SAMPANG, HN.ID – Dengan ditundanya pemilihan kepala desa (Kades) di Kabupaten Sampang hingga waktu yang belum ditentukan, sehingga banyak masa jabatan Kades yang sudah purna dan saat ini diganti dan dijabat oleh Pj Kades yang mekanismenya ditunjuk oleh Bupati secara langsung dan akan dievaluasi dalam enam bulan sekali.
Serasa aneh diakhir masa jabatan kepemimpinan H. Slamet Junaidi bersama H. Abdullah Hidayat yang semula tepat pada akhir tahun 2023 lalu. Namun setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi maka jabatan Bupati Sampang diperpanjang sebulan lagi tepatnya pada 31 Januari mendatang, sehingga harapan masyarakat untuk menaruh dan mengevaluasi Pj Kades sesuai dengan kebutuhan dan tupoksinya bukan melainkan adanya kepentingan pribadi dan golongan lebih-lebih di gunakan untuk kepentingan Politik mendatang.
Hal itu terlihat pada Pj. Kades Larlar yang ditemui banyaknya masalah yang menentukan bahwasanya Bupati telah salah menempatkan Fadhol sebagai Pj Kades Larlar, Kecamatan Banyuates. Lantaran dinilai adanya Polemik di internal desanya hingga melibatkan pegiat Pers dan LSM di kebiri.
Menyikapi hal itu Koalisi Aktivis Sampang (KOASA) melakukan Audiensi terkait evaluasi PJ ke DPMD Kabupaten Sampang, Rabu 17 /01/2024.
Audensi tersebut dilakukan menindak lanjuti peristiwa yang pernah terjadi di Desa Larlar yang sekarang dijabat oleh PJ kades M. Fadhol, dalam audensi dipertanyakan proses evaluasi PJ Kades Larlar yang dinilai telah melanggar amanat UU Desa No 6 tahun 2014, Utamanya Bab V Pasal 24, tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pasal 29 tentang hal yang dilarang dilakukan oleh Kepala Desa atau Nama lainnya.
Menurut KOASA point-point pelanggarannya cukup jelas sehingga pertimbangan evaluasi seharusnya mengacu pada pokok aturan tertinggi tentang desa itu sendiri.
Ach. Hadi Rifai Sekjen KPK Nusantara, selaku lembaga tergabung sangat menyayangkan ketidak berdayaan DPMD Sampang terkait tidak di evaluasinya PJ Kades Larlar, mengingat potensi ketidak kondusifan di desa dan Kabupaten Sampang bisa terus berlanjut sehingga dapat merusak citra Kabupaten Sampang semenjak desa dijabat PJ Kades pasca penundaan Pilkades hingga 2025
“𝚂𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚍𝚒𝚜𝚊𝚢𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚕𝚊 𝚙𝚎𝚖𝚎𝚛𝚒𝚗𝚝𝚊𝚑 𝚍𝚊𝚎𝚛𝚊𝚑 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚛𝚑𝚊𝚝𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚒𝚜𝚞-𝚒𝚜𝚞 𝚔𝚛𝚞𝚜𝚒𝚊𝚕 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚍𝚊𝚖𝚙𝚊𝚔 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚔𝚎𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚗𝚍𝚊𝚊𝚗 𝙿𝚒𝚕𝚔𝚊𝚍𝚎𝚜 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚙𝚎𝚛𝚒𝚜𝚝𝚒𝚠𝚊 𝚍𝚒 𝙳𝚎𝚜𝚊 𝙻𝚊𝚛𝚕𝚊𝚛 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚌𝚘𝚗𝚝𝚘𝚑 𝚍𝚊𝚖𝚙𝚊𝚔 𝚗𝚎𝚐𝚊𝚝𝚒𝚏 𝚔𝚎𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚜𝚢𝚊𝚛𝚊𝚔𝚊𝚝 𝚝𝚎𝚛𝚑𝚊𝚍𝚊𝚙 𝚙𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚔𝚞 𝚔𝚎𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚑𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚠𝚊𝚓𝚊𝚛 𝚔𝚊𝚕𝚘 𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚊𝚜𝚞𝚖𝚜𝚒 𝚎𝚟𝚊𝚕𝚞𝚊𝚜𝚒 𝙿𝙹 𝚑𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚒𝚍𝚊𝚜𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚔𝚎𝚋𝚞𝚝𝚞𝚑𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚙𝚎𝚗𝚝𝚒𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚊𝚝𝚞𝚛𝚊𝚗,” tegasnya.
Sementara Kadis DPMD Kabupaten Sampang Chalilurrahman menyatakan, prihal kasus yang terjadi di Desa Larlar pihaknya sudah berupaya dan tindak lanjut sudah dilakukan oleh Dinas terkait termasuk secara langsung sudah berbicara.
“Kami sebetulnya sudah berupaya dan sudah ketemu secara langsung dengan yang bersangkutan di Pendopo Sampang dan sudah membicarakan hal ini,” ujarnya.
Semantara menanggapi tuntutan audensi perihal evaluasi PJ Kades, Kadis DPMD Kabupaten Sampang beralasan bahwa kewenangannya menunggu hasil perkembangan pelaporan di Polres untuk proses evaluasi PJ Kades Larlar kilahnya.
“Untuk evaluasi Pj Kades Larlar, Kami menunggu Proses Hukum di Kepolisian,” tambah Kadis
Argumen itu langsung ditanggapi statmen serius oleh peserta audensi dengan memaparkan kewenangan proses perkara hukum dan pelaksanaan evaluasi adalah dua hal berbeda pada konteknya, proses hukum boleh tetap berjalan tapi secara birokrasi dan aturan evaluasi tidak harus menunggu seseorang bersalah dimata hukum. Atau memang DPMD Sampang mandul dan tak punya wewenang untuk mengevaluasi Pj Kadesnya.
“Ini dua kontek berbeda, luvu kalau Pak Kadis bilang nunggu proses hukum, nanti masyarakat mengira Pj Kades hanya bisa dievaluasi jika sudah bemasalah dimata hukum saja,” sambut Audiens di Aula DPMD Sampang yang dihadiri puluhan aktifis yang terdiri dari Media dan Lembaga.
Pewarta: Ab