Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Usmani di Turki Hingga Indonesia

Sejarah Peradaban Islam

kata sejarah berasal dari bahasa Arab “Syajaratun”, artinya pohon. Apabila digambarkan secara sistematik, sejarah hampir sama dengan pohon, memiliki cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan berkembang, lalu layu dan tumbang. Demikian pula peristiwa- peristiwa yang terjadi dalam sejarah peradaban Islam yang mengalami masa pertumbuhan, perkembangan, lalu kemunduran dan kehancuran.

Kata Sejarah Peradaban Islam secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang bermakna ketentuan masa atau waktu, sedang ilmu tarikh berarti ilmu yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Literatur Inggris menyebut sejarah dengan istilah history, yang berarti pengalaman masa lampau dari umat manusia.

Adapun secara terminologi berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Kata tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah masehi dipakai sebutan sebelum atau sesudah tarikh masehi.

Kemudian yang dimaksud dengan ilmu tarikh ialah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan umat (Cholil, 1969: 15).

Sejarawan Muslim Ibnu Khaldun mendefinisikan sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia; tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat, seperti keliaran, keramahtamahan, dan solidaritas golongan; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan

rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacam- macam; tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam- macam cabang ilmu pengetahuan dan keahlian; dan pada umumnya tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri (Affandi, 1993: 4).

Sayyid Quthub (2005: 18) menjelaskan bahwa sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.

Demikian juga menurut Sidi Gazalba (1966: 11),

sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu itu. Kajian sejarah masih terlalu luas lingkupnya sehingga menuntut suatu pembatasan.

Oleh karena itu, sejarah haruslah diartikan sebagai tindakan manusia dalam jangka waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan di tempat tertentu. Dengan demikian, muncullah kajian sejarah suku bangsa tertentu, di tempat tertentu, atau pada zaman tertentu. Seperti sejarah bangsa Eropa, sejarah Yunani, sejarah Islam, sejarah Islam abad pertengahan, sejarah Islam di Spanyol, dan sebagainya.

Sejarah Peradaban Islam mencakup perjalanan hidup manusia dalam mengisi perkembangan dunia dari masa ke masa. Setiap sejarah mempunyai arti dan bernilai, sehingga manusia dapat membuat sejarah sendiri dan sejarahpun membentuk manusia.

Menggunakan sejarah sebagai bahan hidup akan menimbulkan berbagai macam analisis dalam suasana budaya sejarah tersebut.

Sejarah itu kembali berulang membawa peristiwa lama dan sama. Sejarah mempunyai arti dan memberi arti di mana manusia itu

bagaikan dunia yang berputar di sekeliling dirinya sendiri. Sejarah Peradaban Islam ditulis dijadikan sebagai gambaran atau sebagai guru yang memberikan penuntun. Al-Qur’an antara lain menjelaskan kisah-kisah sebagai tauladan (uswatun hasanah) untuk dijadikan dasar pertimbangan bagi umat manusia dalam setiap tindakan maupun sikap. Ada kalanya sejarah merupakan laporan, teguran yang lembut dan keras bagi umat manusia yang membacanya; menjadi sesuatu yang mengecewakan atau merugikan agar tidak terulang lagi.

Oleh karena itu, Sejarah Peradaban Islam tersebut hendaknya diinterpretasikan ke dalam zaman sekarang apakah sesuai atau tidak sebagai bahan pertimbangan untuk berpegang pada sejarah. Sejarah Islam sangat erat dengan Islam sebagai agama penuntun maupun petunjuk bagi umat Islam sehingga Islam dalam sejarah memberikan arti lebih penting bahkan menentukan kehidupan umat manusia.

Peranan agama dalam kehidupan manusia mempunyai arti sebagai peraturan dalam kehidupan, baik kehidupan dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, sejarah Islam yang sebenarnya berpangkal dan bersumber dari al- Qur’an dan hadits. Karena din mempunyai arti mendalam yang lebih daripada hanya yang dapat dicakup dalam agama, igama atau ugama (Amin, 2015: 3).

Dengan demikian, pengertian Sejarah Peradaban Islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam dari satu waktu ke waktu lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai sekarang.

Menurut Amin (2015: 4), dalam mengkaji sejarah, hendaknya melakukan tiga langkah untuk mengembangkan peradaban Islam dengan empat hal, yaitu sebagai berikut:

1) Konstruksi, artinya apakah sejarah yang berlaku dahulu yang masih berkaitan disusun, dipahami, dihayati, dan dicerna.
2) Interpretasi, artinya sejarah yang berkaitan dengan yang masih berlaku ini apakah masih dapat dijadikan pedoman dan apakah masih perlu dikembangkan atau perlu dihilangkan.
3) Transformasi, artinya sejarah perlu ditransfer dan dikembangkan agar mampu mengisi tuntutan globalisasi.

4) Rekontruksi, artinya melakukan kontruksi ulang secara runtut dan sistematik agar ada keserasian dan kesesuaian dengan zaman bahwa tuntutan global hendaknya mampu menyediakan model peradaban Islam dengan tujuan mampu menghadapi masalah lokal dan global.

Hubungan Kebudayaan dan Sejarah Peradaban Isalam

Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat begerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.

Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam memang berbeda dari agama-agama lain. H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither Islam menyatakan, “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization”. (Islam sesungguhnya lebih dari sebuah agama. Ia adalah suatu peradaban yang sempurna)(Natsir, tt: 4).

Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab “al- hadlarah al-Islamiah”. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan antara kata kebudayaan (Arab, al-tsaqafah; Inggris, culture) dan kata peradaban (Arab, al-hadlarah; Inggris, civilization).

Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah tersebut dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral. Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi (Syarqawi, 1986: 5).

Sementara menurut Koentjaraningrat (1985: 5), kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide, gagasan, nilai-nilai, norma- norma, peraturan, dan sebagai, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Adapun istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya, peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks (Supriyadi, 2008: 18).

Urgensi Mempelajari Sejarah Peradaban Isalam

Sejarah mencatat kondisi kebesaran Islam berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana pada waktu itu dunia Islam menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia (Mansur, 2004: 7).

Namun, sangat memilukan bahwa masyarakat Indonesia yang religius dewasa ini terpuruk dalam himpitan krisis dan terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, hendaknya perlu ada upaya rekonstruksi untuk menata kehidupan, baik ilmu pengetahuan maupun teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan unsur penting bagi terbentuknya suatu peradaban, bukan menjadi monopoli hanya pada satu agama tertentu.

Sejarah yang membahas berbagai peristiwa masa lalu, jangan diremehkan dan dibiarkan seiring dengan berlalunya waktu, sebab begitu besar makna sejarah bagi kehidupan manusia. “Belajarlah dari sejarah”, demikian kata-kata mutiara yang dapat mengingatkan akan makna sejarah. Bahkan Presiden Pertama RI, Sukarno telah menitipkan sesuatu yang sangat berharga, berupa “Jasmerah” sebagai akronim dari “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” (Mansur, 2004:
v).

Sejarah Peradaban Islam memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal tersebut dikarenakan sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme atau melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Pentingnya memahami sejarah peradaban Islam tidak semata-mata untuk mengetahui tanggal, bulan, tahun dan abad suatu peristiwa peradaban Islam di masa lampau. Namun juga memahami realitas muslim untuk mengetahui suatu peristiwa peradaban Islam.

Dengan mengkaji sejarah, dapat diperoleh informasi tentang aktivitas peradaban Islam dari zaman Rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali peradaban Islam.

Dari sejarah dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi dalam peradaban Islam dengan segala ide, konsep, konstitusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu. Jadi, sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberikan romantisme, tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis (Amin, 2015: 14).

