JAKARTA – Pada Rabu, 21 Februari 2024 Presiden Joko Widodo resmi melantik Ketua Umum Partai Demokrat yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Istana Negara, menggantikan posisi Hadi Tjahjanto yang dalam hari sama juga dilantik sebagai Menkopolhukam republik Indonesia.
Dalam waktu sekejap mampu mengungkap 2 mafia Tanah di Provinsi Jawa Timur, ini merupakan gebrakan luar biasa yang dilakukan Oleh seorang Menteri BPN/ATR Republik Indonesia. Masyarakat bangga mempunyai Menteri seperti Ahy antusias kepada orang bawah yang selalu tertindas oleh para mafia Tanah tanpa mendapatkan keadilan.
Gebrakan Menteri BPN/ATR Republik Indonesia, Mendapatkan Apresiasi dari Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur. Apresiasi Pak Menteri Agus Harimurti Yudhoyono telah berhasil mengungkap dua (2) Mafia Tanah yang bersemayam di wilayah Jawa Timur.
Kami Aktivis Anti Korupsi Indonesia siap berkolaborasi dengan Kementerian Pertanahan republik Indonesia untuk melaporkan Para oknum Mafia Tanah dan pastinya akan berkoordinasi dengan Satgas Mafia Tanah, dengan ini Penyerobotan Tanah atau memiliki lahan tanpa hak akan berkurang,” ungkap Aktivis KAKI,” Sabtu 16 Maret 2024.
![](https://hosnews.id/wp-content/uploads/2024/03/IMG_20240317_064512.jpg)
Diketahui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkap dua kasus mafia tanah di Jawa Timur. Kedua kasus itu disebut terjadi di Kabupaten Sampang dan Banyuwangi.
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan kasus ini sendiri sudah dinyatakan P21. Satgas Anti Mafia Tanah sendiri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Terdapat berkas perkara yang sudah P21 atau lengkap sebanyak dua kasus di Banyuwangi dan Pamekasan dengan jumlah lima orang tersangka,” Ujar AHY di Mapolda Jatim, Sabtu (16/03/2024).
Ia mengatakan kasus tanah di Banyuwangi adalah penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di Kantor Pertanahan Banyuwangi. Dari kasus ini, terdapat kerugian hingga mencapai Rp17 miliar lebih.
Kerugian sekitar Rp 17,769 M dengan luas tanah 14.250 meter persegi. potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp 506 Juta.
Dari kasus itu, Terdapat 1.200 sertifikat palsu yang saat ini masih di tahan oleh kantor pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti Mafia Tanah.
Sementara itu, Kasatgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman menjelaskan, pengungkapan kasus ini merupakan laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan.
Untuk kasus Banyuwangi, kejadian tersebut terjadi pada Januari 2023 lalu dengan korban AKR yang merupakan ahli waris tanah. Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang tersangka yakni P (54) dan PDR (34).
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses pemisahan sertifikat. Korban kemudian menggunakan jasa P sebagai calo untuk membantu.
P kemudian melakukan proses namun terungkap menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan siteplan yang bertandatangan, stempel dan nomor registrasi dari Kantor Dinas PU palsu.
P kemudian dibantu oleh PDR yang berperan menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akte Jual Beli (AJB) padahal pemilik tanah sudah meninggal dunia.
Anehnya Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 M. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi,” jelasnya.
Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini berupa satu unit laptop, sejumlah dokumen, satu lembar kwitansi pembayaran pemisahan bidang sebesar Rp411 ribu.
Tindakan dua tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang membuat, memalsu dan atau menggunakan surat palsu dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
“Sedangkan kasus Pamekasan, di mana fakta terhadap objek perkara terbit SHM 476 atas nama D. Tersangka 3 orang sedang diproses di Kejari Pamekasan. Ada bukti dokumen dan beberapa pendukung.
Dalam kasus tersebut terdapat tiga orang tersangka berinisial B (57), MS (53), dan S (51) asal Pamekasan. Ketiganya berperan sebagai makelar dengan korban bernisial D. Tersangka S sendiri saat ini diketahui sudah meninggal dunia,” Sambung Arif.
Kasus ini berkembang di tanah seluas 1.418 meter persegi dengan sertifikat tanah atas nama D. Terhadap tanah tersebut, almarhum S membuat dokumen palsu untuk mengajukan permohonan SHM ke Kantor Pertanahan Pamekasan lalu terbit SHM 02559 atas nama S dengan luas 1.408 meter persegi tahun 2020 lalu.
Dalam praktiknya almarhum S bersama tiga tersangka menjual tanah tersebut dengan harga Rp1,3 M kepada Rudy Darmanto. Hal tersebut menimbulkan kerugian bagi D.
Dan hasil penjualan tersebut, tersangka mendapat keuntungan Rp675 juta yang dibagi tiga. Di mana B mendapat Rp45 juta, MS mendapat Rp615 juta, dan S mendapat Rp15 juta.
Kemudian atas tindakan tiga tersangka dijerat Pasal 385 ayat 1 e KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta menjual tanah padahal diketahuinya yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain dengan ancaman 4 tahun penjara. (Said Loebis)