BANGKALAN – Pileg adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk pemilihan Wakil Rakyat Kabupaten Bangkalan Berdasarkan pengumuman yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangkalan, sebanyak 479 kontestan ditetapkan masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilihan Legislatif (Pileg) 14 Februari 2024.
Sedangkan jumlah kursi 50 dan pembagian Dapil DPRD Kabupaten Bangkalan ada 6 dapil berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2023.
PKPU 6/2023 mengatur tentang Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024
Menyikapi Pemilihan Legislatif (Pileg) 14 Februari 2024, Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur mengatakan, dalam Demokrasi Politik praktis ini harus dilakukan dengan sehat dan menyehatkan.
Dalam artian jangan sampai ada kecurangan yakni Caleg Gendaan dengan Komisioner KPU dalam berdemokrasi politik praktis sehingga marwah Politik di Indonesia terpandang baik dan transparansi dalam tiap menyelenggarakan pemilihan Wakil Rakyat.
Kecurangan biasanya Calon Legislatif (Caleg) bermain mata dengan PPK, KPPS dan Anggota PPS berkoordinasi dengan Kepala Desa atau Lurah untuk memilih 1 atau 2 caleg yang sebelumnya telah melakukan Mou politik berupa Nomor Piro Wani Piro (NPWP), Kata Aktivis KAKI, Senin 01 Januari 2024
Aparatur desa dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis baik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena dikhawatirkan akan adanya konflik interest antara perangkat desa dengan masyarakat. Hal tersebut akan menimbulkan terganggunya pelayanan kepada masyarakat.
Kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis yang regulasinya tertuang dalam Pasal 280, Pasal 282, dan Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi yang dikenakan jika aparatur desa terbukti melakukan politik praktis dapat berupa sanksi pidana penjara dan denda.
Pasal 280 ayat (2) disebutkan, perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu. Selain itu, tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye perangkat desa sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3).
“Kemudian, dalam Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye.
Pasal 494 menyebutkan, setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Larangan aparatur desa ikut berpolitik praktis juga tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf g disebutkan kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf j kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dan/atau Pilkada.
“Maka dari itu, bersainglah Dengan Sehat dan Menyehatkan biarlah masyarakat yang memilih calon Dewan dengan kesadaran dan hati nurani tanpa ada intervensi dari berbagai golongan. Sehingga caleg yang terpilih menjadi wakil rakyat yang Amanah tanpa menyalahgunakan wewenang pada nantinya setelah adanya pelantikan dan sumpah Janji,” pungkasnya.
Penulis: Korlip Nasional