Dengan demikian, mempelajari sejarah peradaban Islam dapat memberikan semangat back projecting theory untuk membuka lembaran dan mengukir kejayaan atau kemajuan peradaban Islam yang baru dan lebih baik.

Sejarah peradaban Islam sebagai studi tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah peradaban sudah tentu akan sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi pertumbuhan atau perkembangan peradaban.
Dengan mempelajari sejarah peradaban Islam diharapkan seseorang dapat mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam, sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.

Sejarah peradaban Islam tidak hanya memiliki manfaat yang sangat besar dalam pembangunan dan pengembangan peradaban Islam, namun dapat pula menyelesaikan problematika peradaban Islam pada masa kini. Di samping itu, dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban Islam.

D. Periodisasi Perkembangan Peradaban Islam
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah Islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul. Oleh karena itu, menurut pendapat ini, selama
13 tahun Nabi Muhammad saw tinggal di Mekah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat.

Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad saw tinggal di Madinah. Muhammad saw tinggal di Madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga merangkap sebagai pemimpin atau kepala negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.

Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat Islam, sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah Islam. Menurut Usairy (2006: 4-8), periodesasi sejarah Islam secara lengkap dibagi dalam periode-periode sebagai berikut:
1) Periode Sejarah Klasik (Masa Nabi Adam –sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw).
Periode ini merupakan fase sejarah sejak Nabi Adam dan dilanjutkan dengan masa-masa para nabi hingga sebelum diutusnya Rasulullah saw.

2) Periode Sejarah Rasulullah saw (570-632 M)
Yang dimulai dari tahun 52 sebelum hijriyah hingga tahun 11 H (570 M- 632 M). Di dalamnya diungkapkan tentang berdirinya negara Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, yang menjadikan Madinah al-Munawwarah sebagai pusat awal dari semua aktivitas negara yang kemudian meliputi semua jazirah Arabia. Sejarah pada periode ini merupakan sejarah yang demikian indah yang seharusnya dijadikan contoh dan suri teladan oleh kaum muslimin baik penguasa maupun rakyat biasa.

3) Peiode Sejarah Khulafa’ Rasyidin (632-661 M)
Periode ini dimulai sejak tahun 11 H hingga 41 H (632-661 M). Pada masa itu terjadi penaklukan-penaklukan Islam di Persia, Syam (Syiria), Mesir, dan lain-lain. Pada periode sejarah Khulafa’ Rasyidin manusia betul-betul berada dalam manhaj Islam yang benar.

4) Periode Pemerintahan Bani Umaiyah (661-749 M)
Periode ini dimulai sejak tahun 41 H hingga 132 H (661-749 M). pada masa ini pemerintahan Islam mengalami perluasan yang demikian signifikan. Hanya ada satu khalifah dalam pemerintahan Islam yang demikian luasnya itu. Sayangnya, komitmen kepada syariat Islam mengalami sedikit kemerosotan daripada periode sebelumnya.

5) Periode Pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258 M)
Masa ini dimulai sejak tahun 132 H-656 H (749-1258 M). Periode ini merupakan masa kejayaan bagi pendidikan Islam meskipun pada fase yang kedua terdapat beberapa pemerintahan dan kerajaan yang independen, namun sebagiannya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Islam.

Misalnya pemerintahan Saljuk, pemerintahan keturunan Zanki, pemerintahan bani Ayyub, Ghazni, dan Murabithun. Pada masa ini pula muncul gerakan perang salib yang dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menaruh kebencian dan dendam pada negara-negara Islam di kawasan Timur. Pemerintahan Abbasiyah hancur bersamaan dengan penyerbuan orang-orang Mongolia yang melumatkan pemerintahan bani Abbasiyah ini.

6) Periode Pemerintahan Mamluk (1250-1517 M)
Pemerintahan Mamluk dimulai sejak tahun 648 H-923 H (1250- 1517 M). Goresan sejarah Islam paling penting di masa ini adalah berhasil dibendungnya gelombang penyerbuan pasukan Mongolia ke beberapa belahan negeri Islam. Juga berhasil dihabiskannya eksistensi kaum Salibis dari negara Islam.

7) Periode Pemerintahan Usmani (1517-1923 M)

Pemerintahan Usmani dimulai sejak tahun 923 H-1342 H (1517- 1923 M). Pada awal pemerintahan ini telah berhasil melakukan ekspansi wilayah Islam terutama di kawasan Eropa Timur. Pada saat itu Hongaria berhasil ditaklukkan, demikian pula dengan Beograd, Albania, Yunani, Romania, Serbia dan Bulgaria. Pemerintahan ini juga telah mampu melebarkan kekuasaannya ke kawasan timur wilayah Islam.

Salah satu goresan sejarah paling agung yang berhasil dilakukan oleh pemerintahan Usmani adalah ditaklukkannya Konstantinopel (yang merupakan ibukota Imperium Romawi). Namun pada masa akhir pemerintahan Turki, kaum kolonial berhasil menaburkan benih pemikiran nasionalisme. Kemudian pemikiran ini menjadi pemicu hancurnya pemerintahan Islam serta terkoyak-koyaknya kaum muslimin menjadi negeri-negeri kecil yang lemah dan terbelakang serta jauh dari agama mereka.

8) Periode Dunia Islam Kontemporer (1922-2000 M)

Periode ini dimulai sejak tahun 1342-1420 H (1922-2000 M). Periode ini merupakan masa sejarah umat Islam sejak berakhirnya masa Dinasti Turki Usmani hingga perjalanan sejarah umat Islam pada masa sekarang.

Sedangkan menurut Harun Nasution (1985: 56-68) dan Nourouzaman Shidiqi (1983: 66-68) membagi sejarah Islam menjadi tiga periode, yaitu: Periode Klasik (650-1250 M), Perode Pertengahan (1250-1800 M), dan Periode Modern (1800-sekarang).

Islam Periode Klasik
Periode klasik ini dibagi menjadi dua masa, yaitu masa kemajuan Islam I dan masa disintegrasi. Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi, dan kekuasaan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad saw wafat pada tahun 632 M seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman khalifah pertama, Abu Bakar al-Shiddiq.

a. Kemajuan Sejarah Peradaban Islam I

Abu Bakar menjadi khalifah pada tahun 632 M, tetapi dua tahun kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat ini banyak dipergunakan untuk menyelesaikan Perang Riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Muhammad saw dengan sendirinya tidak mengikat lagi setelah beliau wafat. Mereka selanjutnya mengambil sikap menentang Abu Bakar.

Khalid bin al-Walid adalah jenderal yang banyak jasanya dalam mengatasi Perang Riddah ini. Setelah selesai perang dalam negeri tersebut, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan- kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin al-Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai al-Hirah pada tahun 634 M. adapun ke Syiria dikirim tentara di bawah pimpinan tiga jenderal, Amr bin al-Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah.

Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin al-Walid kemudian diperintahkan untuk meninggalkan Irak dan bergabung dengan tentara di Syiria.
Usaha-usaha yang telah dimulai Abu Bakar ini dilanjutkan oleh Khalifah kedua, Umar bin al-Khaththab (634-644 M). pada zaman itulah, gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh pada tahun 635 M, dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, daerah Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.

Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin al-Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Saad bin Abu al-Waqqash. Babilon di Mesir dikepung pada tahun 640 M. sementara itu, tentara Bizantium di Heliopolis dikalahkan dan Alexandria kemudian menyerah pada tahun 641 M.

