JAWA TIMUR, hosnews.id [3 April 2025] – Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait Bonus Hari Raya (BHR) bagi pengemudi ojek online (ojol) dan kurir berbasis aplikasi menuai kritik tajam. Skema perhitungan yang ditetapkan, yaitu total penghasilan satu tahun dibagi 12 bulan dan dikalikan 20 persen, seharusnya menjamin minimal Rp 1,2 juta per pengemudi.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya penerimaan BHR yang sangat kecil, bahkan hanya Rp 50 ribu. Kondisi ini dinilai sebagai penghinaan bukan hanya bagi para pengemudi, tetapi juga terhadap pemerintah sendiri.
Kementerian Ketenagakerjaan dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasannya, sehingga kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak lebih dari sekadar formalitas yang diabaikan oleh pihak aplikator. Para pengemudi yang sebelumnya berharap mendapatkan tambahan penghasilan untuk merayakan Lebaran justru harus menelan kekecewaan mendalam.
“Ini sangat memalukan. Jika memang Kemenaker tidak mampu memberikan solusi konkret bagi para pengemudi ojol, lebih baik mereka tidak membuat kebijakan yang justru menambah masalah,” ujar Kusnadi, perwakilan Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur.
Menurut Kusnadi, kebijakan ini justru memperlihatkan ketidakprofesionalan Kemenaker dan semakin memperkuat anggapan bahwa pemerintah tidak serius dalam melindungi hak-hak pekerja di sektor jasa berbasis aplikasi. Surat edaran No. M/3/HK.04/III/2025 tentang Bonus Hari Raya Keagamaan bagi pengemudi dan kurir hanya menjadi dokumen tanpa arti karena implementasinya diabaikan oleh aplikator.
Lebih jauh, Kusnadi menilai bahwa kehadiran aplikator dalam diskusi bersama pemerintah pun tidak akan menjamin solusi yang adil bagi para pengemudi. “Jangan-jangan, pihak aplikator malah semakin mempermalukan Kemenaker karena mereka tidak bisa memberikan kepastian hukum yang tegas,” tegasnya.
Masyarakat pun mulai mempertanyakan keberpihakan pemerintah dalam kasus ini. Alih-alih memberikan perlindungan yang nyata, kebijakan yang ada justru menambah ketidakpastian dan memperburuk nasib para pekerja berbasis aplikasi di Indonesia. Kritik keras terus bermunculan, menuntut adanya regulasi yang lebih jelas dan eksekusi kebijakan yang benar-benar memberikan keadilan bagi semua pihak.
Pewarta: Swj/Gondes
Editor: Redaksi