JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita uang sekitar Rp1,5 miliar dalam proses penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Bangkalan Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif dan kawan-kawan.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, uang tersebut nantinya akan menjadi bukti dalam proses penyidikan.
“Dari proses penyidikan ini, kami juga telah melakukan penyitaan, di antaranya uang Rp1,5 miliar yang itu menjadi barang bukti tentunya nanti dalam proses penyidikan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dikutip dari Antara pada Sabtu (10/12/2022).
KPK telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. Sebagai penerima ialah Ra Latif.
Adapun pemberi suap, yaitu Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).
Kemudian, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).
Selain itu, kata dia, KPK sampai saat ini juga telah memeriksa 27 saksi dalam penyidikan kasus tersebut.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan kurang lebih 27 orang sebagai saksi,” sebut Ali.
KPK, kata Ali, memastikan bakal terus mendalami dugaan suap tersebut, baik dari keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya.
“Ini tentu akan terus berkembang dan kami juga terus dalami setiap informasi dan data dalam setiap proses penyidikan perkara ini baik dari keterangan saksi-saksi, maupun alat bukti yang telah kami miliki,” terangnya.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Ra Latif selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023 memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan dari para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.
Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan atas perintah tersangka Ra Latif membuka formasi seleksi pada beberapa posisi ditingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.
Melalui orang kepercayaannya, tersangka RALAI kemudian meminta komitmen “fee” berupa uang pada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.
Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka Ra Latif, yaitu tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH.
Adapun besaran komitmen “fee” yang diberikan dan diterima tersangka Ra Latif melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.
KPK menduga besaran nilai komitmen “fee” tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta-Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka Ra Latif.
Selain itu, KPK juga menduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh tersangka Ra Latif karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran “fee” sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.
Sedangkan, jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka Ra Latif melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp5,3 miliar.
KPK mengungkapkan penggunaan uang yang diterima tersangka Ra Latif tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas.
Selain itu, kata dia, tersangka Ra Latif juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi. Hal itu akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik.
“Menanggapi pemberitaan, Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) menilai kinerja KPK aneh, uang sitaan Rp 1,5 miliar itu uang apa ? Dalam artian uang dari barang bukti lelang jabatan apa uang barang bukti dari fee proyek.
Jika itu barang bukti Fee Proyek apa hubungannya dengan dugaan kasus jual beli lelang jabatan. Ini ada ke anehan luar biasa dalam penyidikan KPK.
Seharusnya KPK terbuka dan adil dalam penanganan kasus dugaan jual beli jabatan di kabupaten Bangkalan.
Jika yang disangkakan jual beli jabatan namun barang bukti dar fee proyek ini apa maksudnya. Seperti ada dugaan permainan lempar batu sembunyi anggaran di masa Penyidikan.
Semoga dalam penanganan kasus dugaan jual beli jabatan dibangkalan tidak menjadi“industri hukum” yakni tindakan yang dilakukan untuk satu kepentingan orang yang hendak mengambil keuntungan dari suatu proses hukum.
Kami harap Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ikut andil dalam memantau kinerja Penyidik KPK yang dinilai aneh dalam masa Penyidikan. Karena dalam pemberitaan Ali Fikri kepala bagian juru bicara KPK tidak menjelaskan hasil sitaan Rp 1,5 Miliar itu uang dalam perkara apa, dari mana dan dari siapa sumbernya.
Sebelumnya Ali Fikri menyebutkan, jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka Ra Latif melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp 5,3 miliar. Sedangkan penahanan dilakukan KPK berdasarkan barang bukti Rp 1,5 miliar ini terkesan tidak nyambung,” ungkap Aktivis KAKI, Ahad (11/12/2022).
Penulis : Hosnews
