BOJONEGORO, hosnews.id – 31 Oktober 2025 — Dunia konstruksi di Kabupaten Bojonegoro kembali diguncang kabar mengejutkan. Hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Timur menemukan adanya dugaan manipulasi dan potensi korupsi dalam pelaksanaan sejumlah proyek pekerjaan konstruksi tahun anggaran 2024 di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PUSDA) Bojonegoro.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan (LHP) Nomor 57/LHP/XVIII SBY/12/2024 tertanggal 19 Desember 2024, yang mengungkap adanya kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian spesifikasi teknis, serta potensi kelebihan bayar bernilai miliaran rupiah.
Temuan Mengejutkan: Potensi Kerugian Negara Capai Rp10,35 Miliar
Dalam laporan tersebut, BPK mencatat sedikitnya 46 paket pekerjaan konstruksi di Dinas PUSDA mengalami kejanggalan. Rinciannya, 25 paket pekerjaan terbukti mengalami kelebihan pembayaran sebesar Rp1.747.360.628,00, sementara 41 paket lainnya berpotensi menimbulkan kelebihan bayar hingga Rp8.608.492.461,88.
Adapun rincian hasil pemeriksaan menunjukkan:
Bidang Air Baku Irigasi: 3 paket pekerjaan dengan total kontrak Rp4,3 miliar dan kekurangan volume senilai Rp101,8 juta.
Bidang Pendayagunaan SDA: 2 paket pekerjaan senilai Rp693 juta dengan kekurangan volume Rp19,9 juta.
Total potensi ketidaksesuaian mencapai Rp121.876.819,50 hanya pada dua bidang tersebut, sementara temuan keseluruhan Dinas PUSDA menunjukkan indikasi praktik ketidakpatuhan serius terhadap peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
BPK Tegaskan Pelanggaran Regulasi dan Kewajiban Ganti Rugi
BPK menilai kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, terutama pada Pasal 27 dan Pasal 78, yang mengatur kewajiban penyedia dan sanksi administratif jika ditemukan kekeliruan volume atau spesifikasi pekerjaan.
Selain itu, pelanggaran juga bertentangan dengan Surat Perjanjian antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan penyedia jasa, yang seharusnya menjamin seluruh volume dan spesifikasi teknis sesuai kontrak.
BPK menegaskan, berdasarkan regulasi yang berlaku, pengembalian kerugian negara tidak serta-merta menghapus unsur pidana korupsi. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara tegas menyatakan:
“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.”
Dengan demikian, meskipun Dinas PUSDA atau pihak terkait telah melakukan tindak lanjut berupa pengembalian kerugian, potensi proses hukum tetap terbuka apabila ditemukan unsur kesengajaan atau penyalahgunaan wewenang.
Kurangnya Pengawasan dan Dugaan Manipulasi Volume
BPK menilai akar persoalan utama berasal dari lemahnya pengawasan dan pengendalian internal. Kepala perangkat daerah dinilai belum optimal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak, sementara PPK disebut tidak melakukan pemantauan volume pekerjaan dan spesifikasi teknis secara memadai.
Hal ini membuka peluang terjadinya manipulasi volume pekerjaan, mark-up nilai proyek, serta pembayaran tidak sesuai realisasi lapangan — praktik yang dalam hukum administrasi keuangan negara dapat dikategorikan sebagai penyimpangan keuangan negara dan berpotensi tipikor.
🗣️ Klarifikasi Dinas PUSDA: Sudah Ditindaklanjuti
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PUSDA) Bojonegoro, Helmy Elisabeth, memberikan tanggapan atas temuan BPK tersebut.
“Setelah saya konfirmasi ke bidang yang menangani kegiatan sebagaimana yang ada dalam temuan BPK, semua sudah ditindaklanjuti dan sudah disampaikan kembali kepada BPK melalui Inspektorat,” ujar Helmy kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).
Namun, berdasarkan ketentuan hukum, meski tindak lanjut administratif dilakukan, pengembalian kerugian tidak menghapus potensi pidana, terutama jika ada unsur kelalaian, rekayasa laporan, atau ketidaksesuaian spesifikasi yang disengaja.
Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum
Sejumlah pemerhati kebijakan publik di Bojonegoro menyerukan agar temuan BPK ini tidak berhenti di tahap administratif semata. Mereka meminta BPKP, Inspektorat, dan Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, untuk menelusuri dugaan praktik korupsi sistematis dalam proyek konstruksi yang dikelola Dinas PUSDA.
Langkah penegakan hukum dinilai penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah, sekaligus memberi efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba bermain di balik proyek infrastruktur publik.
Kesimpulan
Temuan BPK atas proyek konstruksi di Dinas PUSDA Bojonegoro menjadi peringatan keras bahwa transparansi dan integritas pengelolaan anggaran publik masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah.
Dengan potensi kelebihan bayar mencapai Rp10,35 miliar, publik kini menantikan tindak lanjut nyata dari Inspektorat, BPKP, dan aparat penegak hukum agar setiap rupiah uang rakyat benar-benar digunakan sesuai amanah undang-undang dan kebutuhan masyarakat.
Pewarta: (Kus)
Editor: Redaksi.
Tag:
