Ad

PEMERKOSAAN DEMOKRASI BANGKALAN KRISIS KEPEMIMPINAN

BANGKALAN – Menjelang Pesta Pemilu 2024 semakin hari kian semakin dekat, banyak yang menyambut baik dan antusiasme tinggi masyarakat, pergantian pemimpin sudah banyak diperbincangkan dan dipertimbangkan oleh para lakon partai politik dan dimusyawarahkan secara mufakat.

Masa-masa pilkades yang begitu menegangkan sudah selesai dan menemui titik akurat. terlebih di bangkalan yang saat ini dalam masa-maaa darurat, hal itu bisa dilihat dari berbagai persoalan yang terjadi di lembaga pemerintahan Bangkalan yang semakin hari semakin jelas terlihat.

   Ditetapkannya Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (Nonaktif) sebagai tersangka kasus jual beli jabatan semakin menambah nilai negatif masyarakat (08 Desember 2022). Bahkan bisa dikatakan pemerkosaan demokrasi Bangkalan krisis kepemimpinan, terbukti tiga periode kepemimpinan selalu berakhir di sel tahanan yang sangat mengecewakan hati masyarakat. Apalagi ketiganya masih dalam lingkaran keluarga yang mempunyai nilai karismatik yang kuat.

Suatu kekuasaan yang berkutat pada lingkaran keluarga semacam ini disebut Monarki yang tak bisa diterima oleh akal sehat, kekuasaan secara turun temurun yang entah putra mahkota mana lagi yang akan melanjutkan kekuasaan bak kerajaan tak berdaulat. Terlepas apakah secara kapasitas dan kapabilitas layak untuk jadi pemimpin rakyat.

“Tak heran jika banyak muncul persepsi masyarakat bahwa bangkalan merupakan kerajaan berbalut demokrasi yang tak lagi sehat, apakah periode yang akan datang kembali membuat hati masyarakat tersayat, dan menambah kekecewaan yang teramat sangat.

Lantas siapakah yang dapat mengobati rasa kekecewaan dan mengembalikan kepercayaan hati rakyat. Terlebih di Bangkalan yang dikenal sebagai tempat guru para ulama nusantara yang terkenal keramat, namun sampai saat ini belum menemukan sosok pemimpin yang tepat sebagaimana kita harap.

Menurut salah satu tokoh besar (Abraham Lincoln) demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Disisi lain kesadaran demokrasi masyarakat sangat rendah alias tidak sehat, memilih bukan dilihat dari kualitas dan kapabilitas para calon terhebat, tapi dari seberapa banyak menerima uang dari kandidat terkuat.

Bahkan rela menukar nasib lima tahun kedepan hanya beberapa lembar uang yang ia dapat, tak heran jika kualitas pemimpin yang terpilih selalu jauh dari ekspektasi yang kita inginkan.

Namun hal ini tak jauh dari keterlibatan KPU dan Bawaslu yang seharusnya murni independen dalam mengatasi tradisi yang lumarah terjadi di masyarakat. Praktik money politik seakan-akan sudah menjadi keharusan bagi para kandidat calon untuk mendapatkan kursi terkuat.

Penulis: Veni Ayunita

Baca Lainya :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img