
JAKARTA – Sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan permintaan maaf usai terbukti menerima pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.
Menanggapi Penegak hukum melanggar aturan hukum di rutan KPK, Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) meminta kepada pimpinan KPK Nawawi Pomolango untuk memecat 78 Pegawai KPK dengan tidak hormat dan masukkan penjara.
Karena Pungli merupakan termasuk perbuatan tercela; Yakni tindakan meminta sesuatu berupa uang dan sebagainya kepada seseorang, lembaga atau perusahaan tanpa menuruti peraturan yang lazim apalagi pelakunya sekelas Pegawai KPK ini malah membuat para pelanggar hukum tertawa.
KAKI Menilai 78 Pegawai KPK tidak paham Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Masak sekelas Pegawai KPK tidak paham dengan ketentuan hukum yang dilarang Undang Undang malah berani melawan hukum.
Perlu diketahui Wahai 78 Pegawai Rutan KPK, “Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Lebih lanjut, Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar,” Tegas Aktivis KAKI,” Rabu 28 Februari 2024.
Seperti diberitakan bahwa 78 Pegawai Rutan KPK hanya Sanksi dengan Permintaan maaf yang merupakan tindak lanjut dari Putusan Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK itu disampaikan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/2/2024) kemaren.
Pelaksanaan putusan etik dipimpin oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Anggota Dewas, serta jajaran struktural KPK turut hadir dan menyaksikan eksekusi putusan etik tersebut.
“Permintaan maaf dibacakan langsung oleh para pegawai terkait. Dalam pernyataannya, para pegawai itu mengakui telah melakukan pelanggaran etik dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan,” ujar salah satu perwakilan pegawai terperiksa yang diikuti oleh seluruh terperiksa.
Dalam sambutannya, Sekjen KPK Cahya mengaku berduka dengan penjatuhan sanksi etik ini.
“Saya selaku Insan KPK, merasa prihatin dan berduka karena sebagai dari insan KPK dijatuhi hukuman etik sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai KPK, yaitu integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan,” kata Cahya.
Cahya lantas berpesan agar pemberian sanksi ini dapat membuat insan KPK mampu melaksanakan tugas dan jabatannya, dengan berpedoman pada nilai-nilai dasar KPK.
Selain itu, Cahya juga mengingatkan agar insan KPK mampu menghindari segala bentuk penyimpangan, menjaga organisasi KPK, serta selalu mawas diri.
Dewas KPK sebelumnya menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf langsung secara terbuka terhadap 78 pegawai KPK yang terbukti menerima pungutan liar (pungli) di tiga Rutan KPK.
Sementara itu, 12 pegawai KPK sisanya yang juga diduga terlibat menerima pungli ini diserahkan Dewas kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK.
Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan alasan Dewas menyerahkan 12 pegawai KPK tersebut kepada Sekjen KPK. Belasan pegawai KPK itu melakukan pelanggaran kode etik menjurus tindak pidana pada tahun 2018 saat Dewas KPK belum dibentuk sehingga mereka tidak mempunyai kewenangan.
Tumpak pun mengingatkan pegawai KPK yang saat ini berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bisa dipecat begitu saja atas persoalan etik.
Meskipun begitu, lanjut Tumpak, Dewas KPK merekomendasikan kepada Sekjen KPK untuk memeriksa dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 90 pegawai KPK yang menerima pungli. Dalam pemeriksaan tersebut, Sekjen KPK dapat melakukan pemecatan.
Kasus dugaan pungli terjadi di Rutan KPK cabang K4 (Merah Putih), Rutan KPK cabang C1, dan Pomdam Jaya Guntur, sejak tahun 2018 hingga 2023.
Dewas KPK menaksir total pungli dalam lima tahun tersebut lebih dari Rp6 miliar.
Penulis: Korlip Nasional