JAKARTA – Komite Anti Korupsi Indonesia – Kasus demi kasus diduga menumpuk di kabupaten Lamongan Jawa Timur tapi tak ada satupun aparat penegak hukum (APH) tindak pidana korupsi yang mampu menanganinya salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bergulir sudah lama.
Diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi terlebih dahulu melakukan penyelidikan penggeledahan pada sejumlah pejabat di kabupaten Lamongan dan ditemukan berbagai dugaan korupsi diantaranya Pembangunan Gedung Pemkab Rp 151 miliar. Namun malah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang baru ditangani Kasusnya yang terlebih dahulu dijadikan tersangka dan ditahan KPK dampak terlibat dugaan kasus Korupsi Pemotongan Dana Insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo senilai Rp 2,7 Miliar.
Pada tanggal 3 Mei 2024, Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan tentang perkembangan penanganan dugaan kasus Korupsi yang dilakukan Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, pihak pelayanan pengaduan informasi KPK menyatakan tidak tahu.
“Lanjut bagian pelayanan informasi pengaduan, Bicara soal penanganan penyidik KPK tentang dugaan Korupsi Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, kami tidak tahu karena yang ditangani KPK itu banyak tunggu saja pengumuman dari bapak Ali Fikri Selaku Kepala Bidang Pemberitaan KPK,” ujarnya, Jumat 3 Mei 2024 kemaren lalu.

Menyikapi penanganan Kasus Dugaan Korupsi di Kabupaten Lamongan, Moh Hosen Ketua KAKI DPW JATIM Menilai bahwa KPK lemah tidak tahu malu tangani bupati Bupati Lamongan Yuhronur Efendi tidak mampu, ada apa dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KAKI menduga ada main mata antara Bupati Lamongan dengan Penyidik KPK terbukti sudah terindikasi Korupsi namun status hukum Bupati Lamongan Yuhronur Efendi tidak jelas sampai detik ini, padahal sebagian pejabatnya sudah ada jadi tersangka,” Kata Hosen Aktivis KAKI,” Kamis (30/05/2024).
Adapun beberapa fakta penanganan dugaan korupsi mengenai gedung Pemkab Lamongan yang menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai berikut;
1.Pembangunan Telan Anggaran Sebesar Rp 151 Miliar. Gedung dengan tujuh lantai itu dibangun pada tahun 2017 silam dan selesai pada 18 Juli Tahun 2019. Peletakan batu pertama pembangunan gedung ini dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2017, bertepatan dengan HUT ke-72 RI.
Dana APBD yang digelontorkan untuk pembangunan gedung itu bernilai Rp 151 miliar yang ditempati oleh sekretariat daerah, staf ahli, bappeda, BKD dan diskominfo.
- Gedung Dibangun Saat Bapak dan Anak Jabat Bupati dan Ketua DPRD.
Proses pembangunan gedung Pemkab Lamongan yang memakan waktu sekitar 2 tahun itu terjadi pada era mendiang bupati Fadeli.
Pada tahun 2018, anaknya yang bernama Debby Kurniawan yang kini menjabat DPR, didapuk sebagai ketua DPRD Lamongan, menggantikan Kaharudin untuk masa jabatan 2014-2019 melalui mekanisme pengganti antarwaktu (PAW).
Debby Kurniawan seusai dilantik sebagai ketua DPRD yang baru, di malam yang sama langsung memimpin rapat paripurna dalam rangka pembahasan raperda dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2017.
- Pembangunan Molor Selama 4 Bulan
Pembangunan gedung yang dikerjakan mulai 2017 dan menelan anggaran APBD sebesar Rp 151 miliar tersebut molor dari target awal, yang seharusnya selesai pada bulan Maret 2019, tetapi, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada saat itu memberi perpanjangan (addendum) hingga 18 Juli 2019, karena ada perubahan desain tata ruang dari lantai 1 sampai 6. - Biaya Perawatan Gedung Tembus Rp 800 Juta biaya perawatan untuk gedung Pemkab Lamongan dialokasikan sebesar Rp 800 juta. Anggaran tersebut juga diperuntukkan untuk perawatan rumah dinas bupati, wakil bupati, sekda, serta Pendopo Lokatantra. Kebutuhan perawatan gedung paling banyak dialokasikan untuk lift, karena gedung ini memiliki tujuh lantai yang memang membutuhkan perawatan esktra dan berkala.
Selain itu, disusul oleh kebutuhan listrik, lampu-lampu gedung, perbaikan toilet, plafon yang bocor, pengecatan dan sebagainya.
- Pernah Diperiksa KPK pada Tahun 2021
Proyek pembangunan gedung pemkab senilai Rp 151 miliar itu pernah disoal oleh KPK pada tahun 2021 lalu. Bahkan, dikabarkan ada beberapa pejabat Pemkab Lamongan yang telah diperiksa.
Waktu itu, gedung tersebut diduga kuat bermasalah lantaran pengerjaan proyek itu terjadi addendum untuk perpanjangan waktu hingga 5 kali. Akan tetapi, tak ada kejelasan terkait maksud dan tujuan KPK, hingga pada tahun ini kembali mencuat lagi.
- Pembangunan Gedung Hancurkan Nilai Sejarah
Pembangunan gedung Pemkab Lamongan berlantai tujuh itu dinilai menghilangkan nilai sejarah bangunan sebelumnya yang bercorak Hindia Belanda dan pernah menjadi kantor administrasi pemerintahan kolonial.
Berdasarkan catatan di museum Leiden Belanda, bangunan sebelumnya telah ada sejak tahun 1922. Hal itu dibuktikan dengan adanya foto jamuan makan saat gubernur jenderal D. Fock (setingkat presiden Hindia Belanda) singgah di Lamongan.
“Tak hanya itu, terdapat pula prasasti peletakan batu pertama tahun 1953, yang dikabarkan sebagai penanda adanya renovasi pada masa pemerintahan bupati R. Abdoel Hamid. Kemudian sesuai UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, benda atau gedung pemkab lama ini sudah bisa dijadikan objek cagar budaya lantaran usianya melebihi 50 tahun.
Penulis: Kusnadi