SURABAYA, hosnews.id – Terkuaknya dugaan manipulasi tata kelola Pelabuhan Probolinggo yang menyeret PT Delta Arta Bahari Nusantara (PT DABN) terus menuai reaksi keras dari kalangan pegiat antikorupsi. Praktik “pemolesan” perusahaan swasta agar berstatus seolah-olah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dinilai sebagai kejahatan terstruktur, sistematis, dan masif yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur, Kusnadi, menegaskan bahwa perkara ini tidak boleh berhenti pada pembuktian administrasi semata. Menurutnya, dugaan pemalsuan status BUMD, penyertaan modal ilegal, serta pemberian konsesi pelabuhan tanpa dasar hukum kuat merupakan indikasi kuat tindak pidana korupsi.
“Kalau perusahaan yang jelas bukan BUMD dipaksakan menjadi BUMD demi mendapatkan konsesi pelabuhan, itu bukan kelalaian. Itu dugaan rekayasa kebijakan. Ada aktor kekuasaan yang bermain,” tegas Kusnadi, Selasa (23/12/2025).
Ia menilai, praktik tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
Pasal 2 ayat (1): Perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau korporasi dan merugikan keuangan negara.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara.
Pasal 8 dan 9: Pemalsuan atau manipulasi administrasi yang berkaitan dengan jabatan publik.
“Dalam kasus ini, negara bukan hanya dirugikan secara finansial, tapi juga secara tata kelola. Ini preseden buruk dalam pengelolaan aset strategis seperti pelabuhan,” tambahnya.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sendiri telah menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada level korporasi. Kepala Kejati Jatim, Agus Sahat, memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam manipulasi regulasi dan penyalahgunaan kewenangan akan dimintai pertanggungjawaban hukum.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa kasus Pelabuhan Probolinggo tidak berdiri sendiri. Disinyalir terdapat jejaring kebijakan yang memungkinkan PT DABN memperoleh hak konsesi, menggunakan aset sebelum legalitas terpenuhi, serta mengelola pendapatan pelabuhan bernilai ratusan miliar rupiah tanpa transparansi.
Aktivis antikorupsi mendesak Kejati Jawa Timur untuk menelusuri aliran dana, membuka peran pejabat yang terlibat pada periode kebijakan berjalan, serta tidak ragu menetapkan tersangka dari kalangan elite jika bukti mengarah ke sana.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah. Publik menunggu keberanian Kejati Jatim membongkar aktor intelektual di balik skandal ini,” pungkas Kusnadi.
Kasus ini kini menjadi ujian serius penegakan hukum di Jawa Timur. Masyarakat menanti, apakah skandal pengelolaan Pelabuhan Probolinggo akan berakhir sebagai bongkaran korupsi besar, atau justru kembali tenggelam di tengah tarik-menarik kepentingan kekuasaan.
Pewarta: Sj.
Editor: Redaksional.