Dengan demikian, Mesir jatuh pula ke tangan Islam. Tempat perkemahan Amr bin al-Ash yang terletak di luar tembok Babilon, menjadi ibu kota dengan nama al-Fusthat. Al-Qadisiyah, suatu kota dekat al-Hirah, di Irak jatuh pada tahun 637 M. dan dari sana serangan dilanjutkan ke al-Madain (Ctesiphon), ibu kota Persia, yang dapat dikuasai pada tahun itu juga. Ibu kota baru bagi daerah ini ialah al-

Kufah, yang pada mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah al-Hirah. Setelah jatuhnya al-Madain, Raja Sagan Yazdagrid III, lari ke sebelah utara. Pada tahun 641 M, Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai. Dengan adanya gelombang ekspansi pertama, kekuasaan Islam telah meliputi juga Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir.

Pada zaman Usman bin Affan (644-656 M) Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi pertama berhenti sampai di sini. Di kalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul, Usman terbunuh.
Sebagai pengganti Usman, Ali bin Abu Thalib menjadi khalifah keempat (656-661 M), tetapi ia mendapat tantangan dari pihak pendukung Usman yang menuntut qishash atas terbunuhnya Usman seperti Muawiyah, Gubernur Damaskus.

Konflik politik antara Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali bin Abu Thalib, diutus Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyah diutus Amr bin al-Ash. Hasil tahkim tersebut menjadikan pendukung Ali bin Abu Thalib terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali bin Abu Thalib.

Adapun kelompok kedua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali bin Abu Thalib dan akhirnya mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali bin Abu Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat tahkim, termasuk Ali bin Abu Thalib.

Sebagai oposisi terhadap kekuasaan yang ada, Khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang kafir. Khawarij berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib telah menyeleweng dari ajaran Islam karena melakukan tahkim dan dalam pandangan mereka telah keluar dari Islam, yaitu murtad dan kafir. Demikian juga halnya Mu’awiyah, Amr bin al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang menerima tahkim.

Di samping Khawarij yang menjadi kelompok penentang, Ali bin Abu Thalib memiliki kelompok pendukung yang sangat fanatik yang kemudian dikenal sebagai kelompok Syi’ah. Ali bin Abu Thalib kemudian dibunuh oleh kaum Khawarij.

Setelah Ali terbunuh, kepemimpinan dilanjutkan oleh Bani Umayyah. Dinasti Bani Umayyah yang didirikan oleh Muawiyah berumur kurang lebih 90 tahun dan pada zaman ini, ekspansi yang terhenti pada zaman kedua khalifah terakhir dilanjutkan kembali. Khalifah-khalifah besar dari Dinasti Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Abdul Aziz (717- 720 M), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M).

Ekspansi pada zaman Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke Afghanistan dan Kabul. Ekspansi ke Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd al- Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh sampai Samarkand dan Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiki. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers (Hasan, 1989: 43).

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun di Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah yang dikuasai Islam di zaman Dinasti ini adalah Spanyol, Afrika Utara, Syiria,

Palestina, Semenanjung Arab, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbek dan Kirgis (di Asia Tengah).
Ekspansi yang dilakukan Dinasti Bani Umayyah inilah yang membuat Islam menjadi negara besar di zaman itu. Dari persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam, timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru, walaupun Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab.

Perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi ke Bahasa Arab dimulai oleh Abdul Malik. Orang-orang bukan Arab pada waktu itu telah mulai pandai berbahasa Arab. Untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, terutama pengetahuan pemeluk-pemeluk Islam baru dari bangsa-bangsa bukan Arab, perhatian kepada bahasa Arab, terutama tata bahasanya mulai diperhatikan.

Inilah yang mendorong Imam Sibawaih untuk menyusun al-Kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam masalah tata bahasa Arab.
Perhatian kepada syair Arab Jahiliah timbul kembali dan penyair-penyair Arab baru mulai muncul, misalnya Umar bin Abu Rabi’ah (w. 719 M), Jamil al-Udhri (w. 701 M), Qays bin al- Mulawwah (w. 699 M) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, al- Farazdaq (w. 732 M), Jarir (w. 792 M), dan al-Akhtal (w. 710 M).

Perhatian dalam bidang tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu kalam pada zaman ini mulai muncul, dan muncullah nama-nama seperti Hasan al-Bashri, Ibnu Syihab al-Zuhri, dan Washil bin Atha’. Kufah dan Bashrah di Irak menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan ilmiah ini.

Menurut Amin, selain mengubah bahasa administrasi, Abdul Malik juga mengubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Sebelumnya yang dipakai adalah mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar (denarius) dan dirham (Persia: diram dan Yunani: drachme). Sebagai ganti dari mata uang asing ini, Abdul Malik mencetak uang sendiri di tahun 659 M dengan memakai kata- kata dan tulisan Arab. Dinar dibuat dari emas dan dirham dari perak.

Masjid-masjid pertama di luar Semenanjung Arabia juga dibangun pada zaman Dinasti Bani Umayyah. Katedral St. John di Damaskus dirubah menjadi masjid. Di al-Quds (Yerusalem) Abdul Malik membangun masjid al-Aqsha.

Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini untuk generasi-generasi sesudahnya ialah Qubbah al-Sakhr (Dome of the Rock) yang juga terletak di al-Quds, di tempat yang menurut riwayat adalah tempat Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail dan di tempat ini pula Nabi Muhammad saw mulai melakukan mi’raj ke langit. Masjid Cordova juga dibangun pada zaman ini. Masjid Mekah dan Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik dan al-Walid (Amin, 2015: 25).

Demikianlah, fase sejarah peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Bani Umayyah hingga akhirnya pada tahun 750 M Dinasti Umayyah berhasil digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani.

Meskipun Abu al-Abbaslah (750-754 M) yang mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembangun sebenarnya adalah al-Mansur (754-775 M). al-Mansur merasa kurang aman di tengah-tengah Arab, maka ia mendirikan ibu kota baru sebagai ganti Damaskus, yaitu Baghdad di dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M.

Sehingga Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Dalam soal pemerintahan, al-Mansur mengadakan tradisi baru dengan mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala departemen. Untuk memegang jabatan wazir itu, ia memilih Khalid bin Barmak, seorang yang berasal dari Balkh di Persia.

Al-Mahdi (775-785 M) menggantikan al-Mansur sebagai khalifah dan di masanya perekonomian mulai meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi dan penghasilan gandum, beras, kurma, dan zaitun bertambah. Hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi, dan lain-lain berkembang. Adanya transit antara timur dan barat juga membawa kejayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.

Pada zaman Harun al-Rasyid (785-809 M), hidup mewah sebagaimana digambarkan dalam cerita seribu satu malam, sudah

memasuki masyarakat. Kekayaan yang banyak, dipergunakan al- Rasyid juga untuk keperluan sosial. Rumah sakit didirikan, pendidikan dokter dipentingkan, dan farmasi dibangun. Diceritakan bahwa Baghdad mempunyai 800 dokter. Di samping itu, dibangun pemandian-pemandian umum. Harun al-Rasyid adalah raja besar pada zaman itu dan hanya Charlemagne di Eropa yang dapat menjadi saingannya. Anaknya, al-Ma’mun (813-833 M), meningkatkan perhatian pada ilmu pengetahuan.

Untuk menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan golongan agama lain. Oleh karena itu, al- Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah. Di samping lembaga ini, ia juga mendirikan sekolah-sekolah. Pada masa pemerintahan al-Ma’mun, Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Khalifah al-Mu’tashim (833-842 M) sebagai anak dari ibu yang berasal dari Turki, mendatangkan orang-orang Turki untuk menjadi tentara pengawalnya. Dengan demikian, pengaruh Turki mulai masuk ke pusat pemerintahan Bani Abbasiyah. Tentara pengawal Turki ini kemudian menjadi sangat berkuasa di istana, sehingga khalifah-khalifah pada akhirnya hanya merupakan boneka dalam tangan mereka. Sehingga pada hakikatnya yang memerintah bukan lagi khalifah, tetapi perwira-perwira dan tentara pengawal Turki itu.

