HOSNEWS.ID, SURABAYA – Mengalihkan kendaraan yang masih dalam status kredit (belum lunas) tanpa persetujuan dari pihak pembiayaan (leasing) adalah tindakan yang melanggar hukum dan bisa dikenai sanksi pidana.
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur sanksi bagi pihak yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta.
Menyikapi hal ini, Moh Hosen Ketua KAKI Jatim mendukung pihak Finance untuk melaporkan Debitur Operaliahkan Kendaraan Kredit alias memindah tangankan unit kendaraan yang masih dalam tanggungan dengan Kreditur," kata Pegiat Antikorupsi KAKI,". Sabtu (26/07/2025)
“Dalam artian, pihak Finance tidak perlu bingung soal penanganan Kredit macet, laporkan saja kepihak berwajib manakala pihak Debitur telah menyalahgunakan wewenang sebagai tanggung jawab unit kendaraan,” papar Hosen KAKI.
BACA JUGA : Gegara Dilaporkan Pihak Adira Finance, Petani di Mojokerto Mengadu ke Hadi Purwanto
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ini mengatur tentang pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, di mana benda tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda, meskipun hak kepemilikannya telah dialihkan.
Namun kebanyakan pihak finance banyak yang melalaikan aturan-aturan nya seharusnya fiducia didaftarkan pada saat akad kredit dan disitu disaksikan oleh notaris, sehingga pihak notaris menjelaskan pada debitur dan setelah sama-sama sepakat maka akan di tanda tangani oleh pihak debitur.
Dengan adanya perjanjian di Notaris antara debitur dan Kreditur, pihak Finance lebih mudah menarik kendaraan kredit macet tanpa harus ada Bek’ up atau bantuan pihak ketiga karena sudah berkekuatan hukum yang mana bila dilanggar bisa dipidanakan,” terang Hosen KAKI.
Selanjutnya Hosen KAKI Jatim berharap pihak kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap para Debkolektor maupun kroninya yang telah melakukan perampasan kendaraan saat perjalanan, karena hal tersebut tidak ada bedanya dengan premanisme yang melakukan pembegalan.
Pasalnya kejadian penarikan kendaraan bermotor berupa mobil atau motor yang dilakukan secara paksa oleh debt collector dapat dengan mudah ditemui atau dilihat oleh masyarakat. Hal ini tentunya membuat resah bagi masyarakat yang melakukan pembelian motor atau mobil melalui kredit,” tutur Ketua KAKI Jatim.
Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam Pasal 15 disebutkan, bahwa sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kalimat, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
“Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 15, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah.
BACA JUGA : Dugaan Korupsi Program BSPS di Bangkalan Madura Jadi Sorotan Pegiat Antikorupsi
Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector,” ungkap Hosen KAKI Jatim.
Masyarakat harus paham mengenai status kendaraan dalam masa kredit supaya tidak mudah berbenturan dengan hukum undang-undang fidusia:
Jaminan Fidusia:
Saat membeli kendaraan secara kredit, biasanya ada perjanjian jaminan fidusia. Dalam perjanjian ini, kendaraan tersebut menjadi jaminan atas kredit yang diterima. Meskipun hak kepemilikan beralih kepada debitur, tapi kendaraan tersebut tetap menjadi objek jaminan fidusia.
Larangan Pengalihan:
UU Jaminan Fidusia melarang debitur (pembeli kredit) untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kendaraan tersebut tanpa persetujuan tertulis dari pihak leasing (penerima fidusia).
Sanksi Pidana:
Jika Anda melanggar larangan ini, Anda bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta.
Pentingnya Legalitas:
Jika ingin mengoper kredit kendaraan, pastikan prosesnya dilakukan secara resmi dan legal. Anda dan calon pembeli baru harus mendatangi kantor cabang leasing untuk proses pengalihan yang disetujui dan sesuai prosedur.
Intinya, menjual atau mengalihkan kendaraan yang masih dalam status kredit tanpa persetujuan pihak leasing adalah tindakan yang berisiko tinggi dan bisa berujung pada masalah hukum,” pungkasnya. (Rofi’i)