Jembrana- Hosnews.id – Penyelenggaraan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi sorotan setelah pernyataan kontroversial yang dikeluarkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jembrana, I Made Budiasa.
Dalam keterangan yang diberikan, Budiasa menyatakan bahwa tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS atau PPPK “tidak boleh menjadi paruh waktu”. Pernyataan tersebut menuai kritik, terutama karena bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Nomor 16 Tahun 2025.
Keputusan MenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 mengatur pengangkatan tenaga honorer yang tidak lolos seleksi PPPK menjadi PPPK paruh waktu, di mana mereka tetap memperoleh Nomor Induk Pegawai (NIP) dan Surat Keputusan (SK) resmi, meskipun dengan jam kerja dan penggajian yang berbeda.
Namun, pernyataan Sekda Jembrana yang menganggap hal ini tidak diperbolehkan, malah menciptakan kebingungannya sendiri, yang lebih mencuatkan perbedaan pemahaman antara kebijakan pusat dan implementasi di tingkat daerah.
Pernyataan yang lebih kontroversial datang dari Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Jembrana, Siluh Ktut Natalis Semaradani, S.Sos., M.Si., yang dinilai tidak memahami regulasi pengangkatan tenaga honorer yang tidak lolos seleksi menjadi PPPK paruh waktu.
Hal ini terlihat ketika Kepala BKPSDM Jembrana ini secara terbuka menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak berlaku bagi honorer yang gagal seleksi, padahal Keputusan MenPAN-RB telah jelas memberikan jalan bagi mereka untuk tetap diangkat sebagai PPPK paruh waktu.
Perbedaan informasi antara Sekda, Kepala BKPSDM, dan kebijakan pemerintah pusat menambah kebingungannya. Pada rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah pada Selasa (21/1/2025) melalui daring, dibahas bahwa honorer yang tidak lolos seleksi dapat dialihkan menjadi PPPK paruh waktu yang dibuktikan dengan SK Honorer sebelum Oktober Tahun 2023.
Penegasan ini menegaskan bahwa meski tidak lolos, status mereka tetap diakui sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), mendapatkan gaji sesuai dengan yang diterima sebelumnya, serta diberikan NIP.
Video dapat di simak dimenit ke 31.26 dan seterusnya : https://www.youtube.com/live/HZROeGSbteo?si=D7WwkjsJedrC_9yW
Kasus ini juga melibatkan seorang tenaga honorer, Ahmad Yusan Hidayahtulloh, seorang pegawai honorer di Pemkab Jembrana. Ahmad merasa dirugikan oleh kebijakan yang tidak transparan, karena meskipun ia telah mengikuti tes CPNS, ia kini dirumahkan dan tidak bisa mengikuti seleksi PPPK paruh waktu.
Padahal sebelumnya, ia mendapat informasi yang berbeda dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jembrana yang menyatakan bahwa honorer bisa tetap mengikuti seleksi PPPK paruh waktu.
Keputusan MenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang PPPK paruh waktu telah mengatur bahwa mereka yang tidak lolos seleksi PPPK tetap memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi PPPK dengan jam kerja yang disesuaikan.
Kebijakan ini diterapkan sebagai solusi untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi tenaga honorer yang tidak terakomodasi dalam formasi PPPK penuh waktu, serta untuk memastikan bahwa tenaga honorer tetap dapat melanjutkan tugas mereka di pemerintahan tanpa kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
Selain itu, Keputusan MenPAN-RB Nomor 347 Tahun 2024 juga memperjelas mekanisme seleksi dan pengangkatan PPPK paruh waktu. Skema ini, yang telah dibahas sejak tahun lalu, bertujuan untuk memastikan tenaga honorer tetap bisa bekerja tanpa menambah beban anggaran pemerintah daerah.
Pemerintah pusat terus mendorong tenaga honorer yang belum terakomodasi dalam formasi PPPK untuk mengikuti seleksi PPPK 2024, dengan harapan mereka dapat diangkat sebagai PPPK paruh waktu dan tetap memperoleh NIP. Hal ini memberikan solusi bagi banyak tenaga honorer di daerah, meskipun kebijakan ini belum sepenuhnya dipahami di tingkat daerah.
Sekda dan Kepala BKPSDM Jembrana yang tidak memadai dalam memahami regulasi ini dikhawatirkan dapat menghambat peluang tenaga honorer untuk memperoleh status PPPK paruh waktu, yang telah diatur oleh pemerintah pusat demi kesejahteraan mereka. Kejelasan dan pemahaman yang mendalam tentang peraturan ini sangat dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan tenaga honorer dalam sistem pemerintahan. (Tim/Red)