JAKARTA- Hosnews.id – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dikecam publik. Bahkan dikabarkan kini Yaqut akan dilaporkan kepolisi karena pernyataannya yang diduga sebagai bentuk penistaan agama.
Pernyataan ini bermula saat Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid harus diatur agar tercipta hubungan yang lebih harmonis dalam kehidupan antarumat beragama. Yaqut pun mengibaratkan gonggongan anjing yang mengganggu hidup bertetangga.
Hal itu dia sampaikan di sela-sela kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Riau Rabu (23/2) merespons pertanyaan pewarta soal surat edaran Menag yang mengatur penggunaan toa di masjid dan musala.
Moh Hosen Ketua Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia ( KAKI ) DPD Bangkalan meminta kepada Presiden ir. Joko Widodo untuk tidak asal mengangkat salah seorang menjadi Menteri Agama.
Meski pintar luar biasa dalam mengungkapkan dalil mempunyai latar belakang kuat, namun jika tidak bisa menempatkan diri itu dinilai kurang baik dan tidak pantas menjabat Menteri Agama.
Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) DPD Bangkalan Madura Jawa Timur menyayangkan pernyataan Menteri Agama yang membuat gaduh publik perihal pengaturan pengeras Suara Toa/Speaker di masjid atau musholla.
Menteri Agama harus paham betul baca situasi dan kondisi jangan asal bunyi (Asbun) didengar khalayak masyarakat. Jika mau ngelucon jangan perihal yang berkaitan dengan Agama carilah tema lain.
Sekali lengah dalam pembicaraan tentang agama tidak menutup kemungkinan pasti ditengarai telah melakukan penistaan Agama. Karena Agama sendiri mengajarkan tujuan yang baik harus disertai dengan cara yang baik pula,” Tegas Hosen (25/02/2022).
Berikut isi pernyataan Menteri Agama Yaqut terkait edaran Menag soal penggunaan toa di masjid dan musala yang belakangan ini menuai kontroversi:
“Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks, misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak?
Apapun suara itu kita atur agar tak jadi gangguan. Speaker di musala masjid monggo silakan dipakai, tapi diatur agar tak ada merasa terganggu. Agar niat penggunaan toa dan speaker sebagai sarana dan wasilah lakukan syiar bisa dilaksanakan tanpa mengganggu mereka yang tak sama dengan keyakinan kita.
Saya kira dukungan juga banyak atas hal ini. Karena alam bawah sadar kita mengakui pasti merasakan bagaimana suara bila tak diatur pasti mengganggu. Truk itu kalau banyak di sekitar kita, kita diam di satu tempat, kemudian ada truk kiri kanan belakang kita, mereka menyalakan mesin bersama-sama kita pasti mengganggu. Suara-suara yang tak diatur itu pasti jadi gangguan buat kita. (SA/Red)