MOJOKERTO – Kasus sengketa tanah milik almarhum Sukadi yang terletak di dusun Batokpalung, desa Temon, kecamatan Trowulan, nampaknya belum juga rampung meski proses ke ranah APH (Aparat Penegak Hukum) telah menggelinding sejak 16 bulan silam.
Teranyar, perselisihan lahan seluas 341 M² yang tercatat dalam daftar obyek pajak nomor 071 di Persil 31 ini, membuat pihak pelapor Suyitno didampingi Hadi Purwanto berkeinginan untuk melaksanakan audiensi dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) kabupaten Mojokerto berserta jajarannya, yang dimohon akan digelar pada Rabu mendatang (26/06/2024) sekira pukul 10.00 WIB.
“LBH Djawa Dwipa diberi mandat khusus oleh Pak Suyitno dan keluarga untuk membuat terang permasalahan ini,” ungkap Hadi Purwanto, direktur eksekutif LBH Djawa Dwipa saat dikonfirmasi usai mengajukan audensi di kantor Kejari kabupaten Mojokerto. Rabu, (19/06/2024).
Dalam keterangannya, ia bersama Suyitno hendak menyoal tentang keabsahan dokumen surat ‘Berita Acara Penyampaian Hasil Pelaksanaan Tugas’ yang diduga diterbitkan Kejari pada 23 Agustus 2023 lalu. Bahkan, kedatangan pria 49 tahun ini, sekaligus mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penanganan perkara yang saat ini akan ditindaklanjuti dirinya.
Menurut Hadi, ia lebih memilih tahapan audensi karena dalam kurun waktu yang telah dijanjikan, pihak Kejari diduga belum bisa memberikan perkembangan informasi yang signifikan terkait adanya pelaporan masalah kliennya ke penyidik Adhyaksa di Bumi Wilwatikta.
“Jadi masalah ini menurut saya banyak kejanggalan,” lontar pria yang berdomisili di desa Kedunglengkong itu.
Hal ini dikatakan olehnya, lantaran berdasarkan penerbitan surat ‘Berita Acara Penyampaian Hasil Pelaksanaan Tugas’ pada dokumen yang diduga ditandatangani oleh Kasi Intelijen (a/n Kajari) bersama pihak ke-dua inisial MHJR ini, keabsahannya masih menjadi sorotan.
“Lalu Kop surat, dugaan saya surat ini terburu-buru membuatnya. Siapa yang buat? Siapa yang nge-print? Kalau ngomong dari sebuah institusi, kenapa nomor surat tidak ada register? Disini (surat) bersifat rahasia? Tidak ada stempel resmi? Maka kami tanya keabsahannya? Karena setelah terbit surat ini, Kejari melimpahkan ke Sat Reskrim Polres Mojokerto,” jelasnya.
Tetapi, lanjut Hadi, kenapa dalam konteks berita acara ini ditulis “benar telah ditemukan perbuatan melawan hukum pidana terhadap peristiwa yang dilaporkan oleh Suyitno”. Seyogyanya, apabila memang kaidah surat ini keabsahannya benar, mestinya hari ini sudah ada tersangka seperti dalam laporan. Ada terlapor sekitar 3 orang inisial SRJ, SNR, dan MHJ.
“Perbuatan melawan hukum versi surat ini, sudah jelas ‘benar telah…’, tetapi kenapa saat ini dilimpahkan ke Polres?” terang bapak dua putri tersebut.
Tidak hanya itu, dirinya bahkan mengaku sangat prihatin ketika mengungkap bahwa inisial MHJR (kuasa hukum lama), ini terindikasi meminta sejumlah uang yang nilainya cukup besar kepada keluarga Suyitno yang diduga dipakainya untuk kepentingan menerbitkan surat tersebut.
“Jumlahnya cukup besar lah. Ini mengatasnamakan dikasih untuk petinggi Kejari, ini yang mau kita konfrontir. Akan menjadi sebuah keprihatinan kita terhadap institusi pemerintah yang notabenenya menegakkan hukum. Kalau toh benar itu ada aliran dana dari salah satu kuasa hukumnya (MHJR) kepada petinggi Kejaksaan? Lha butuh kita, mari audiensi disitu,” bebernya.
Surat ini, kata Hadi, memang dalam dugaan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Siapa yang berbuat? Saya tidak pandang bulu nanti kalau memang ditunjuk kuasa resmi. Kami dan jajaran yang terlibat di LBH Djawa Dwipa akan menyapu bersih termasuk kalau memang didalam nanti ada oknum-oknum Kejaksaan Negeri yang mempermainkan nasib rakyat.
Untuk itu, Hadi memastikan akan melakukan langkah-langkah santun terlebih dulu dengan cara mengajukan permohonan audensi bersama Kajari kabupaten Mojokerto dan jajarannya.
“Terburuk jika audensi tetap tidak menghasilkan sebuah transparan, kita akan mengadu ke Kejaksaan Agung. Akan kita laporkan semua para pihak, termasuk oknum MHJR yang meminta uang nilainya luar biasa yang diduga diatasnamakan untuk petinggi-petinggi yang hari ini masih aktif di Kejari kabupaten Mojokerto,” ujarnya.
Hari ini, imbuh Hadi, kita ngurus tanggung jawab. Apakah dibenarkan, dugaan menerbitkan surat bagi seorang rakyat ini memang harus membayar? Ini harus jelas MHJR disuruh siapa? Mutasi buku lengkap semua, ada yang transfer atau tunai.
“Kami mendampingi keluarga Pak Suyitno, akan meluruskan ini secara detail. Karena apa, ini sudah memakai logo kejaksaan. Keluarga Pak Suyitno meminta keadilan, ini menyangkut martabat. Keadilan memang hak mereka, harus kita wujudkan. Lha lepas disini jika ada yang bermain hukum, akan kita sapu bersih,” urainya.
Sementara, Lilik Dwy Prasetio SH MH selaku Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri kabupaten Mojokerto saat dikonfirmasi awak media di ruang dinasnya, ia mengaku bahwa yang membuat surat tersebut adalah anggotanya sendiri. Meskipun begitu, pihaknya menyatakan senang jika kegiatan audensi ini dapat dilaksanakan.
“Yang membuat (surat) anggota saya. Kita gak ada masalah (audensi). Kita malah senang, biar cepat beres,” timpal Jaksa Muda ini.
Pewarta : Agung Ch