Al-Watsiq (842-847 M) untuk melepaskan diri dari pengaruh Turki, mendirikan ibu kota Samara (surra man ra’a/gembira orang yang melihatnya) dan pindah dari Baghdad. Akan tetapi, di sana khalifah-khalifah justru bertambah mudah dikuasai oleh tentara pengawal Turki tersebut.
Al-Mutawakkil (847-861 M) merupakan khalifah besar terakhir dari Dinasti Abbasiyah. Para khalifah sesudahnya pada umumnya lemah dan tidak dapat melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibu kota. Ibu kota dipindahkan kembali ke Baghdad oleh Mu’tadid (870-892 M).

Khalifah yang paling terakhir sekali dari Dinasti Abbasiyah adalah al-Musta’shim (1242-1258 M). pada zamannyalah, Baghdad dihancurkan oleh Hulagu dari Mongol pada tahun 1258 M.
Pada masa Dinasti Abbasiyah inilah, perhatian pada ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani memuncak, terutama pada zaman Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun.

buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad. Bait al-Hikmah, yang didirikan al-Ma’mun, bukan hanya merupakan pusat terjemahan, tetapi juga akademi yang mempunyai perpustakaan. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan dalam Bait al-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografi, fisika, astronomi, dan sejarah di samping filsafat.

Di antara integrasi yang terjadi di zaman ini adalah integrasi dalam bidang bahasa. Ahasa al-Qur’an yaitu bahasa Arab digunakan di mana-mana. Bahasa ini telah menggantikan bahasa Yunani dan bahasa Persia sebagai bahasa administrasi. Bahasa Arab juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan, filsafat, dan diplomasi.

Bahkan beberapa bahasa hilang dari pemakaian seperti bahsa latin yang dipakai di Afrika, bahasa Mesir kuno di Mesir, bahasa Siriac di Syiria, Lebanon, Yordan, dan Irak, serta bahasa yang digunakan di pulau Malta. Dengan hilangnya bahasa-bahasa itu, di Afrika Utara, Mesir, Suriah, Lebanon, Irak dan Yordan digunakan bahasa Arab, sedangkan di pulau Malta digunakan bahasa Arab yang bercampur dengan bahasa Italia.
Integrasi terjadi juga dalam bidang kebudayaan.

Kebudayaan yang ada mulai dari Spanyol di Barat sampai ke India di Timur, dan mulai dari Sudan di Selatan sampai ke Kaukasus di Utara adalah kebudayaan Islam dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya. Pada masa ini pula untuk pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam dengan kebudayaan Barat, atau tegasnya dengan kebudayaan Yunani klasik yang terdapat di Mesir, Syiria,

Mesopotamia, dan Persia. Didorong oleh ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan kepada umat Islam agar menghargai kekuatan akal yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada manusia, dan didorong oleh ajaran Nabi Muhammad saw agar umat Islam senantiasa mencari ilmu pengetahuan.

Cendekiawan-cendekiawan Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani itu, tetapi menambahkan ke dalamnya hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan filsafat. Dengan demikian, muncullah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filsuf-filsuf Islam. Filsuf-filsuf Islam, sebagaimana halnya filsuf-filsuf Yunani, bukan hanya mempunyai sifat filsuf, tetapi juga sifat ahli ilmu pengetahuan. Karya mereka bukan hanya terbatas dalam bidang filsafat, tetapi juga meliputi bidang ilmu pengetahuan.

Dalam bidang ilmu pengetahuan terkenal nama Al-Fazari (abad VIII) sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe (alat yang dahulu digunakan untuk mengukur tinggi bintang-bintang dan sebagainya). Al-Fargani yang terkenal di Eropa dengan nama Al-Fragnus, menulis ringkasan tentang ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensia.

Dalam optika, Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Haytam (abad X) yang di Eropa terkenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata yang mengirim cahaya kepada benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian ternyata kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya itu mata melihat benda yang bersangkutan.

Dalam ilmu kimia, Jabir ibn Hayyan sebagai bapak kimia dan Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M) menulis buku besar tentang kimia yang baru dijumpai di abad XX ini kembali.dalam bidang ini, menurut Gustave Lebon, pengetahuan yang diperoleh Islam dari Yunani sedikit sekali sehingga pengetahuan ini banyak berkembang sebagai hasil penyelidikan ahli-ahli Islam.

Dalam bidang fisika, Abu Raihan Muhammad al-Bairuni (978-1048 M) sebelum Galeleo telah mengemukakan tentang bumi berputar atau berotasi pada pusatnya. Selanjutya ia mengadakan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya dan berhasil dalam menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.

Dalam bidang Geografi, Abu al-Hasan Ali Mas’ud adalah seorang pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai dunia Islam di abad X dan menerangkan dalam bukunya Maruj al-Zahab tentang geografi, agama, adat istiadat dan sebagainya dari daerah- daerah yang dikunjunginya.
Pengaruh Islam yang terbesar terdapat dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dalam ilmu kedokteran, al-Razi yang berada di Eropa dikenal dengan nama Rhazes, menulis buku tentang penyakit cacar dan campak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, dan bahasa-bahasa Eropa lainnya.

Begitu pentingnya buku ini bagi Eropa sehingga terjemahan bahasa Inggris dicetak 40 kali di antara tahun 1498 dan 1866 M. bukunya al-Hawi, yang terdiri atas lebih dari
20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada tahun 1279 M dan menjadi buku pegangan penting berabad-abad lamanya di Eropa. Al-Hawi merupakan salah satu dari kesembilan karangan yang menempati seluruh perpustakaan fakultas kedokteran Paris di tahun 1395 M.

Ibnu Sina (980-1037 M) selain filsuf adalah juga seorang dokter yang menulis satu ensiklopedia dalam ilmu kedokteran yang terkenal dengan nama al-Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, berpuluh kali dicetak dan tetap digunakan di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.

Dalam bidang filsafat, nama-nama al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd sangat terkenal. Al-Farabi menulis buku-buku dalam bidang filsafat, logika, kenegaraan, etika, dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Sebagian dari karyanya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan masih digunakan di Eropa di abad XVII. Ibnu

Sina juga banyak menulis dan yang termasyhur adalah al-Syifa’, suatu ensiklopedia tentang fisika, metafisika, dan matematika yang terdiri atas 18 jilid. Bagi Eropa, Ibnu Sina dengan tafsiran yang ditulisnya tentang filsafat Aristoteles lebih masyhur daripada al-Farabi. Akan tetapi, di antara semuanya, Ibnu Rusyd atau Averros-lah yang banyak berpengaruh di Eropa dalam bidnag filsafat, sehingga terdapat aliran yang disebut Averroisme (yang menuntut kebebasan berpikir).

Pada periode ini pulalah ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan keagamaan dalam Islam disusun. Dalam bidang penyusunan hadits- hadits Nabi menjadi buku, terkenal nama Imam Muslim dan Imam Bukhari (abad IX); dalam bidang fiqh atau hukum Islam nama-nama Malik bin Anas, al-Syafi’i, Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hanbal cukup dikenal (abad VIII dan IX); al-Thabari (839-923 M) dalam bidang tafsir; dalam bidang sejarah dikenal Ibnu Hisyam (abad VIII), Ibnu Saad (abad IX), dan lain-lain; dalam bidang sastra dikenal Abu al-Farraj al-Isfahani dengan bukunya Kitab al-Aghani.

