SURABAYA – Sebagai umat manusia serta makhluk sosial memang kita selalu membutuhkan bantuan orang lain. Karena pada hakikatnya kita hanya manusia biasa yang tidak dapat melakukan pekerjaan berat dan memikulnya sendirian, disitu perlu adanya pertolongan dan pengertian antar sesama selama bermanfaat serta tidak merugikan orang lain.
Namun pada dasarnya manusia mempunyai tiga sifat karakter yang sulit dilepas selama hidupnya dan perbuatan tersebut dapat dilihat dari prilaku dan penyampaiannya dalam bermasyarakat, adapun 3 sifat karakter manusia yaitu seperti malaikat, syetan dan Hewan.
Dimaksud sifat seperti malaikat ialah selalu thaat dan patut kepada Tuhannya, sedangkan seperti syaitan ialah orang mempunyai sifat iri dengki dan tidak suka jika melihat orang bahagia. Sedangkan sifat seperti hewan ialah orang yang maunya sendiri tanpa memikirkan kondisi orang lain dalam hidupnya.
Kadang manusia tidak sadar bahwa musuh sebenarnya adalah syaitan atau hawa nafsu yang selalu mengajak untuk melakukan hal keburukan dan menjauhi amal kebaikan. Sehingga pada akhir hidupnya orang yang terpengaruh dengan hawa nafsu akan jauh dari Rahmat dan Ridho Allah SWT (Nauzubillah Min Dzalik).
“Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ
“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”.
[HR Muslim]
Hampir semua ajaran agama besar di dunia menekankan pentingnya berbuat baik kepada sesama. Islam, misalnya, mengajarkan bahwa setiap amal kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Bagi umat yang beragama, amal kebaikan merupakan bekal yang paling berharga untuk menempuh kehidupan akhirat. Semakin banyak amal kebaikan yang dilakukan, semakin ringan pula hisab di akhirat nanti.
Dalam Al-Quran, Allah berfirman:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap perbuatan baik yang kita lakukan sebenarnya membawa manfaat kembali kepada diri kita sendiri.
Perbuatan baik yang kita lakukan bagaikan menabur benih kebaikan. Benih itu akan tumbuh dan menghasilkan buah yang manis, bukan hanya bagi orang lain, tetapi juga bagi diri kita sendiri.
Berbuat baik juga dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan kata lain, berbuat baik tidak hanya memberikan manfaat kepada orang yang menerima kebaikan tersebut, tetapi juga kepada pelaku kebaikan itu sendiri.
Dari perspektif sosial, orang yang sering berbuat baik cenderung mendapatkan reputasi yang baik di komunitas mereka. Reputasi ini dapat membuka banyak peluang, seperti dukungan sosial, kerja sama, dan jaringan pertemanan yang lebih luas. Ketika kita berbuat baik kepada orang lain, kita juga membangun hubungan yang positif dan memperkuat ikatan sosial.
Kendati demikian, ketika kita berbuat baik, kita memberikan contoh yang baik bagi orang lain. Kebaikan hati cenderung menular dan dapat memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang lebih harmonis dan saling mendukung.
Amal kebaikan bukan hanya bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga bagi diri kita sendiri. Menanam kebaikan berarti menanam kebahagiaan dan kesuksesan.
Pada hakikatnya, manfaat tolong menolong dan amal kebaikan manusia akan kembali kepada dirinya sendiri. Prinsip ini diakui dalam berbagai ajaran agama dan terbukti melalui pengalaman sosial. Dengan berbuat baik kepada sesama, kita tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga memperbaiki kesejahteraan diri kita sendiri, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Maka dari itu, marilah kita terus berusaha untuk melakukan kebaikan, karena kebaikan yang kita tanam akan membawa banyak manfaat, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain di sekitar kita, Wallahu A’lam Bisshowab. (Redaksi)