JAKARTA – Wahyu Setiawan Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi Pergantian Antarwaktu (PAW) Caleg DPR RI 2019-2024 yang menjerat Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku.
Berdasarkan pantauan wartawan, Wahyu Setiawan telah datang ke Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 12.33 WIB. Terlihat dia datang dengan memakai kemeja warna cokelat sambil menggendong tas hitam.
Wahyu Setiawan belum bisa menyampaikan lebih lanjut soal pemeriksaan dirinya kali ini. Dia juga belum merinci materi pemeriksaan yang akan ditanyakan oleh penyidik KPK nantinya. “Sabarlah, nanti kita ketemu lagi,” papar Wahyu kepada wartawan di KPK, Senin (6/01/2025).
Sebenarnya, pemeriksaan terhadap Wahyu sebagai saksi dalam kasus suap yang melibatkan Hasto dilakukan pada pada Kamis (2/1/2025) kemarin. Hanya saja dia berhalangan hadir dan meminta penjadwalan ulang.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama WS mantan anggota KPU periode 2017-2022,” ujar Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (02/01/2025).
“Pemeriksaan terhadap Wahyu, sejatinya bukan hanya kali ini saja terjadi. ia juga sempat diperiksa penyidik untuk kasus perburuan Harun Masiku. Pada saat pemeriksaan itu, Wahyu mengaku dicecar ikhwal keberadaan Harun. Dia juga menyatakan kesiapannya membantu KPK untuk mencari Harun.
Sebagiamana diketahui Hasto terjerat dua kasus sekaligus dalam perkara Harun Masiku. Pertama, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku melalui mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Hal tersebut sebagaimana dalam surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan pada 23 Desember 2024.
“Dengan uraian Sprindik perkara tipikor yang dilakukan tersangka HK (Hasto Kristiyanto) bersama HM (Harun Masiku) dan kawan-kawan berupa pemberian hadiah dan janji ke Wahyu, selaku anggota KPU bersama dengan Agustiani terkait penetapan anggota DPR RI,” Kata Ketua KPK Setyo Budiyanto Rabu (24/12/2024).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan peran Hasto dalam kasus penyuapan ini berawal dari keinginan Hasto menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI menggantikan Nazarudin Kiemas pemenang Pileg Sumatera Selatan (Sumsel) 1 yang meninggal dunia.
Pada waktu Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, Nazarudin Kiemas yang mendapatkan suara tertinggi di Dapil 1 Sumsel meninggal dunia. Berdasarkan aturan, posisi Nazarudin diisi caleg yang mengantongi suara tertinggi setelahnya.
Riezky Aprilia merupakan caleg yang memenuhi syarat tersebut. Dia berhasil mengantongi suara 44.402. Sementara Harun Masiku hanya 5.878 suara.
Namun ada upaya-upaya dari saudara HK (Hasto Kristiyanto) untuk berusaha memenangkan HM (Harun Masiku) melalui upaya-upaya,” kata Setyo.
Upaya Hasto itu di antaranya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Judicial review itu diajukan pada 5 Agustus 2019 perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Juudicial Review.
Sebelumnya MA mengeluarkan putusan, KPU tidak mau melaksanakan. Tak patah arang, Hasto meminta fatwa kepada MA. Selain upaya itu, Hasto juga meminta agar Riezky Aprilia mengundurkan diri agar posisinya diisi Harun Masiku. “Namun upaya tersebut ditolak oleh saudara Riezky Aprilia,” kata Setyo.
Tak mau menyerah, Hasto memerintahkan Saiful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Lagi-lagi upaya itu ditolak Riezky Aprilia.
Kemudian setelah pelantikan anggota DPR RI, Hasto kembali meminta Riezky Aprilia untuk mundur. Karena upaya itu tak membuahkan hasil, Hasto bersama Harun Masiku dan DTI mencoba menyuap Wahyu Setiawan.
Pasalnya pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan untuk menyampaikan dua hal. Pertama, meminta agar Maria Lestari dari dapil 1 Kalbar agar diloloskan sebagai anggota DPR. Kedua, meminta agar Harun Masiku dari dapil 1 Sumsel mengganti Riezky Aprilia dan yang berhasil hanya Kalbar,” Imbuh Setyo.
Ketua KPK Setyo Budiyanto melanjutkan, berdasarkan hasil penyidikan KPK, sebagian uang suap terhadap Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Orang kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu juga berperan mengatur dan mengendalikan Saiful Bahri dan DTI untuk menyuap Wahyu Setiawan.
“Saudara HK mengatur dan mengendalikan saudara DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel,” tegas Setyo.
Selain kasus suap, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana lain yakni menghalangi penyidikan atau obstruction of justice. Dalam perkara ini, Hasto sempat memerintahkan Harun untuk menghilangkan jejak dengan merendam handphone dan melarikan diri.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, saudara HK memerintahkan Nur Hasan (penjaga rumah aspirasi Jalan Sutan Syahrir no 12 A yang biasa digunakan kantor oleh saudara HK) untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Atas perbuatannya tersebut, Hasto dinyatakan sebagai tersangka. Dia dinilai dengan sengaja mencegah, merintangi upaya penyidikan yang dilakukan KPK.
Diketahui KPK telah mengeluarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto dan kawan-kawan.
Yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku bersama-sama dengan Saeful Bahri berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Wahyu Setiawan. (Kusnadi)