Skandal Infrastruktur Bojonegoro: Temuan BPKP Ungkap Dugaan Kekurangan Volume Hingga Kelebihan Bayar Miliaran di Dinas PU Bina Marga

Bojonegoro, Jawa Timur, hosnews.id —
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kembali mengungkap potensi penyimpangan besar dalam proyek infrastruktur di Kabupaten Bojonegoro. Dalam laporan hasil pemeriksaan Deteksi Tindak Tertentu (DTT) tertanggal 19 Desember 2024, ditemukan dugaan kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian spesifikasi teknis, dan potensi kelebihan bayar hingga mencapai Rp8,46 miliar di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (PUPR) Bojonegoro.

Temuan ini menimbulkan gelombang pertanyaan publik terkait transparansi penggunaan anggaran infrastruktur daerah yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan jalan, jembatan, dan jaringan irigasi.

BPKP Beberkan Dugaan Kelebihan Bayar Rp8,4 Miliar

Hasil audit BPKP menunjukkan, dari 25 paket pekerjaan jalan, jaringan, dan irigasi yang belum dibayar lunas, ditemukan banyak pekerjaan yang tidak sesuai volume dan spesifikasi kontrak.

Rinciannya sebagai berikut:

Bidang Jumlah Paket Nilai Kontrak (Rp) Kekurangan Volume (Rp) Ketidaksesuaian Teknis (Rp) Potensi Kelebihan Bayar (Rp)

Jalan 22 59.946.816.624 1.095.215.271 7.028.974.360 8.124.189.632
Jembatan 3 9.636.147.541 77.018.624 145.982.072 223.000.696
Total (Dinas PU Bina Marga Bojonegoro) 25 Paket 69.582.964.165 1.172.233.896 7.174.956.432 8.347.190.328

Sementara total keseluruhan dari seluruh kegiatan (A+B) mencapai Rp74,57 miliar nilai kontrak, dengan total potensi kelebihan bayar sebesar Rp8.469.067.148,45.

BPKP menyebutkan, rincian perhitungan kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi tersebut terdapat dalam Lampiran 40 hingga 70 laporan hasil pemeriksaan.

Melanggar Ketentuan Pengadaan dan Kontrak Pemerintah

BPKP menilai kondisi tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021.

Beberapa pasal yang dilanggar di antaranya:

Pasal 27 ayat (5) dan (6) yang menegaskan bahwa kontrak pekerjaan harus memiliki harga dan volume yang pasti serta dilakukan berdasarkan hasil pengukuran riil di lapangan;

Pasal 78 ayat (3), (4), dan (5) yang mewajibkan penyedia dikenai sanksi administratif dan ganti rugi apabila ditemukan kesalahan volume, mutu, atau spesifikasi hasil pekerjaan.

Lebih jauh, surat perjanjian kontrak antara PPK dengan rekanan juga mengikat secara hukum terhadap volume, spesifikasi teknis, dan mutu hasil pekerjaan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini berpotensi masuk kategori wanprestasi kontraktual dan pelanggaran hukum administrasi negara.

Dugaan Kelalaian Fatal: Pengawasan Lemah, Pekerjaan Tak Terkontrol

Dalam laporan tersebut, BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur menegaskan bahwa akar permasalahan terletak pada lemahnya fungsi pengawasan dan kontrol internal dinas.

“Kepala Perangkat Daerah belum optimal melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kontrak konstruksi yang menjadi tanggung jawabnya. PPK tidak memantau jalannya pekerjaan untuk memastikan volume dan spesifikasi sesuai kontrak,” demikian hasil audit BPKP.

Akibat kelalaian itu, kelebihan pembayaran atas 25 paket pekerjaan mencapai Rp1,747 miliar, sementara potensi kelebihan pembayaran atas 41 paket lainnya mencapai Rp8,608 miliar.

Kepala Dinas PU Bina Marga Bojonegoro Bungkam

Saat dikonfirmasi pada Rabu (29/10/2025) oleh awak media hosnews.id, Kepala Dinas PU Bina Marga Bojonegoro menolak memberikan keterangan.
Sikap bungkam dan tidak kooperatif tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa ada upaya menutupi fakta sebenarnya di balik proyek-proyek bernilai miliaran rupiah ini.

Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pejabat publik wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat atas penggunaan dana negara.

Aktivis Antikorupsi: “Diduga Ada Unsur Manipulasi dan Pembiaran”

Kusnadi, Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur, menilai bahwa temuan ini tidak bisa dianggap sebagai kesalahan administratif semata.

“Jika ditemukan volume tidak sesuai dan pembayaran melebihi hasil fisik di lapangan, itu bukan hanya kelalaian — tetapi indikasi kuat adanya manipulasi data pekerjaan dan pembiaran sistematis,” tegasnya.

Ia menambahkan, Kejaksaan Negeri Bojonegoro dan Aparat Tipikor Polda Jatim harus segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini.

“BPKP sudah memberikan sinyal jelas: ada uang negara yang keluar tanpa dasar pekerjaan riil. Ini harus segera diusut agar tidak menjadi budaya impunitas di proyek-proyek pemerintah daerah,” pungkas Kusnadi.

Ahli Hukum: Potensi Pelanggaran UU Tipikor

Pakar hukum publik dari Universitas Airlangga, Dr. Bambang Hidayat, S.H., M.H., mengatakan bahwa temuan BPKP ini dapat memenuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Apabila terbukti ada pihak yang secara sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan keuangan negara, maka dapat dijerat pidana korupsi. Tidak cukup hanya dengan sanksi administratif atau pengembalian kerugian,” jelasnya.

Dorongan Publik untuk Transparansi dan Reformasi Pengawasan

Kasus dugaan penyimpangan ini menjadi tamparan keras bagi tata kelola keuangan daerah Bojonegoro.
Publik mendesak agar Bupati Bojonegoro menindak tegas bawahannya dan segera melakukan audit internal lanjutan agar praktik seperti ini tidak berulang.

Selain itu, masyarakat berharap lembaga penegak hukum segera menindaklanjuti hasil temuan BPKP agar tidak hanya berhenti sebagai laporan administratif.

Pewarta: (Swj)
Editor: Redaksi

Tag:
BPKP DTT Bojonegoro | Dinas PU Bina Marga | Dugaan Korupsi Proyek Jalan | Kelebihan Bayar Bojonegoro | Audit BPKP Jawa Timur | Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah | Komite Anti Korupsi Indonesia | Tipikor Bojonegoro | PPK Tidak Awasi Proyek | Proyek Infrastruktur Bermasalah

Baca Lainya :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img