BANGKALAN – Puluhan Guru Madrasah Diniyah (Madin) di Bangkalan menanti kepastian pencairan bantuan operasional madrasah diniyah (Bosda Madin), atau bantuan Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah dan Guru Swasta (BPPDGS) tahun ini.
Salah satu ustad di Bangkalan berinisial M mengatakan, banyak para ustad dan guru swasta di Madrasah Diniyah (Madin) di Bangkalan banyak mengeluh.
“Kenapa anggaran program ini tak kunjung cair,” keluh para guru Madin di Bangkalan yang dirangkum M melalui grup Whatsap para guru Madin. Rabu (19/10/2024).
M menjelaskan jika pencairan BPPDGS ini biasanya tahun 2022 dan tahun 2023 sebelum di bulan agustus/september.
“Kenapa tahun 2024 hingga saat ini bulan oktober belum cair. Padahal ini satu-satunya anggaran yang kita harapkan setiap tahunnya yang sangat kami rasakan pemanfaatannya untuk operasional pendidkan madin kami,” keluh M guru Madin asal Kecamatan Socah ini.
Dia meminta kepada Dinas Pendidikan Bangkalan ini, janganlah memandang sebelah mata Madin, baik dari pemerintah kabupaten, Jati. ataupun Pusat.
Karena Madin yang ada di pelosok Desa diakui atau tidak turut ikut serta mencerdaskan anak bangsa terutama dalam karakter aqhlakul karimah yang merupakan asas pondasi dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih diera digitalisasi.
“Tolonglah sejahterakan guru Madin di Bangkalan, karena diakui atau tidak peran besar guru Madin sangat dirasakan untuk mengembangkan siswa/siswi,” katanya.
Kembali kata M, mirisnya sejak awal bosda Madin ini tidak pernah ada dana shering, padahal itu seharusnya ada. Apalagi Bangkalan ini bertajuk kota dzikir dan sholawat.
“Padahal pemprov jatim menganjurkan itu, jadi kepada siapa harapan ini bisa terealisasi, mungkin menunggu bupati baru 2025 ya. Dan kenyataannya sejak ada PJ Bupati Bangkalan dan Kepala Disdik yang baru semua proses program dan pencairan sangat lamban dan tidak jelas,” kata M.
Apalagi kata M, saat ini insentif 2024 untuk madin tidak dapat, hanya guru ngaji yang dapat padahal secara legalitas Madin lebih lengkap secara hukum.
“Sedangkan guru ngaji hanya cukup ada nama langgar atau musholla, santri serta guru dan itu rentan dengan manipulasi tanpa ada piagam/sertifikat secara legal dan itu mitranya sudah jelas Pelma Kemenag untuk pembuatan piagam/sertifikat. Seharusnya legalitasnya minimal surat keterangan terdaftar (SKT),” jelasnya.
Lanjut M ini adalah suatu hal diskriminatif terhadap Madin, saya yakin mereka pejabat yang di Bangkalan pernah duduk di bangku Madin, kondisi dan situasinya sangat pahamlah.
“Jadi harapan kami mohon segera cairkan dana BPPDGS yg disalurkan. Jika bosda madin tidak segera dicairkan, tentu akan menghambat peningkatan proses pembelajaran pendidikan diniyah ini. Dan tentunya para pejabat itu kan sudah pernah belajar di Madin dan kondisi di Desa. Saya sangat yakin mereka juga akan lebih paham lah hal ini,” ujarnya dengan nada kecewa. (Syaif)