LAMONGAN Jawa Timur, hosnews.id – Sorotan tajam kembali mengarah ke SMP Negeri 3 Lamongan usai munculnya berbagai pemberitaan tentang dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah tersebut. Kali ini, pernyataan keras datang dari Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), melalui Kusnadi, perwakilan Jawa Timur, yang menyoroti dugaan penyimpangan dana dan akuntabilitas manajemen keuangan sekolah negeri.
Dalam keterangannya, Kusnadi menyampaikan keprihatinannya atas maraknya dugaan praktik pungli yang mengemuka, termasuk penahanan kartu ujian siswa karena belum membayar infaq, hingga tarif tak wajar untuk seragam dan jahit baju yang membebani orang tua siswa.
“Sekolah negeri itu sudah banyak mendapatkan fasilitas dari negara, termasuk Dana BOS dan berbagai bantuan lain. Kalau kemudian masih melakukan pungutan-pungutan yang tidak sah, ini namanya akal-akalan pertanggungjawaban. Ini tidak bisa dibenarkan!” tegas Kusnadi, Minggu (18/05/2025).
Kusnadi menambahkan, praktik yang berkedok iuran suka rela atau infak namun diwajibkan, pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap semangat pendidikan gratis. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dan meminta Komisi D DPRD Kabupaten Lamongan serta Dinas Pendidikan untuk tidak tinggal diam.
“Kami minta Komisi D sebagai wakil rakyat jangan hanya duduk manis. Mereka harus bertindak sebagai tangan rakyat yang diberi amanat. Jangan sampai menunggu masalah membusuk baru bergerak,” tegasnya.
Kusnadi bahkan mengingatkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan yang saat ini tengah menjelang masa pensiun untuk tidak meninggalkan warisan buruk dalam dunia pendidikan Lamongan.
“Ini soal tanggung jawab moral. Jangan sampai pensiun dengan meninggalkan jejak kelam atas pembiaran praktik kotor di sekolah negeri,” lanjutnya.
Kepala Sekolah Bungkam, Klarifikasi Dianggap Pembohongan Publik
Sebelumnya, dugaan pungli di SMPN 3 Lamongan menyedot perhatian luas publik usai viralnya kasus penahanan kartu ujian siswa karena belum membayar infak. Bukannya menjawab substansi masalah, klarifikasi sepihak dari pihak sekolah melalui media sosial justru memantik kecaman.
Netizen ramai-ramai menyebut klarifikasi tersebut sebagai “pembohongan publik” dan “pembenaran sepihak”, bahkan muncul dugaan adanya intervensi terhadap akun-akun yang menyebarkan informasi awal terkait kasus ini.
Kepala Sekolah SMPN 3 Lamongan, Kastur, juga menjadi sorotan karena tidak menjawab konfirmasi dari media, baik melalui sambungan telepon maupun pesan WhatsApp. Publik pun menilai sikap ini sebagai tidak kooperatif dan lari dari tanggung jawab.
Netizen Geram: “Sekolah Negeri Jangan Dijadikan ATM!”
Di berbagai platform media sosial, kemarahan masyarakat terus meluas. Sejumlah komentar menyuarakan kekecewaan atas perilaku lembaga pendidikan negeri yang seharusnya menjadi tempat pengabdian, bukan lahan bisnis terselubung.
“Infaq tapi diwajibkan, berarti itu bukan infak. Ini pungli. Sekolah negeri jangan jadi ATM!” – @RakyatPeduli
“Kalau benar dana BOS sudah cukup, kenapa orang tua murid masih dibebani? Ini manipulasi terselubung!” – @JatimBersuara
“Jangan karena menjelang pensiun, kepala dinas tutup mata. Pendidikan itu amanah!” – @AktivisLamongan
Desakan Aksi Nyata dari Pemerintah
Kini publik menanti langkah tegas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, DPRD, dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan pungli dan pelanggaran etika dalam pengelolaan dana pendidikan di SMPN 3 Lamongan. Berbagai bukti kuitansi, tangkapan layar percakapan wali murid, dan posting viral di media sosial telah tersebar luas dan memperkuat tuntutan untuk penindakan.
Pewarta:[Swj/Gondes]
Editor: Redaksi.