Perguruan tinggi yang didirikan pada zaman ini antara lain Bait al-Hikmah di Baghdad dan al-Azhar di Kairo yang hingga kini masih harum namanya sebagai universitas Islam yang termasyhur di seluruh dunia. Dalam bidang arsitek dan seni, periode ini juga mewujudkan gedung-gedung, masjid-masjid dan lukisan-lukisan yang indah. Akan tetapi Hulaghu ketika menyerang Baghdad di tahun 1258 M telah menghancurkan istana, gedung-gedung dan masjid-masjid yang menghiasi ibu kota kerajaan Abbasiyah itu.

Periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan yang memiliki pengaruh, walaupun tidak secara langsung tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini menurut Christopher Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa.
Pada abad ke-11 M, Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam tinggi di Timur dan melalui Spanyol, Sicilia dan perang salib peradaban itu sedikit demi sedikit ditransfer ke Eropa. Eropa mulai mengenal rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum

menggunakan burung dara untuk mengirim informasi militer. Demikian pula bahan-bahan makanan Timur seperti beras, jeruk, gula, dan sebagainya. Mereka pun mengenal berbagai tenunan Timur seperti kain muslin (bersal dari kota Mosul), kain baldaclin (dari kota Baghdad), kain Damask (dari kota Damaskus), dan sebagainya.

b. Masa Disintegrasi (1000-1250 M)

Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman Dinasti Umayyah, tetapi memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah, terutama setelah khalifah-khalifah menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Daerah-daerah yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan melepaskan diri dari kekuasaan khalifah di pusat dan timbullah dinasti-dinasti kecil. Di Maroko, Idris bin Abdullah berhasil mendirikan kerajaan Idrisi yang bertahan dari tahun 788 M sampai tahun 974 M dengan Fas (Fez) sebagai ibu kota.

Di Tunisia, Dinasti Aghlabi berkuasa dari tahun 800 M sampai 969 M. kerajaan ini dibentuk oleh Ibrahim bin Aghlab, gubernur yang diangkat oleh Harun al-Rasyid. Masjid Qairawan yang sampai sekarang terdapat di Tunis adalah peninggalan dari dinasti ini.

Di Mesir, Ahmad bin Tulun melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada tahun 868 M. Dinasti iniberkuasa di Mesir sampai tahun 905 M. pada tahun 877 M, Ibnu Tulun dapat meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke Syiria. Di bawah pemerintahan dinasti ini, irigasi diperbaiki, ekonomi meningkat, dan Mesir mulai menjadi pusat kebudayaan Islam.

Ibnu Tulun mendirikan rumah sakit besar di Fustat dan masjid yang diberi nama masjid Ibn Tulun, yang sampai sekarang masih terdapat di Kairo. Setelah jatuhnya Dinasti Ibn Tulun, Mesir untuk beberapa tahun kembali ke bawah kekuasaan khalifah Baghdad, tetapi pada tahun 935 M, dikuasai lagi oleh dinasti lain, yaitu Dinasti Ikhsyid untuk kemudian jatuh ke tangan khalifah Fatimiah pada tahun 969 M.

Di sebelah utara Mesir, Dinasti Hamdani merampas Syiria pada tahun 944 M dan mempertahankannya sampai tahun 1003 M. di sebelah timur Baghdad, Dinasti Tahiti berkuasa di Khurasan dari

tahun 820 M sampai tahun 872 M. Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Saffari sampai tahun 908 M. Dinasti Samani di wilayah Transoxania, melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad di tahun 874

M. Dinasti ini berumur 125 tahun. Pada tahun 999 M daerah-daerah yang mereka kuasai di sebelah selatan Transoxania dikuasai oleh Mahmud Ghazna, sedangkan daerah-daerah di sebelah utara jatuh ke tangan Ikhsan dari Turkistan. Mahmud Ghazna kemudian meluaskan daerah kekauasaannya sampai ke India.

Sementara golongan Syi’ah yang pada mulanya menjadi teman sekutu Bani Abbasiyah mulai melancarkan aksi penentangan mereka. Pada tahun 869 M muncul pemberontakan kaum Zanj di bawah pimpinan Ali bin Muhammad. Kaum Zanj adalah budak-budak yang didatangkan dari Afrika untuk bekerja di pertambangan di Irak. Ibnu Muhammad mengaku pengikut Ali dan datang untuk melepaskan mereka dari kesulitan hidup yang mereka hadapi. Dari tahun 870-883 M kekuasaan Bani Abbasiyah dikacaukan oleh pemberontakan Zanj ini.

Satu gerakan lain ialah gerakan Qaramithah yang dimulai pada tahun 874 M oleh Hamdan Qarmat, seorang penganut faham Syi’ah Ismailiyah di Irak. Pada tahun 899 M, kaum Qaramithah dapat membentuk negara merdeka di teluk Persia, yang kemudian menjadi pusat kegiatan mereka dalam menentang kekuasaan Bani Abbasiyah. Pada tahun 930 M, serangan-serangan mereka meluas sampai ke Mekah dan mereka membawa lari Hajar Aswad, dan baru mengembalikannya dua puluh tahun kemudian.

Gerakan Hasysyasyin (Assasins) merupakan lanjutan dari gerakan Qaramithah. Pemimpinnya ialah Hasan bin Sabbah (w. 1124 M) yang membuat Alamut di sebelah selatan Laut Caspia sebagai pusat serangannya terhadap kekuasaan Baghdad. Kaum Hasysyasyin ini tidak segan-segan mengadakan pemunuhan-pembunuhan terhadap pembesar-pembesar negara yang memusuhi mereka. Sementara itu ada pula pemuka-pemuka Syi’ah yang dapat membentuk dinasti yang menguasai daerah-daerah tertentu. Salah satu

di antaranya ialah Ahmad bin Buwaihi yang dapat menguasai Isfahan, Syiraz, dan Kirman di Persia. Di tahun 945 M, ia mengadakan serangan ke Baghdad dan Dinasti Buwaihi menguasai ibu kota Bani Abbasiyah ini sampai tahun 1055 M. Para khalifah Bani Abbasiyah tetap diakui, tetapi kekuasaan dipegang oleh sultan-sultan Buwaihi.
Kekuasaan Dinasti Buwaihi atas Baghdad kemudian direbut oleh Dinasti Saljuk. Saljuk adalah seorang pemuka suku bangsa Turki yang berasal dari Turkistan. Tughril Beg, seorang cucu dari Saljuk dapat memperluas daerah kekuasaan mereka sampai ke daerah-daerah yang dikuasai Dinasti Buwaihi. Sultan-sultan yang terkenal dari dinasti ini di samping Tughril adalah Alp Arselan (1063-1072 M) dan Malik Syah (1072-1092 M).

Sultan Alp Arselan mengalahkan Bizantium di pertempuran Manzikart di tahun 1071 M, dan semenjak itu sampai sekarang Asia Kecil menjadi daerah Islam. Malik Syah terkenal dengan usaha pembangunan yang diadakannya. Pada masa pemerintahannya masjid-masjid, jembatan-jembatan, irigasi dan jalan-jalan raya dibangun.

Dalam bidang ilmu pengetahuan ia juga dikenal sebagai sultan yang banyak menyokong pembangunannya dan ini terutama terjadi dengan pimpinan Perdana Menterinya Nizam al- Mulk, yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai pendiri madrasah- madrasah Nizamiah yang di antara guru-guru besarnya terdapat Imam al-Haramain dan al-Ghazali.
Di Mesir terdapat Dinasti Fatimiah yang mengambil bentuk khilafah aliran Syi’ah dan yang menjadi saingan bagi khalifah aliran Ahlu Sunnah di Baghdad. Khilafah Fatimiyah pada mulanya dibentuk oleh Ubaidullah di Tunis pada tahun 909 M.

