deli Serdang, Hosnews.id – Sebanyak 925 orang warga yang bermukim di Dusun I dan V Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, terancam kehilangan tempat tinggalnya karena digusur. Permasalahan tersebut masuk dalam tuntutan aksi yang dilakukan oleh Partai Buruh Provinsi Sumatera Utara dalam aksi yang digelar dikantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponogoro Medan, Rabu (9/8/2023). Aksi ini merupakan rangkaian dari aksi nasional yang di laksanakan Partai Buruh di tingkat Nasional.
Berdasarkan hal tersebut Partai Buruh Provinsi Sumatera Utara Dan Se Kab/kota Se Sumut menuntut Tolak Pencapolokan tanah dan Penggusuran Rumah/Bangunan Milik Masyarakat Petani yang sudah bermukim selama Puluhan tahun di Dusun I dan V Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit dan berikan hak kepemilikan tanah berdasarkan UU Pokok Agraria Tahun 1960.
Aktivis Buruh
Sekaligus Wakil Ketua Partai Buruh Kota Medan
Izhar Kamil Daulay yg ikut Aksi Tersebut, Bersuara Serta Mempertanyakan
Sumut BerMartabat Itu seperti Apa???
Apakah Dengan Cara Mengusur Warga Yg Telah Tinggal Bermukim Puluhan Tahun Disuatu Tempat, Atau Dengan Cara Tidak Peduli Dengan Kasus_Kasus Perburuhan DiSumatera Utara.
Didalam Kamus
besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti Kata Bermartabat Itu Adalah Mempunyai Martabat Derajat Dan Kehormatan Serta Harga Diri Yg Tinggi.
Apakah Provinsi Sumut Di bawah Kepemimpinan Gubsu Edy Rahmayadi Sudah Bermartabat???
Izhar Daulay Sebagai Warga Sumatera Utara
Menjawab Belum
Masih jauh Dari Kata Bermartabat.
Aksi Partai Buruh Tersebut di pimpin oleh Tony Rikcson Silalahi S.H., yang dalam hal ini memberikan kesempatan kepada Kuasa Hukum Masyarakat Desa Bandar Baru yaitu Tommy Aditia Sinulingga, S.H.,M.H.,CTL untuk menyampaikan aspirasi.
“bahwa sejarah masyarakat Desa Bandar Baru sebelum kemerdekaan sudah menjadi perkampungan dapat dibuktikan dengan adanya batu nisan tahun 1939, 1944, pada saat orde Baru tepatnya Tahun 1977 tanah masyarakat diambil secara paksa oleh pemerintah.
Dan jika masyarakat tidak menyerahkan tanahnya disebut sebagai PKI, dan dikarenakan hal tersebut masyarakat meninggalkan perkampungan tersebut, dan beberapa menyerahkan surat milik mereka (seperti SKT dari kepala Kampung) bahkan ada juga surat Pemerintah Deli Serdang pada tahun tersebut melakukan pinjam pakai ke pada Masyarakat untuk Jambore Nasional.
Bahwa pada tahun 1998 jatuh nya Pemerintahan Orde Baru maka keesokan harinya masyarakat tersebut mengambil tanah yang memang hak mereka dan hingga sekarang mereka berkampung dan tinggal disana dan diakui oleh pemerintah keberadaannya sebagaimana Kartu Tanda Penduduk mereka yang menerangkan Dusun I dan Dusun V Desa Bandar Baru, dan fasilitas fasilitas umum juga sudah ada (seperti puskesmas, rumah ibadah masjid, gereja, kelenteng, dan sekolah).
Namun pada tahun 2022 pemerintah mengirimkan surat Surat Peringatan 1 kepada masyarakat untuk mengosongkan lahan tersebut, yang dalam hal ini sebelum nya tidak ada sama sekali Gubernur selain Bapak Edy Rahmayadi mengirimkan Sp1. Tandasnya.
Candidat Doktor Hukum dari Fakultas Hukum USU itu pun melanjutkan orasinya “kami juga telah melakukan upaya hukum sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2021 tentang Objek Tanah Terlantar sebagaimana pasal 7 yang menyebutkan pada intinya apabila Hak Pakai di telantarkan dan sudah dikuasai masyarakat dan menjadi perkampungan, dan lebih sudah di kuasai selama 20 tahun secara turun temurun maka dalam hal ini dapat dimiliki oleh masyarakat secara reforma agraria.
Dan hal ini juga kami sudah lakukan upaya hukum tersebut, dan Komnas HAM membalas surat kami agar tidak dilaksanakan Penggusuran namun yang sangat disayangkan diakhir priode Bapak Edy Rahmayadi tetap akan melakukan Penggusuran sehingga mengakibatkan masyarakat terganggu fisikisnya dan dalam hal ini masyarakat membuat posko untuk berjaga-jaga apabila hari penggusuran itu datang seperti memperjuangakan kemerdekaan kembali.
Dan dalam hal ini Monyet saja apabila ingin di pindahkan dari hutan, harus kita pikirkan relokasinya, ini bagaimana dengan masyarakat Desa Bandar Baru apakah lebih hina dari binatang, 925 Jiwa dianggap apa sama pemerintah Sumatera Utara.”
Setelah penyampaian aspirasi dengan orasi pihak Pemprovsu memperkenankan masuk perwakilan sebanyak 20 orang untuk bertemu dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas terkait di dalam Gedung Kantor Gubernur, namun pada saat Kuasa hukum Tommy Aditia Sinulingga, S.H.,M.H.,CTL ikut sebagai perwakilan.
Satpol PP Pemprovsu langsung menghadang dan melarang masuk seperti ketakutan dan sangat khawatir, hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengapa adanya larangan tersebut dan adanya upaya penghalangan dan dorongan untuk agar mundur tidak ikut masuk padahal hanya untuk menyampaikan aspirasi dan diskusi kepada pihak Pemprovsu.
Namun di karenakan solidaritas dari Partai Buruh dan dalam hal ini kesigapan dari Pihak Kepolisian Polrestabes Medan akhirnya diperkenankan masuk dengan sudah terjadi sedikit keributan oleh Demo.
Sesampaikan di dalam Gedung Gubernur, Sekda dalam inti pembicaraan akan tetap melakukan penggusuran dengan alasan memiliki HPL, dan Sp1 dan Sp2 dianggap Sekda sebagai bentuk toleransi, namun usul pembicaraan untuk dilakukan musyawarah dalam penyelesaian tidak ada, dan tetap mau di gusur tanpa adanya solusi dan relokasi atau ganti rugi.
Namun Dr. (c) Tommy Aditia Sinulingga, S.H.,M.H.,CTL yang merupakan pengacara sekaligus Dosen di Fakultas Hukum USU itu menyebutkan “saya akan tegakkan keadilan walau langit akan runtuh, dan benar kata Bung Karno Perjuangan Beliau mudah karena melawan Penjajah, namun perjuangan kita saai ini melawan bangsa sendiri”, tandasnya.
Penulis: M Yuniar Tanjung