SURABAYA – Disaat Jaksa Agung Burhanuddin ST sedang gencar-gencarnya membenahi integritas dan moral aparatnya, masih ada saja oknum jaksa yang ingin menyalahgunakan wewenang untuk meraup keuntungan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.
Jaksa penuntut umum inisial DK tersadap sedang mencoba meminta uang kepada HS pendamping terdakwa kasus Narkotika ketika kasus AS masih ditangani Kejari Tanjung Perak Surabaya dengan nominal fantastis Rp 500 juta untuk jaksa dan hakim pada hari Selasa 29 April 2025.
Kemudian pada hari kamis 8 Mei 2025 Aulia Stafnya mengklarifikasi soal uang Rp 500 juta yang diminta oleh Jaksa penuntut umum (JPU) DK, seraya menyampaikan; Selamat pagi pak, ini ibu menanyakan untuk kelanjutannya jadinya bagaimana njih🙏🏻
Hosen KAKI menjawab; Keluarga Syakur minta dibawah 4 Tahun dengan uang 100 Juta, Selain itu gak mampu karena uangnya dapat ngutang! Sampaikan Saja Ke Ibu Dewi Kusumawati,, Kalau Rp 500 Juta keluarga Tidak Mampu 🙏
Kemudian Aulia Staff DK menanggapi, Baik baik, saya sampaikan ke ibu, gak lama, ia meminta untuk chat yang berbunyi Rp 500 juta untuk dihapus; Pak ijin, terkait chat jenengan ini bisa dihapus saja njih pak🙏🏻
Selanjutnya di masa masa sidang berakhir, DK jaksa penuntut umum (JPU) menekan dan meminta AS agar keluarganya mengurus sendiri tanpa melalui orang lain alias LSM dan lain sebagainya, ungkap Keluarga Korban Kepada HS pendamping Hukumnya.
Hosen KAKI menduga bahwa kelakuan oknum jaksa penuntut umum (JPU) Inisial DK tidak hanya untuk satu Terdakwa melainkan sudah banyak yang jadi korban pemerasan atau gratifikasi dalam melakukan tuntutan pidana dan ini sangat mencoreng nama baik institusi Adhyaksa,” ungkap Hosen KAKI Jatim, Rabu (10/09/2025).
Persoalan ini akan kami bawa ke Jaksa Agung Burhanuddin ST, Jamwas dan Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, karena dinilai sudah melanggar Kode etik profesi Jaksa agar oknum jaksa Tanjung perak tersebut diadili sesuai peraturan yang berlaku dan dicopot jabatannya karena sudah merencanakan untuk melawan hukum," papar ketua KAKI Jatim.
Karena bagaimanapun Oknum jaksa penuntut umum (JPU) yang mencoba meminta uang kepada terdakwa narkotika dapat dijerat dengan sanksi pidana pemerasan berdasarkan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengancam hukuman bagi setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, atau untuk tidak memberikan sesuatu kepada orang lain, yang semuanya adalah keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,” terangnya.
Tindakan tersebut dapat dianggap melanggar Kode Etik Profesi Jaksa dan dapat dikenakan sanksi disiplin. Karena Tindakan oknum JPU tersebut jelas merupakan penyalahgunaan wewenang dan melanggar hukum, serta dapat merusak integritas sistem peradilan.
Seharusnya oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Perak paham dengan undang-undang nomor 28 tahun 1999 yang berisi tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) bukan sebaliknya berani melawan hukum sebagai pengacara Negara,” tuturnya.
Hosen KAKI Jatim menilai Komitmen Kejari Tanjung Perak melalui pencanangan Zona Integritas WBK dan WBBM, Menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan bebas dari korupsi. Melakukan reformasi birokrasi untuk pelayanan yang lebih baik. Meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, itu semua dilakukan tidak luput hanya sebatas formalitas saja untuk menutupi aib buruknya,” ungkapnya. (Red)