Khilafah ini mempunyai angkatan laut yang mengadakan serangan-serangan sampai ke pantai Eropa, terutama Italia dan Perancis. Pada tahun 969 M, seorang Jenderal Fatimi bernama Jawhar al-Siqilli dapat menguasai Fustat di Mesir. Jawhar mendirikan kota Kairo sekarang dan masjid al-Azhar pada tahun 972 M yang kemudian dijadikan pusat perguruan tinggi Islam oleh Khalifah Fatimiyah al-Aziz (975-996 M). Didirikan juga

Dar al-Hikmah pada tahun 1005 M. Khalifah Fatimiyah berkuasa di Mesir sampai tahun 1171 M.
Di Spanyol, Abdul Rahman dari Dinasti Bani Umayyah pada tahun 756 M membentuk suatu khilafah tersendiri. Dinasti Bani Umayyah Spanyol ini mempertahankan kekuasaannya samapai tahun 1031 M. Abdul Rahman mendirikan masjid Cordova yang masyhur itu. Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di barat, sebagai tandingan Baghdad Timur.

Kalau di Baghdad terdapat Bait al-Hikmah serta Madrasah Nizamiyah dan di Kairo terdapat al- Azhar serta Dar al-Hikmah, di Cordova terdapat Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Abdul Rahman III (929-961 M). Perpustakaannya menurut riwayat memiliki ratusan ribu buku. Sesudah jatuhnya Dinasti Umayyah Spanyol ini, Andalusia terbagi ke dalam beberapa Negara kecil yang selalu berperang di antara mereka, seperti Dinasti Abbadi, Dinasti Murabit, Dinasti Muwahhid, Dinasti Bani Nasr, dan sebagainya.

Dalam periode ini terjadi pula Perang Salib di Palestina. Dengan jatuhnya Asia Kecil ke tangan Dinasti Saljuk, jalan berkunjung ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka jalan itu kembali, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen Eropa di tahun 1095 M agar mengadakan perang suci terhadap Islam. Oerang Salib pertama terjadi antara tahun 1096 M dan 1099 M, perang Salib kedua antara tahun 1147 M dan 1149 M yang diikuti lagi oleh beberapa perang Salib lainnya hingga akhirnya Palestina jatuh ke tangan Inggris.

Disintegrasi dalam bidang politik membawa pada disintegrasi dalam bidang kebudayaan, bahkan juga dalam bidang agama. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi besar. Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri di samping Baghdad, sebagaimana dilihat timbul pusat-pusat kebudayaan lain, terutama Kairo di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan Samarkand di timur. Dengan timbulnya pusat-pusat kebudayaan baru ini, terutama pusat- pusat yang berada di bawah kekuasaan Persia, bahasa Persia

meningkat menjadi bahasa kedua di dunia Islam. Pada zaman disintegrasi ini, ajaran-ajaran sufi yang timbul pada zaman kemajuan I mengambil bentuk terikat.

Di samping hal-hal negative tersebut, ekspansi Islam pada zaman ini meluas ke daerah yang dikuasai Bizantium di barat, ke daerah pedalaman di timur Afrika melalui gurun Sahara di selatan. Dinasti Salajiqah meluaskan daerah Islam sampai ke Asia Kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh Dinasti Usmani ke Eropa Timur. Ke India, ekspansi Islam diteruskan oleh Dinasti Gaznawi. Raja-raja Hindu dikalahkan dan Punjab serta sebagian dari daerah Sind masuk ke bawah kekuasaan Islam.

Dinasti Ghuri kemudian melanjutkan ekspansi Islam ke daerah-daerah lain di India sehingga Kerajaan Delhi jatuh pada tahun 1192 M, dan tidak lama sesudah itu Bengal juga menjadi daerah Islam. Sementara penyiaran Islam ke daerah-daerah sahara di Afrika dilakukan oleh Kaum Murabit yang menguasai Maroko dan Andalusia. Mereka mengalahkan Kerajaan Zanj di Ghana di pertengahan kedua dari abad ke-11 M.

Periode Pertengahan (1250-1800 M)
Periode ini dapat pula dibagi ke dalam dua masa, Masa Kemunduran I dan Masa Tiga Kerajaan Besar.

a. Masa Kemunduran I (1250-1500 M)

Pada zaman ini Jenghiz Khan dan keturunannya datang menghancurkan dunia Islam. Jenghiz Khan berasal dari Mongolia. Setelah menduduki Peking di tahun 1212 M, ia mengalihkan serangannya ke arah Barat. Satu demi satu kerajaan-kerajaan Islam jatuh ke tangannya. Transoxania dan Khawarizm dikalahkan di tahun 1219/1220 M.

Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M, Azebaijan pada tahun 1223 M dan Saljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M, dari sini ia meneruskan serangan-serangannya ke Eropa dan Rusia. Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya, Hulagu Khan. Terlebih dahulu ia mengalahkan Khurasan di Persia dan kemudian menghancurkan Hasysyasyin di Alamut. Khalifah dan keluarga serta

sebagian besar penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani Abbasiyah dapat melarikan diri dan di antaranya ada yang menetap di Mesir.
Dari sini Hulagu meneruskan serangannya ke Syiria dan dari Syiria ia ingin memasuki Mesir. Akan tetapi, di Ain Jalut (Goliath) ia dapat dikalahkan oleh Baybars, Jenderal Mamluk dari Mesir di tahun 1260 M.

Baghdad dan daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini ialah daerah yang terletak antara Asia Kecil di Barat dan India di Timur. Dinasti Ilkhan berumur hingga 100 tahun. Hulagu bukanlah beragama Islam dan anaknya Abaga (1265-1281 M) masuk Kristen. Di antara keturunannya yang pertama masuk Islam yaitu cucunya Tagudar dengan nama Ahmad, tetapi mendapat tantangan dari para jenderalnya.

Ghasan Mahmud (1295-1305 M) juga masuk Islam dan demikian juga Uljaytu Khuda Banda (1305-1316 M). Uljaytu pada mulanya beragama Kristen, ia adalah Raja Mongol Besar yang terakhir. Kerajaan yang dibentuk oleh Hulagu akhirnya pecah menjadi beberapa kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan Jaylar (1336-1411 M) dengan Baghdad sebagai ibu kota. Kerajaan Salghari (1148-1282 M) di Faris, dan Muzaffari (1313-1393 M) juga di Faris.

Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jenghiz Khan dapat menguasai Samarkand pada tahun 1369 M. dari Samarkand ia mengadakan serangan-serangan ke sebelah barat dan dapat menguasai daerah-daerah yang terletak antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti Timur Lenk berkuasa sampai pertengahan kedua dari abad ke-15. keganasan Timur Lenk digambarkan oleh pembunuhan missal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak mau menyerah tetapi justru melawan kedatangannya. Di kota-kota yang telah ditundukkan, Timur Lenk mendirikan piramida dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Di Delhi misalnya, ia membunuh 80.000 dari

penduduknya. Di Aleppo lebih dari 20.000 orang. Masjid-masjid dan madrasah-madrasah dihancurkan. Dari masjid Umayyah di Damaskus misalnya, hanya dinding masjid yang masih ada. Setiap kota yang ia datangi, ia hancurkan.

Di Mesir, khilafah Fathimiyah digantikan oleh Dinasti Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 1174 M. dengan datangnya Shalahuddin, Mesir kembali masuk ke aliran Sunni. Aliran Syi’ah hilang dengan hilangnya khilafah Fathimiyah. Shalahuddin dikenal dalam sejarah sebagai pahlawan Islam dalam Perang Salib.

