Ketua KAKI Jatim Katakan Korupsi Sulit Diberantas Selama Masih Ada Koruptor

SURABAYA – Moh Hosen Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur mengatakan bahwa Korupsi tidak akan bisa diberantas selama masih ada Koruptor. Dalam artian apapun sistem program pemerintah untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan Korupsi itu percuma kalau pelakunya masih berperan aktif.

Diketahui Korupsi adalah suatu tindakan yang melawan hukum, dilakukan dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Tindakan ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan yang diberikan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kepentingan lain yang tidak sah,” Kata Hosen KAKI, Rabu (23/04/2025).

“Istilah korupsi tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia dibaca di media cetak, ditonton di televisi atau didengar di radio, istilah korupsi seakan tak lepas dari kehidupan kita – tentu bukan hal yang patut dibanggakan. Tapi apakah kita betul-betul paham pengertian korupsi dan pengertian antikorupsi. Karena bukan cuma menilap uang negara, ada hal-hal lain yang masuk dalam kategori korupsi,” papar Hosen KAKI.

Korupsi bisa juga dikatakan perbuatan yang mengesampingkan kepentingan umum demi kepentingan pribadi atau kelompok, termasuk tindakan yang menyalahi norma, tugas, dan kemakmuran umum, serta tindakan yang dirahasiakan, pengkhianatan, penipuan, dan ketidakjujuran.

Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain .Tindakan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran, dengan maksud mendapatkan keuntungan yang tidak sah,” terangnya.

Sedangkan Koruptor adalah individu yang melakukan atau terlibat dalam praktik korupsi, yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan, uang, atau sumber daya publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Koruptor dapat berupa individu yang memiliki jabatan, atau orang biasa yang bekerja sama dengan orang yang berwenang dalam melakukan korupsi. 

“Hosen KAKI Jatim menegaskan, bahwa Koruptor sulit ditiadakan apalagi sudah terbentuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-undang ini juga dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),” ujar Hosen KAKI.

“Kendati demikian, Kalau tidak ada Korupsi maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan tutup karena tidak ada kerjaan, begitu juga dengan Kejaksaan tidak pidana khusus (Pidsus) maupun Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor Polri) hanya tinggal nama saja dan tidak berfungsi. Pasalnya kebanyakan Korupsi dilakukan Bukan hanya karena niat melainkan Kesempatan kerakusan ketamaan Keserakahan dan itu wajar sebagai manusia tidak ada yang sempurna.

Para Penegak Hukum tindak pidana Korupsi jangan terlalu benci dengan Para Koruptor, karena tanpa mereka tidak mungkin punya pekerjaan khusus dari pemerintah. Dalam artian meskipun penyalahgunaan keuangan dilarang tapi biasa saja dalam menyikapi penanganan tindak pidana Korupsi. Karena Koruptor yang ditangani bukan orang asing melainkan bangsa sendiri yang lagi khilaf dalam perbuatannya,” tandas Hosen KAKI.

Bagaimanapun apa yang terjadi didunia ini pasti ada hikmahnya dan dengan adanya Korupsi terbentuklah Lembaga Antirusuah yang terkenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andaikata di Negara Indonesia tidak ada Korupsi atau Koruptor maka Para Pegiat Antikorupsi pun tidak mungkin ada kegiatan dan pemerintah kelihatan sepi tanpa Aksi demonstrasi,” dalih Hosen KAKI.

Ada tujuh jenis korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah: kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. 

Adapun masing-masing jenis tujuh korupsi tersebut:

  1. Kerugian Keuangan Negara:
    Tindakan yang mengakibatkan kerugian bagi negara, seperti penyalahgunaan anggaran atau aset negara. 
  2. Suap-menyuap:
    Memberikan atau menerima sesuatu (uang, barang, jasa, dll.) untuk memengaruhi tindakan atau keputusan pejabat publik. 
  3. Penggelapan dalam Jabatan:
    Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik untuk menggelapkan uang atau barang yang dipercayakan. 
  4. Pemerasan:
    Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu (uang, barang, jasa, dll.) dengan menggunakan kekuasaan atau kedudukan. 
  5. Perbuatan Curang:
    Tindakan kecurangan dalam proses pengadaan atau pelaksanaan proyek yang merugikan negara atau masyarakat.
  6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan:
    Situasi di mana seseorang memiliki kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi keputusan dalam proses pengadaan barang atau jasa. 
  7. Gratifikasi:
    Pemberian atau janji yang tidak sah yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatannya. 

Demikian jenis tujuh korupsi yang selalu terjadi di kepemerintahan Republik Indonesia dan sulit untuk diberantas secara tuntas totalitas karena tidak lepas dari sistem pengelola kerugian keuangan yang dikembalikan kepada Khas Negara,” ungkap Hosen Ketua KAKI Jatim. (Kusnadi)

Presiden Prabowo Subianto

Jaksa Agung Burhanuddin

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Baca Lainya :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img