Medan, Hosnews.id- Polemik PT SAS di Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, ternyata tidak sebatas persoalan limbah. Warga sekitar menuding perusahaan tersebut juga menguasai badan jalan yang sejatinya dibangun untuk kepentingan umum.
Hal tersebut disampaikan Robin Sitorus, kepada awak media, Rabu (10/9/2025). Robin Sitorus adalah salah seorang tokoh masyarakat sekaligus pengurus perumahan di sekitar PT SAS Sei Suka/Deras, menyuarakan keluhan itu kepada awak media. Ia menegaskan, jalan di depan pabrik PT SAS awalnya memiliki lebar sekitar 5 meter hingga menuju jembatan, bahkan sudah sempat dibangun rabat beton. Namun, pihak perusahaan diduga menutup akses jalan tersebut dengan membuat tembok pagar.
“Jalan itu dulunya rawa tanpa bahu jalan. Kami dari pihak perumahan yang berinisiatif membangunnya. Bahkan kami harus menebus pohon sawit Rp 300 ribu per batang melalui Kepala Desa dan menimbun tanah dengan beko hingga jalan kokoh seperti sekarang,” ujar Sitorus, Rabu (10/09/2025).
Menurut Robin, alasan pihak PKS yang menyebut tidak ada bukti hibah tanah tidak masuk akal. “Kalau sudah jadi jalan umum, tidak perlu lagi surat hibah. Faktanya, jalan itu dipakai masyarakat dan sudah sempat dibangun rabat beton oleh pemerintah desa semasa Almarhum Ucok menjabat Kepala Desa Deras,” imbuhnya.
Rencananya, warga bersama pihak perumahan bahkan telah menyiapkan pembangunan jalan dua jalur selebar 14 meter. Namun, upaya itu dinilai terhambat karena perusahaan diduga menguasai akses jalan tersebut dengan membuat tembok pagar yang tinggi.
“Harapan kami sederhana. Jalan umum jangan dikuasai perusahaan. Biarlah jalan difungsikan sebagaimana mestinya, apalagi pemerintah sudah lebih dulu membangun jalan sebelum PT.SAS membeli tanah di sini,” tegas Robin.
Selama PKS ini dijalankan walaupun sudah ada surat dari Pemkab Batubara untuk menghentikan operasionalnya, tapi pemilik PKS mengabaikannya , warga Desa sekitar telah merasakan dampak serius dari pencemaran lingkungan akibat limbah sawit PKS tersebut.
Warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka meminta agar pengelolaan limbah pabrik sawit dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
Tindakan pabrik ini diduga melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:
Pasal 60 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pelanggaran terhadap pasal ini diatur dalam Pasal 104, yang menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Sampai berita ini ditayangkan, awak media belum mendapatkan tanggapan dari pihak PKS
(Said Lbs)