Dinasti al-Ayyubi jatuh pada tahun 1250 M dan kekuasaan di Mesir berpindah ke tangan kaum Mamluk. Kaum Mamluk ini berasal dari budak-budak yang kemudian mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan Mesir. Sultan Mamluk yang pertama adalah Aybak (1250-1257 M), dan salah satu yang termasyhur di antara mereka adalah Sultan Baybars (1260-1277 M) yang dapat mengalahkan Hulagu di Ain Jalut.

Kaum Mamluk berkuasa di Mesir sehingga pemerintahan berpindah tangan ke tangan kaum Mamluk. Kaum Mamluk berkuasa di Mesir sampai tahun 1517 M. Merekalah yang membebaskan Mesir dan Syiria dari peperangan Salib dan juga yang membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk, sehingga Mesir terlepas dari serangan seperti yang terjadi di dunia Islam lain.

Di India, persaingan dan peperangan untuk merebut kekuasaan juga selalu terjadi sehingga India senantiasa menghadapi perubahan penguasa. Ketika dinasti baru berkuasa, kemudian dijatuhkan dan diganti oleh yang lain. Kekuasaan Dinasti Ghaznawi dikalahkan oleh pengikut-pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki. Mereka masuk ke India tahun 1175 M, dan bertahan samapai tahun 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri Dinasti Khalji (1296-1316 M), selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M) dan dinasti-dinasti lain, sampai Zhahiruddin Babur datang pada permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan Mughal di India.

Di Spanyol terjadi peperangan di antara dinasti-dinasti Islam yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Di dalam peperangan itu, raja-raja Kristen menggunakan politik adu-domba antara dinasti- dinasti Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen bergabung menjadi satu, dan akhirnya satu demi satu dinasti-dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova jatuh pada tahun 1238 M, Sevilla di tahun 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh pada tahun 1491 M. Pada saat itu umat Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Di tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol. Umumnya mereka pindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.

Pada Sejarah Peradaban Islam masa ini desentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam meningkat. Di zaman ini pula hancurnya khilafah secara formal. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan dan ini berlaku sampai Kerajaan Usmani mengangkat khalifah yang baru di Istambul pada abad ke-16 M. Bagian yang merupakan pusat dunia Islam jatuh ke tangan bukan Islam untuk beberapa waktu. Dan terlebih dari itu, Islam lenyap dari Spanyol.
Perbedaan antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah menjadi memuncak.

Demikian pula antara Arab dan Persia. Dunia Islam terbagi dalam dua bagian; bagian Arab yang terdiri atas Semenanjung Arab, Irak, Suria, Palestina, Mesir, Afrika Utara dan Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya; dan bagian Persia yang terdiri atas daerah Balkhan, Turki, Persia, Turkistan, dan India dengan Persia sebagai pusatnya. Kebudayaan Persia meningkat di dunia Islam bagian Persia serta mengambil bentuk internasional dan dengan demikian mulai mendesak bidang kebudayaan Arab.
Di samping itu, pengaruh tarekat-tarekat bertambah mendalam dan bertambah meluas di dunia Islam. Pendapat yang ditimbulkan di zaman disintegrasi bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum di zaman ini. Antara madzhab yang ke empat terdapat suasana damai dan di madrasah-madrasah di ajarkan madzhab

yang keempat. Perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan sedikit sekali. Akan tetapi sebaliknya, Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki Islam.

Ke daerah Balkan Islam dibawa oleh Usman, seorang kepala suku bangsa Turki yang menetap di Asia Kecil. Usman dan anak buahnya pada mulanya mengadakan serangan-serangan terhadap kerajaan Bizantium di Asia Kecil. Sebelum meninggal di tahun 1326 M, Bursa telah dapat dikuasainya. Serangan-serangan diteruskan oleh anaknya Orkhan I (1326-1357 M) sampai ke bagian timur dari benua Eropa. Benteng Tzimpe dan Gallipoli jatuh ke tangannya. Sultan Murad I (1359-1389 M) menaklukkan Adrianopel di tahun 1365 M. kota ini kemudian dijadikan ibu kota. Tidak lama sesudah itu Macedonia jatuh di bawah kekuasaannya di tahun 1385 M, Sofia, ibu kota Rumania diduduki.

Dengan demikian, kesultanan kecil yang dibentuk oleh Usman berubah menjadi kerajaan besar yang kemudian dikenal dalam sejarah dengan nama kerajaan Usmani (Ottoman empire). Sultan Bayazid (1389-1402 M) memperluas daerah kekuasaan kerajaan Usmani di Eropa dengan menaklukkan sebagian dari Yunani dan daerah-daerah Eropa Timur sampai ke perbatasan Hongaria-Salonika dikuasai kemudian oleh Sultan Murad II (1421- 1451 M) dan dari sana ia masuk ke Albania. Kemajuan-kemajuan lain dibuat oleh sultan-sultan yang datang sesudahnya.

b. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)
Masa ini dapat pula dibagi ke dalam dua fase; fase kemajuan dan fase kemunduran.

1) Fase Kemajuan Sejarah Peradaban Islam (1500-1700 M)

Fase kemajuan ini merupakan kemajuan Islam II. Tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Sultan Muhammad al-Fatih (1451-1481 M) dari Kerajaan Usmani mengalahkan kerajaan Bizantium dengan menduduki Istambul di tahun 1453 M. Dengan demikian, ekspansi ke arah Barat berjalan lebih lancar. Akan tetapi, di zaman Sultan Salim I (1512-1520

M) perhatian ke arah Barat dialihkan ke arah Timur. Persia mulai diserang dan dalam peperangan Syah Ismail dikalahkan. Setelah menguasai Syiria, Sultan Salim merebut Mesir dari tangan Dinasti Mamluk. Kairo jatuh pada tahun 1517 M. Kemajuan-kemajuan lain dibuat oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M). Sultan Sulaiman adalah Sultan Usmani yang terbesar. Di zamannya Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest, dan Yaman dapat dikuasai. Ia mengepung Wina di Astria pada tahun 1529 M. di masa kejayaannya daerah kekuasaan kerajaan Usmani mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, serta Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis serta Aljazair di Afrika dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.

Sementara itu, di Persia muncul salah satu dinasti baru yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi Syaikh Safiuddin (1252-1334 M) dari Ardabil di Azerbaijan. Syaikh Safiuddin beraliran Syi’ah dan mempunyai pengaruh besar di daerah itu.

Cucunya Syah Ismail Safawi dapat mengalahkan dinasti-dinasti lain terutama kedua suku bangsa Turki, sehingga Dinasti Safawi dapat menguasai seluruh daerah Persia. Di sebelah Barat, kerajaan Safawi berbatasan dengan kerajaan Usmani dan di sebelah timur berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan kerajaan Mughal. Syah Ismail berhasil menjadikan aliran Syi’ah sebagai madzhab yang dianut negara.

Di antara sultan-sultan besar dari kerajaan Safawi, selain Syah Ismail (1500-1524 M), terdapat nama Syah Tahmasp (1524-1576 M), dan Syah Abbas (1557-1629 M). sesudah Syah Abbas, raja-raja Safawi tidak ada yang kuat lagi dan akhirnya dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747 M), kepala dari salah satu suku bangsa Turki yang terdapat di Persia pada saat itu.
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai iu kota, didirikan oleh Zhahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Setelah menundukkan Kabul (Afghanistan), melalui

Khybar Pass, ia menyeberang ke India di tahun 1505 M. Lahore jatuh ke bawah kekuasaannya di tahun 1523 M, dan tahun 1527 India Tengah dapat dikuasainya. Humayun anak Zahiruddin Babur (1530- 1556 M) menggabungkan Malwa dan Gujarat ke daerah-daerah yang dikuasai kerajaan Mughal. Dan Akbar (1556-1606 M) anak Humayun menaklukkan raja-raja India juga yang masih ada pada waktu itu.

