BALI INDONESIA – Nyoman Tirtawan sebagai perwakilan 55 warga masyarakat yang menguasai dan menggarap tanah batu ampar mengajukan pengaduan kepada Menteri dalam Negeri perihal sangketa/konfilik tanah hak milik 55 warga masyarakat batu ampar yang terletak di Desa Pejara Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.(15/1/2023)
Raman dan kawan – kawan sebanyak 55 orang masyarakat batu ampar telah menguasai dan menggarap tanah Negara secara terus menerus tampa terputus dengan terbuka dan dengan etikat baik, sejak dari tahun 1959 dan/atau sebelum tahun 1960 dan/atau sebelum berlakunya UU No.5/1960 atau penguasaannya telah berlangsung selama 20 tahun lebih tanpa pernah ada gangguan serta tidak pernah dialihkan hak kepada pihak lain sesuai dengan surat keterangan perbekal Desa Pejarakan tanggal 28 November 1980 yang diketahui oleh Camat yang bersangkutan, hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa pemilikan tanah pada tahun 1959.
Berikut bukti kepemilikan tanah milik Sutra seluas 15.000 m² berdasarkan bukti kepemilikan surat tanda pendaftaran sementara tanah milik Indonesia yang dikeluarkan oleh kepala Djawatan pendaftaran dan pajak penghasilan tanah milik Indonesia, tertanggal 15 maret 1959 terletak di dusun Banyuwedang Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
Tanah milik Atrabi seluas 15.000 m² berdasarkan bukti pemilikan surat tanah pendaftaran sementara tanah milik Indonesia yang dikeluarkan oleh kepala Djawatan pendaftaran dan pajak pengahasilan tanah milik Indonesia tertanggal 15 maret 1959 terletak di dusun Banyuwedang Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng.
Tanah milik seluas 15.000 m2 berdasarkan bukti pemilikan surat
Tanda Pendaftaran Sementara tanah Milik Indonesia yang dikeluarkan oleh Kepala Djawatan Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia,
tertanggal 15 Maret 1959, terletak di Dusun Banyuwedang, Desa Pejarakan,
Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. SK Ijin Hak Pakai Sementara, No.I/1963 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Agraria Daerah Bali Utara pada tanggal 1 Agustus 1963 atas nama RAHNAWI.
Atas hal diatas tersebut maka masyarakat tertanggal 22 September 1981
mengajukan permohonan untuk memperoleh hak milik atas tanah Negara
tersebut.
Oleh karena 55 warga masyarakat Batu Ampar tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh hak milik maka kemudian Menteri Dalam Negeri Direktur Jenderal
Agraria Atas Nama Muhammad Isa mengabulkan dan/atau memberikan Hak Milik atas
sebidang tanah Negara yang letak dan luasnya sebagaimana dimaksud kepada 55
warga masyarakat Batu Ampar tersebut sesuai surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor : SK.171/HM/DA/82 tanggal 9 Desember 1982 (Bukti Terlampir L-2)
Selanjutnya berdasarkan Sk Gubernur Kepala Daerah TK I Bali Cq.Kepala
Direktorat Agraria No.129/HM/DA/BLL/1982 diterbitkan Sertifikat tanah Hak Milik
Atas nama KETUT SALIN dengan SHM no.229 Luas Tanah : 5.500 m² dimana saat ini tanah tersebut telah dijual kepada I Nyoman
Parwata sesuai Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 763.
Setelah itu juga terbit Sertifikat Hak Milik atas nama MARWIYAH (SHM)
nomor 240 Luas Tanah : 7.300 m² berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah TK I Bali Cq. Kepala Direktorat Agraria No.140/HM/DA/BLL/1982 yang saat ini telah
dijual kepada I Nyoman Parwata tanggal 28 Maret 1992 Sertifikat Hak Milik
(SHM) nomor 7643. Bahwa hal tersebut diperkuat lagi dengan rekomendasi Bupati Buleleng tertanggal 10
Juni 2008 yang telah memberikan rekomendasi kepada 6 masyarakat Batu
Ampar yang menggugat di Pengadilan Negeri Singaraja untuk mengajukan
permohonan hak atas tanah tersebut.
Bahwa atas penguasaan dan penggarapan tanah tersebut 6 masyarakat Batu Ampar
masing-masing telah memenuhi kewajibannnya untuk membayar pajaknya dan telah
memiliki SPPT atas nama masing-masing 6 warga masyarakat Batu Ampar tersebut.
