SURABAYA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Dengan demikian BPK memiliki peran untuk memastikan pengelolaan keuangan negara tersebut dapat terwujud yaitu mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Diketahui temuan korupsi yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa dilaporkan kepada aparat penegak hukum. BPK memiliki kewajiban untuk melaporkan temuan yang menunjukkan unsur pidana kepada instansi yang berwenang.
Hasil pemeriksaan BPK yang mengandung dugaan tindak pidana korupsi dapat dijadikan dasar penyidikan oleh instansi penegak hukum. Instansi penegak hukum yang berwenang untuk menindaklanjuti temuan BPK adalah Kejaksaan, KPK, atau Polri.
BPK bekerja sama dengan Aparat penegak hukum untuk menjamin efektifitas penanganan hasil pemeriksaan. Kerja sama meliputi Penyerahan hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana kepada kepolisian. Kerja sama dalam proses tindak lanjut penanganan perkara dan kerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan Audit investigasi bersama.
Dalam pemeriksaan anggaran tahun 2024, Moh Hosen Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur menyarankan BPKP Jatim untuk melaporkan hasil temuan Korupsi dalam pengauditan anggaran negara kepihak berwajib sebagai bentuk keseriusan membantu Program Asta Cita Presiden Prabowo dalam pemberantasan Korupsi.
KAKI Jatim selalu Pemantau kegiatan BPKP Jatim dalam melaksanakan tugas pengauditan anggaran negara Anggaran Tahun 2024 yang melekat di segenap instansi wilayah Jawa Timur.
Manakala ada temuan Korupsi hasil pengauditan tidak dilaporkan ke pihak berwenang. Maka kami laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih ada dugaan Nepotisme dan Gratifikasi dengan pihak oknum tidak bertanggung jawab.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki peran penting dalam memberantas tidak pidana korupsi. BPK memiliki kewenangan untuk menghitung, menilai, dan/atau menetapkan kerugian negara dalam penggunaan anggaran oleh suatu entitas.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, temuan yang mengindikasikan pidana dilaporkan kepada aparat penegak hukum.
Lanjut Hosen KAKI Jatim, dalam proses pemeriksaan (audit), pemeriksa (auditor) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki kewajiban untuk melaporkan ke instansi yang berwenang, jika menemukan indikasi tindak pidana, khususnya korupsi. Laporan dari BPK tersebut, menjadi dasar penyidikan oleh instansi berwenang (Kejaksaan, KPK, atau Polri) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam artian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempunyai kewajiban hukum untuk melaporkan setiap temuan yang menunjukkan unsur pidana kepada instansi yang berwenang. Laporan tersebut, harus disampaikan dalam waktu satu bulan sejak ditemukannya unsur pidana. Adapun Pasal yang mengatur tentang temuan pemeriksaan BPK untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum adalah Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004,” ujar Pegiat Antikorupsi KAKI Jatim.
Pasal tersebut mengatur bahwa temuan pemeriksaan BPK yang mengandung unsur kerugian negara atau potensi kerugian negara wajib ditindaklanjuti dengan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
BPK memiliki peran penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor). BPK berwenang untuk menghitung, menilai, dan menetapkan kerugian negara.
Sebagaimana juga diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara.
Peran BPK sebagai lembaga negara yang diberi mandat oleh konstitusi untuk memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi menjadi begitu penting dan strategis,” urai Hosen Ketua KAKI DPW Jatim.
Diketahui Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur melaksanakan salah satu Agenda Prioritas Pengawasan 2024 pada tema topik di triwulan IV berupa evaluasi atas pembangunan infrastruktur transportasi massal perkotaan di Provinsi Jawa Timur.
Evaluasi diarahkan pada potret kondisi pembangunan infrastruktur transportasi massal perkotaan, termasuk analisis kebutuhan pembangunan infrastruktur di kawasan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Potret ketepatan dan keselarasan antara perencanaan dan implementasi program pembangunan infrastruktur transportasi massal perkotaan, termasuk progres dan langkah percepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur.
Akuntabilitas keuangan dan kinerja yang dievaluasi meliputi operasionalisasi infrastruktur yang telah dibangun, analisis ketepatan sasaran, jumlah, waktu, kualitas dan administrasi dan analisis pemanfaatan, outcome dan dampak infrastruktur transportasi massal perkotaan, kelayakan, tata kelola, efisiensi dan keberlanjutan (going concern) pengusahaan transportasi massal termasuk kewajaran harga/tarifnya.
“BPKP Jawa Timur hadir dengan solusi berdasarkan analisis atas risiko fraud dan hambatan/kendala utama yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur, termasuk kelemahan tata kelola program. Rekomendasi diberikan untuk perbaikan kebijakan guna percepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur transportasi massal perkotaan di Jawa Timur.
Kami Pegiat Antikorupsi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur akan mendatangi Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur guna menanyakan hasil pengauditan anggaran negara tahun 2024 yang dilakukan Januari-Februari 2025. Dan manakala tidak ada keteransparansian data, maka diduga kuat BPKP jatim ada dugaan nepotisme maupun Gratifikasi dan layak diperiksa KPK,” Pungkas Hosen KAKI Jatim. (Kusnadi).