Dalam soal agama, Akbar mempunyai pendapat yang liberal dan ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberi nama din ilahi. Sultan-sultan besar sesudah Akbar, antara lain Jehangir (1605-1627 M) dengan permaisurinya Syah Jehan (1629- 1658 M) dan Aurangzeb (1659-1707 M). Sesudah Aurangzeb terdapat sultan-sultan lemah yang tidak dapat melanjutkan kerajaan Mughal.

Di India, bahasa Urdu juga meningkat menjadi bahasa literature dan menggantikan bahasa Persia yang sebelumnya digunakan di kalangan istana sultan-sultan di Delhi. Menurut sejarahnya penulis-penulis besar pertama dalam bahasa ini adalah Mazhar, Saudah, Dard dan Mir, kesemuanya di abad ke-18 M.

Gedung-gedung bersejarah yang ditinggalkan periode ini antara lain Taj Mahal di Agra, benteng Merah, masjid-masjid, istana- istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Akan tetapi, perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia Islam sedang mengalami kemerosotan. Tarekat terus mempunyai pengaruh besar dalam hidup Umat Islam.

Dengan timbulnya Turki dan India sebagai kerajaan besar, di samping bahasa Arab dan Persia, bahasa Turki dan bahasa Urdu juga mulai muncul sebagai bahasa penting dalam Islam. Kedudukan bahasa Arab menjadi bahasa persatuan bertambah menurun.
Kemajuan Islam II ini lebih banyak merupakan kemajuan dalam bidang politik dan jauh lebih kecil dari kemajuan Islam I. Di samping itu, Barat mulai bangkit terutama dengan terbukanya jalan ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah di Timur Jauh, melalui Afrika Selatan dan ditemukannya Amerika oleh Columbus di tahun

1492 M. Akan tetapi, kekuatan Eropa pada waktu itu masih lemah jika dibandingkan dengan kekuatan Islam.

2) Fase Kemunduran II Sejarah Peradaban Islam (1700-1800 M)

Sesudah Sulaiman al-Qanuni, kerajaan Usmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang kuat. Kerajaan ini mulai memasuki fase kemundurannya di abad ke-17 M. Di dalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Syiria di bawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Lebanon di bawah pimpinan Druze Amir fakhruddin. Di samping itu, terjadi pula peperangan dengan negara- negara tetangga seperti Venitia (1645-1664 M) dan dengan Syah Abbasiyah dari Persia. Jenissary, nama yang diberikan kepada tentara Usmani juga memberontak. Sultan-sultan berada di bawah kekuasaan Harem.

Sementara di Eropa juga mulai timbul negara-negara yang kuat, sedangkan Rusia di bawah Peter Yang Agung telah pula berubah menjadi negara yang maju. Dalam peperangan dengan negara-negara ini kerajaan Usmani mengalami kekalahan dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil sedikit demi sedikit. Misalnya Yunani, memperoleh kemerdekaannya kembali di tahun 1829 M dan Rumania di tahun 1856
M. Demikian pula yang lain mengikuti, sehingga akhirnya sesudah Perang Dunia I, daerah kerajaan Usmani yang dahulu demikian luas kini hanya mencakup Asia Kecil dan sebagian kecil dari daratan Eropa Timur. Kerajaan Usmani lenyap dan sebagai gantinya timbul Republik Turki di tahun 1924 M.

Sejarah Peradaban Islam, Kerajaan safawi di Persia mendapat serangan dari raja Afghan yang berlainan faham dengan syah-syah Safawi, ia menganut faham Sunni. Mir Muhammad dapat menguasai Afghan pada tahun 1722 M.

pada waktu itu Nadir Syah seorang jenderal, atas nama Syah Tahmasp II dapat merampas ibu kota itu kembali pada tahun 1730 M. Kemudian ia sendiri menjadi Syah di Persia. Namun pada tahun 1750 M, Karim Khan dari Dinasti Zand dapat merebut kekuasaan di seluruh Persia, kecuali daerah Khurasan. Kekuasaan Dinasti Zand ditentang oleh Dinasti Qajar dan akhirnya Agha Muhammad dapat mengalahkan Dinasti Zand pada tahun 1794 M.

Sejarah Peradaban Islam, Semenjak itu sampai tahun 1925 M, Persia diperintah oleh Dinasti Qajar.

Di India, Dinasti Mughal Islam setelah Aurangzip meninggal dan digantikan oleh para penguasa yang lemah, terjadi pemberontakan dari pihak golongan Hindu yang merupakan mayoritas penduduk India. Pemberontakan Sikh dipimpin oleh Guru Tegh Bahadur dan kemudian oleh Guru Gobind Singh.

Negeri Haiderabad Dekan melepaskan diri dari ikatan Delhi (1724 M). kemudian, mengikut pula Benggala dan Aud yang semuanya berdekatan tahunnya. Negeri yang tertinggal pada tangan Mughal hanyalah Delhi, Agra dan negeri-negeri Duab (Hamka, 2016: 387).
Sementara itu Inggris telah pula turut memainkan peranan dalam politik India dan menguasai India di tahun 1857 M sampai tahun 1947 M India menjadi jajahan Inggris.

Pada Sejarah Peradaban Islam masa ini kekuasaan militer dan politik umat Islam semakin menurun. Perdagangan dan ekonomi umat Islam juga jatuh dengan hilangnya monopoli dagang antara Timur dan Barat dari tangan mereka. Ilmu Pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnansi. Tarekat-tarekat diliputi oleh suasana khurafat. Umat Islam dipengaruhi oleh sifat fatalistis. Dunia Islam mengalami kemunduran dan statis.

Sementara Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan laba dari perdagangan langsung dengan Timur jauh bertambah kaya dan maju. Penetrasi Barat, yang kekuatannya bertambah besar ke dunia Islam yang didudukinya, kian lama bertambah mendalam. Akhirnya di tahun 1798 M Napoleon menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini ke tangan Barat, menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban yang lebih tinggi dari peradaban Islam, dan merupakan ancaman bagi hidup Islam sendiri.

3. Periode Modern Sejarah Peradaban Islam (1800-Sekarang)

Periode ini merupakan zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M, membuka mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat.

Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak islam dengan Barat sekarang berlainan sekali dengan kontak Islam dengan Barat periode klasik.

Pada waktu itu, Islam sedang naik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang sebaliknya, Islam tampak dalam kegelapan dan Barat tampak gemilang. Dengan demikian, timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Pemuka- pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat umat Islam maju kembali sebagaimana yang terjadi pada periode klasik. Usaha-usaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Akan tetapi, dalam hal itu, Barat juga bertambah maju.

Beberapa tokoh pembaharu atau modernisasi di kalangan dunia Islam di antaranya: Muhammad bin Abdul Wahab di Arabia. Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir. Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah dan Muhammad Iqbal di India. H. Abdul Karim Amrullah, KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Hasyim Asy’ari di Indonesia, dan masih banyak yang lainnya (Amin, 2015: 46).

PENUTUP :

Demikian gambaran umum periodesasi Sejarah Peradaban Islam dari periode klasik, pertengahan dan modern sebagai cermin masa lalu dan sebagai pelajaran bagi orang yang datang kemudian agar mampu menghadapi masa depan dengan penuh optimisme serta belajar dari kegagalan masa lalu dan agar terhindar dari pesimisme.

Penerbit : CV. Intrans Publishing – Malang

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini