LAMONGAN, hosnews.id – Skandal pengelolaan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Lamongan semakin menyeruak. Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur mengungkap adanya indikasi kerugian negara yang signifikan dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Temuan ini diperkuat oleh Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Jawa Timur Tahun 2023, sebagaimana tercantum dalam Surat Nomor 45.B/LHP/XVIII.SBY/04/2024.

Salah satu sorotan utama dalam laporan ini adalah kekurangan volume pekerjaan pada tiga paket proyek di Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Fakta ini mengindikasikan potensi penyimpangan anggaran yang merugikan daerah.
Menurut informasi yang diperoleh, CV Wijaya adalah salah satunya rekanan pelaksana proyek yang terlibat dalam pengerjaan tersebut. Namun dugaan ketidaksesuaian volume pekerjaan dengan anggaran yang dikucurkan menjadi pertanyaan besar.
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Dinas PU Bina Marga Lamongan, Sefriana Mira , menyatakan bahwa seluruh kekurangan volume telah dikembalikan ke kas daerah. “LHP ini mencakup ruas di Dinoyokerto, Veteran, dan Mantup Sambeng. Semua sudah dikembalikan ke kas daerah. Temuan tahun 2023 sudah lunas semua. Kekurangan volume dihitung dalam rupiah dan sudah dibayar semuanya. Temuannya hanya pada bagian berem jalan yang terkikis air, bukan pada ketebalan agregat,” jelasnya pada Selasa (25/2/2025).
Namun, pernyataan ini menuai kritik tajam dari Ketua KAKI Jatim, Moh Hosen , yang menilai bahwa pengembalian uang tidak serta-merta menghapus dugaan tindak pidana korupsi, (03/03/2025).
“Jangan sampai ini menjadi modus operandi yang terus berulang. Setelah ketahuan menyelewengkan anggaran, cukup mengembalikan uang, lalu dianggap selesai. Ini tidak bisa dibiarkan! Jika ditemukan indikasi kerugian negara, maka tetap dapat dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi (Tipikor),” tegas Hosen.
Lebih lanjut, ia melibatkan keterlibatan CV Wijaya dalam proyek ini. “Kontraktor atau rekanan yang terbukti melakukan pelanggaran seharusnya dievaluasi, bukan justru terus mendapat proyek dari pemerintah. Jika ada unsur kesengajaan dalam kekurangan volume ini, maka harus ada sanksi tegas, baik administratif maupun pidana,” tambahnya.
KAKI Jatim kini mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan dan melakukan penyelidikan mendalam. “BPK seharusnya tidak hanya mencatat pelanggaran, tetapi juga melaporkan temuan ini ke APH agar ada tindakan hukum yang jelas. Jangan sampai proyek-proyek infrastruktur di Lamongan menjadiladang bancakan bagi segelintir pihak,” tutupnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian masyarakat. Apakah aparat hukum akan menindak tegas dugaan penyimpangan ini hingga ke akar-akarnya, termasuk menjerat kontraktor nakal seperti CV Wijaya, atau justru membiarkan kasus ini menguap begitu saja?
Pewarta: Kus
Editor: Red