LAMONGAN, hosnews.id – Proyek irigasi Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) senilai Rp195 juta di Desa Babatkumpul, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, menuai kritik tajam. Temuan di lapangan memperlihatkan pengerjaan diduga tidak sesuai standar, pekerja mengabaikan keselamatan kerja, hingga penggunaan material yang dipertanyakan mutunya. Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur menilai proyek yang dibiayai APBN 2025 itu berpotensi sarat penyimpangan dan korupsi.
Pekerjaan Abaikan Keselamatan Kerja
Proyek yang dilaksanakan secara swakelola oleh HIPPA/P3A Tani Maju tersebut, berdasarkan aturan, wajib mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Namun, pantauan di lapangan menunjukkan para pekerja justru mengabaikan kewajiban tersebut.
Tidak satu pun pekerja terlihat menggunakan alat pelindung diri (APD), mulai dari helm, rompi, hingga sepatu keselamatan. Padahal, peringatan penggunaan APD sudah jelas tercantum dalam papan proyek.
Material Diduga Tidak Sesuai Standar
Selain aspek K3, persoalan kualitas material juga menjadi sorotan. Batu yang digunakan tampak bercampur dengan kapur atau pedel, sedangkan pasir yang dipakai menyerupai pasir kali biasa. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya penurunan standar mutu yang akan berdampak pada daya tahan bangunan.
Di sejumlah titik lokasi pengerjaan tembok penahan tanah (TPT), juga terlihat genangan air. Situasi ini dikhawatirkan melemahkan konstruksi dan menimbulkan kerusakan dini, yang mengindikasikan pengerjaan tidak sepenuhnya sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Respons Pekerja di Lapangan
Saat dikonfirmasi terkait pelaksanaan proyek, seorang pekerja memberikan jawaban di luar dugaan.
“Proyeknya Mubin. Kalau pengen itu kamu hubungi Mas Mubin. Untuk materialnya dari adiknya Muhaimin. Panjangnya 176, ada ukuran yang beda soalnya untuk mengimbangkan jalan. Awalnya sama ukuran tapi di lempar ke yang lain,”ujar pekerja pada September 2025.
Jawaban tersebut justru semakin mempertegas dugaan adanya praktik kolusi, nepotisme, dan ketertutupan informasi serta lemahnya pengawasan dalam penggunaan dana APBN, dan juga potensi campur tangan pihak tertentu dalam pengadaan material tersebut, dalam swakelola proyek, yang seharusnya dilakukan secara transparan dan bebas dari praktik semacam “pihak ketiga terselubung”.
Aktivis KAKI Desak Investigasi
Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur, Kusnadi, menilai temuan di lapangan menunjukkan adanya dugaan serius penyimpangan dalam proyek ini.
“Proyek dengan anggaran negara sebesar itu seharusnya dikerjakan secara profesional dan transparan. Fakta adanya pekerja tanpa APD, kualitas material yang diragukan, hingga indikasi tidak sesuai RAB, bahkan sampai ada dugaan praktik kolusi nepotisme dari pihak ke tiga, ini jelas mengarah pada dugaan penyimpangan dan potensi korupsi. KAKI mendesak aparat penegak hukum dan inspektorat terkait segera turun tangan melakukan investigasi,” tegas Kusnadi (30/09/2025).
Publik Wajar Pertanyakan Transparansi
Dengan nilai anggaran mencapai Rp195 juta dari APBN, publik berhak mempertanyakan akuntabilitas pelaksana proyek. Alih-alih memperkuat tata guna air irigasi di daerah, pengerjaan yang terindikasi bermasalah ini justru berpotensi menjadi bom waktu kegagalan konstruksi dan kebocoran uang negara.
Sampai berita ini di tanyakan, klompok HIPPA/P3A Tani Maju belum dapat di konfirmasi dan juga pihak terkait program tersebut.
🔴 Pewarta: [Swj/Timhosnews]
🔴 Editor: Redaksi.