Kemudian pada tahun 2010, dalam gugatan di Pengadilan Negeri Singaraja, 6 masyarakat Batu Ampar yang sebagai Penggugat tersebut dimenangkan
dan/atau dikuatkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Singaraja tertanggal 12
Juli 2010 yang beberapa isi putusan sebagai berikut.
“tanah sengketa adalah sah sebagai tanah Negara bebas, yang telah
dikuasai dan dikerjakan oleh Para Penggugat yang dipergunakan untuk
tanah pertanian sejak dari sebelum tahun 1960 dan/atau telah dikuasai
serta dikerjakan selama 20 (dua puluh ) tahun lebih, secara berturutturut dengan terbuka dan dengan itikad baik”
“menyatakan hukum Para Penggugat mempunyai Hak Prioritas untuk
mengajukan Permohonan Hak atas tanah sengketa kepada Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Buleleng dan/atau kepada
instansi/Pejabat yang sah dan berwenang untuk itu” ucap Nyoman.
Warga masyarakat Batu Ampar yang sudah memiliki tanah berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 9 Desember 1982 dan Rekomendasi Bupati
yang menjabat pada tanggal 10 Juni 2008 atas nama Drs.Putu Bagiada dan
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Singaraja tanggal 12 Juli 2010 seperti yang sudah diuraikan pada poin diatas tersebut dikejutkan dengan adanya
surat Surat Sekretariat Daerah Ir.Dewa Ketut Puspaka,MP___ Nomor
590/200/Pem, Lamp 2 (dua) perihal ; HPL No.1/Desa Pejarakan Kepada Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Buleleng di Singaraja yang mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan Aset Pemerintah Kabupaten Buleleng seluas 450.000 m2 sesuai dalam
poin nomor 2 dalam surat Sekda tersebut menyatakan “Bahwa Bidang tanah Hak
Pengelolaan Nomor 1/Desa Pejarakan tersebut diatas telah dicatatkan pada
Rekapitulaisi Kartu Inventarisasi Barang (KIB) A tanah sebagai tanah Aset Pemerintah
Kabupaten Buleleng berdasarkan pembelian Rp. 0,- (Nol) Rupiah”. Lanjutnya
Masyarakat tidak pernah menjual tanah tersebut
kepada siapapun termasuk Pemerintah Kabupaten Buleleng dengan harga Rp. 0
(Nol) Rupiah pada saat periode Bupati tahun 2017 s/d tahun 2022__Putu Agus
Suradnyana, kami menduga adanya oknum-oknum penguasa
Pemerintah Kabupaten Buleleng termasuk (mafia tanah) Badan Pertanahan Buleleng
yang dalam menerbitkan sertifikat tidak menyesuaikan dengan Aturan Pasal 6 Ayat 1 Permen ATR 21 Tahun 2020 sehingga mengakibatkan adanya sertifikat tanah ganda atau tumpang tindih (overlapping) yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat Batu
Ampar Sekaligus ketidakpastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak
dan telah melanggar UU 30 Tahun 2014 tentang Azas pemerintahan yang baik.
Tanah yang dinyatakan aset Pemkab seluas 450.000 m² atas pembelian Nol rupiah sesuai poin diatas tersebut kami menduga adanya
penyalahgunaan wewenang atau kesewenang-wenangan dalam penerbitan izin atau
hak yang berakibat pada perampasan tanah masyarakat tanpa memperhatikan
Putusan Kementerian Dalam Negeri Tanggal 9 Desember 1982 Nomor :
SK.171/HM/DA/82, serta surat Bupati pada tanggal 10 juni 2008 dan Putusan
Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 59/PDT.G/2010/PN.SGR tanggal 12 Juli 2010.
Adapun data-data Bundel pemilikan tanah warga pada tahun 1959 atau sebelum tahun 1960.
Bundel Pemilikan tanah warga masyarakat berikut SPPT dan Rekomendasi
Bupati Tanggal 10 Juni 2008, dan berlandaskan SK Menteri Dalam Negeri tanggal 9
Desember 1982 Nomor : SK.171/HM/DA/82.
Putusan Pengadilan Negeri Singaraja tahun 12 Juli 2010 dan surat Berita Acara
eksekusi Pengosongan Lahan Dan Penyerahan tertanggal 28 Januari 2014.
Surat Sekretariat Daerah Nomor 590/200/Pem tertanggal 21 Januari 2015.
Penulis : Netti Herawati, SE