KAKI Sebut Polisi Bekerjasama Dengan Pihak Leasing Demi Keuntungan Merusak Marwah Institusi Polri

JAKARTA – Moh Hosen Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur mengatakan bahwa kepolisian Republik Indonesia alangkah baiknya tidak bekerjasama dengan pihak leasing membantu penarikan Unit kendaraan bermotor yang nunggak angsuran demi keuntungan pribadi.

Meskipun dianggap tidak ada pasal larangan khusus yang menyatakan Kepolisian dilarang bekerja dengan pihak leasing seperti FIF. Namun, ada beberapa aturan yang membatasi peran Kepolisian dalam penanganan kasus yang melibatkan perusahaan pembiayaan, terutama terkait dengan penarikan kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia. 

Oknum anggota kepolisian yang bekerjasama dengan pihak Leasing FIFGROUP, ADIRA, OTO, WOMFinance, Mandiri Utama Finance, BCAmultifinance, MCF dan lain sebagainya. Alangkah baiknya memundurkan diri dari Institusi Polri karena tugas pokok dan fungsi Polisi adalah menjalankan Amanah Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 bukan kolaborasi dengan pihak perusahaan untuk mencari keuntungan demi kesejahteraan pribadinya,” kata Hosen KAKI,” Kamis (01/05/2025).

Disisi lain Anggota Polri dilarang bekerja sama dengan pihak perusahaan atau pihak lain dengan tujuan mencari keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang merugikan negara. Larangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (PP 2/2003),” papar Hosen KAKI.

Peranan Kepolisian dalam Kasus Leasing ialah Polisi dapat berperan dalam kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran hukum, seperti penipuan, penggelapan, atau pelanggaran perjanjian pembiayaan. 

Namun, penarikan kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia karena wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban) biasanya merupakan tanggung jawab pengadilan negeri, bukan kepolisian, kecuali jika ada unsur pidana. Kepolisian dapat membantu proses penarikan jika ada unsur pidana dalam kasus tersebut, seperti penipuan atau penggelapan,” ujar Ketua KAKI Jatim.

Penarikan kendaraan oleh perusahaan leasing diatur oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan peraturan lainnya. 
Proses penarikan harus dilakukan dengan prosedur yang benar, termasuk memberikan peringatan dan upaya persuasif kepada debitur,” terangnya.

“Dalam artian, perusahaan leasing tidak boleh menarik kendaraan jika sertifikat jaminan fidusia belum diterbitkan. Jika debitur tidak bersedia menyerahkan kendaraan secara sukarela, maka eksekusi jaminan fidusia harus dilakukan melalui pengadilan. 

Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hanya pengadilan negeri (PN) yang bisa melakukan penegakan UU Fidusia berupa penarikan kendaraan yang kreditnya macet apabila terjadi wanprestasi pembayaran. Namun, apabila ada unsur pidana, polisi bisa dimintai bantuan,” tandasnya.

Hosen KAKI Jatim menambahkan Bahwa berkaitan dengan eksekusi jaminan objek fidusia, penting ditegaskan oleh Mahkamah, perjanjian fidusia adalah hubungan hukum yang bersifat keperdataan (privat). Oleh karena itu, kewenangan aparat kepolisian hanya terbatas mengamankan jalannya eksekusi bila diperlukan, bukan sebagai bagian dari pihak eksekutor.

Putusan MK Nomor 2/PUU- XIX/2021. MK juga menyatakan pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa misalnya dengan meminta bantuan aparat kepolisian apabila mengenai cedera janji (wanprestasi) oleh pemberi hak fidusia (debitur) terhadap kreditur yang masih belum diakui oleh debitur dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia,” dalihnya.

“Dalam hal ini, Mahkamah telah menegaskan kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 bahwa kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.

“Berkaitan dengan eksekusi jaminan objek fidusia, penting ditegaskan oleh Mahkamah, perjanjian fidusia adalah hubungan hukum yang bersifat keperdataan (privat). Oleh karena itu, kewenangan aparat kepolisian hanya terbatas mengamankan jalannya eksekusi bila diperlukan, bukan sebagai bagian dari pihak eksekutor.

Kecuali ada tindakan yang mengandung unsur- unsur pidana maka aparat kepolisian baru mempunyai kewenangan untuk penegakan hukum pidananya.

“Oleh karena itu, berkenaan dengan frasa ‘pihak yang berwenang’ dalam Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 adalah dimaknai ‘pengadilan negeri’ sebagai pihak yang dimintai bantuan untuk melaksanakan eksekusi tersebut,” pungkas Hosen KAKI. (Kusnadi)

Kapolri Jenderal Listyo Sigit

Kabareskrim Komjenpol Wahyu Widada

Kapolda Jatim Irjenpol Imam Sugianto

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini