BANGKALAN – LHKPN adalah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. LHKPN merupakan daftar harta kekayaan yang wajib dilaporkan oleh penyelenggara negara. Laporan ini mencakup harta kekayaan penyelenggara negara, pasangan, dan anak yang masih menjadi tanggungan,data pribadi, penerimaan dan pengeluaran.
LHKPN merupakan salah satu instrumen pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Laporan ini wajib dibuat setiap tahun oleh penyelenggara negara dari berbagai sektor, seperti: Yudikatif, Legislatif, Eksekutif, BUMN/D,” Kata Hosen KAKI,” Senin (6/01/2025).
Disoal LHKPN Tahun 2024 Kepala Desa di Kabupaten Bangkalan, Senin (06/01/2025), Ismet Efendi Asisten Kepemerintahan sekaligus PLT Dinas Pemberdayaan Masyarakat Bangkalan mengatakan bahwa Kepala Desa di Bangkalan belum ada yang menyelesaikan LHKPN yang telah diwajibkan oleh pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” papar Hosen KAKI.
Kendati demikian, Moh Hosen Pegiat Antikorupsi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan Sanksi kepada 273 Kepala Desa di Kabupaten Bangkalan Madura Jawa Timur karena diduga telah melawan hukum,” ujarnya.
Kepala desa yang tidak melaporkan LHKPN dengan tujuan menyembunyikan hasil tindak pidana korupsi dapat dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi. Jika harta yang disembunyikan merupakan hasil dari tindak pidana lain, maka kepala desa dapat dijerat dengan tindak pidana pencucian uang.
Karena LHKPN merupakan laporan harta kekayaan yang wajib dilaporkan oleh penyelenggara negara, termasuk kepala desa. Kewajiban melaporkan LHKPN dianggap penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan lembaga publik, serta untuk mendukung pemberantasan korupsi,” dalihnya.
Dalam upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas pejabat publik LHKPN wajib disampaikan oleh penyelenggara negara, termasuk kepala desa, untuk memberikan gambaran tentang aset yang dimilikinya sebelum, selama, dan setelah menjabat. Hal ini dimaksudkan agar terdapat mekanisme pengawasan guna mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Kewajiban melaporkan LHKPN diatur dalam beberapa peraturan, diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan diperkuat oleh Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan LHKPN,” terangnya.
Berdasarkan peraturan ini, kepala desa termasuk dalam kategori penyelenggara negara yang wajib melaporkan harta kekayaannya. Kewajiban ini berlaku baik saat awal menjabat, selama masa jabatan, maupun saat mengakhiri jabatan. Meski kewajiban sudah jelas, masih banyak kepala desa yang belum melaporkan LHKPN.
“Kepala Desa yang tidak mau melaporkan LHKPN sangat pantas dilaporkan dan diperiksa karena dinilai telah menyalahgunakan wewenang dan berani melawan hukum serta tidak menghormati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara,” Ujar Hosen KAKI.
Jika terbukti terdapat perbedaan harta kekayaan yang signifikan dan tidak dapat dijelaskan, maka kepala desa bisa diduga melakukan tindak pidana korupsi. Ketidakpatuhan dalam melaporkan LHKPN dan juga bisa menjadi indikasi awal penyelidikan lebih lanjut oleh KPK, terutama jika ada laporan masyarakat tentang dugaan penyelewengan dana desa,” tandasnya.
“Ketidakpatuhan kepala desa dalam melaporkan LHKPN adalah masalah serius yang harus segera diatasi. Ketiadaan laporan LHKPN dapat membuka celah korupsi dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk menegakkan aturan dan memberikan sanksi yang sesuai bagi kepala desa yang tidak patuh pada aturan,” ungkap Hosen KAKI. (Agus Subianto)