SURABAYA – Moh Hosen Pegiat Antikorupsi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur mendapatkan keluhan dari keluarga Korban Tahanan Satresnarkoba Polrestabes Surabaya terkait pelepasan tahanan dengan meminta sejumlah uang tebusan.
Pasalnya ada tahanan Satresnarkoba Polrestabes Surabaya atasnama ALDO asal Tanjung Perak Surabaya ditangkap karena menyalahgunakan Narkotika jenis ganja, dengan barang bukti kurang lebih 1 koma gram, ia diamankan diruangan khusus pada Rabu 19 Maret 2025 oleh penyidik Unit I Satresnarkoba.
Diketahui pada hari Kamis 20 Maret 2025 ibu Korban inisial IF menghampiri Pegiat Antikorupsi Ketua KAKI DPW Jatim di lingkungan Polrestabes Surabaya dengan menyatakan bahwa dirinya dimintai uang penyidik Aisyah kalau anaknya ingin bebas melalui pengacara Sandra,” ungkap ibu IF, Kamis 20 Maret 2025.
Menyikapi hal ini, Moh Hosen Ketua KAKI DPW Jatim akan berkoordinasi dengan Kasatnarkoba Polrestabes Surabaya AKBP Suria Miftah Irawan dan Kombespol Luhtfie Sulistiawan untuk memastikan nama tahanan dan Penyidik dimaksud ibu korban.
Namun jika Kasatnarkoba dan Kapolrestabes Surabaya tidak mau menemui kami dalam bentuk silaturahmi dan klarifikasi, persoalan ini akan kami bawa ke MABES POLRI supaya mereka tahu kinerja jajaran kepolisian Kota besar Surabaya ,” ucap Hosen KAKI,” Ahad (23/03/2025).
Perlu diketahui bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak main-main bakal memberi sanksi tegas terhadap jajaran anggotanya yang melanggar aturan atau standar operasional prosedur (SOP) saat menjalankan tugasnya. Sanksi tegas berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pecat hingga proses pidana.
“Perlu tindakan tegas jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini bisa menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada Kasatwil yang ragu, bila ragu, saya ambil alih,” tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo,” tutur Hosen KAKI Jatim.
Tidak yakin dengan adanya penyidik Aisyah, Hosen KAKI Jatim menanyakan kepada beberapa anggota Satnarkoba Polrestabes Surabaya, ternyata memang ada nama penyidik dimaksud, namun di Unit I Satresnarkoba dan kanitnya bernama Yoyok, ujar Polisi Satresnarkoba setempat,” Jumat (21/03/2025).
“Hosen KAKI menambahkan, secara Yuridis tindakan penyimpangan dengan cara memanipulasi perkara dalam proses penyelidikan akan mempengaruhi isi laporan hasil penyelidikan yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses gelar perkara, yakni untuk menentukan apakah kasus dugaan tindak pidana tersebut dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan atau tidak,” tuturnya.
“Lanjut Hosen KAKI Jatim, menurut informasi yang didapat, diduga Satresnarkoba Polrestabes Surabaya bekerjasama dengan pengacara pemilik rumah rehabilitasi Narkoba, dalam artian untuk memuluskan aksinya melakukan pungutan sejumlah uang kepada keluarga korban dengan mengarahkan pada pasal 54 sampai 59 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” ungkap Pegiat Antikorupsi KAKI Jatim.
Tidak hanya itu, tindakan meminta uang untuk menghilangkan barang bukti dan menghentikan proses pidana adalah tidak sesuai dengan prosedur hukum dan bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti KUHP, UU Narkotika, Peraturan Disiplin Polri, serta Kode Etik Profesi Polri (“KEPP”).
Tindakan Penyidik Aisyah Unit I Satresnarkoba Polrestabes ini sangat memalukan sebagai aparat penegak hukum karena dinilai merusak Marwah dan mencoreng Instusi Polrestabes Surabaya yang kian lama terkenal patuh dengan Undang-undang Kepolisian.
Apalagi sudah jelas sebelum masuk Gedung ada tulisan; ANDA BERADA DI KAWASAN ZONA INTEGRITAS Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) & Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. POLRESTABES SURABAYA Siap Mempertahankan Predikat (WBK) dan (WBBM) namun realitanya tidak sedemikian,” tutur Hosen KAKI.
Adapun Jerat Pidana bagi Polisi yang meminta uang tersebut dapat diancam pidana pemerasan berdasarkan Pasal 368 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Tindakan oknum polisi penyidik tersebut setidaknya dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran KEPP, khususnya Pasal 10 ayat (2) KEPP yaitu merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum.
Kendati demikian, dalam kronologis disebutkan atasan polisi yang mengetahui dan membiarkan tindakan tersebut terjadi. Dengan sikap diamnya, atasan telah melanggar Pasal 11 ayat (1) huruf c KEPP yaitu menghalangi dan/atau menghambat proses penegakan hukum,” ungkap Hosen KAKI Jatim. (Kusnadi)