Sejarah Pondok Pesantren Lirboyo yang Jadi Pusat Islam Jawa Timur

Pondok Pesantren Lirboyo, yang bersemayam di Kelurahan Lirboyo, Kota Kediri, adalah salah satu benteng pendidikan Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Didirikan pada tahun 1910 M oleh sosok ulama besar, K.H. Abdul Karim—yang akrab disapa Mbah Manab—pesantren ini kini diasuh oleh salah satu cucu beliau, K.H. M. Anwar Manshur.

Lirboyo dikenal sebagai pusat studi Islam berbasis salaf. Fokus utama pengajarannya sangat kuat pada tradisi membaca, mengkaji, dan mendalami kitab kuning (kitab-kitab klasik). Tak heran, pesantren ini menjadi salah satu simpul penting dalam jaringan keilmuan Nahdlatul Ulama (NU).

Peran Lirboyo melampaui batas-batas pendidikan. Puluhan tahun sebelum Indonesia merdeka, pesantren ini sudah menjadi pusat pergerakan. Di momen-momen genting perjuangan kemerdekaan, para santri Lirboyo selalu ikut andil di medan perang, termasuk dalam kancah heroik Pertempuran 10 November di Surabaya.

BACA JUGA : Biografi Ir. Soekarno Presiden Pertama Indonesia Lengkap

Sejarah Pondok Pesantren Lirboyo Kediri

Pondok Pesantren Lirboyo adalah salah satu institusi pendidikan Islam tradisional (salaf) terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.

Terletak di Kelurahan Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, pesantren ini telah berdiri kokoh selama lebih dari satu abad.

Di awal pendirian, kegiatan belajar-mengajar di Lirboyo masih menggunakan sistem tradisional: sorogan (santri membaca kitab di depan Kiai) dan bandongan (Kiai membacakan dan santri memaknai).

Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah santri, Lirboyo melakukan inovasi. Lima belas tahun setelah berdiri, tepatnya pada tahun 1925 M,

mereka mengadopsi sistem pendidikan berkelas (sistem madrasah) yang diberi nama Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien. Sistem ini tetap eksis hingga hari ini, melengkapi kekhasan pendidikan salaf di Lirboyo.

Awal Mula Kedatangan K.H. Abdul Karim

Kisah berdirinya Lirboyo bermula dari kepindahan K.H. Abdul Karim ke Desa Lirboyo pada 1910. Sebelumnya, beliau adalah pengajar di Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, asuhan K.H. M. Hasyim Asy’ari. Menariknya, kedua ulama besar ini adalah teman seperjuangan saat menimba ilmu kepada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Keputusan K.H. Abdul Karim untuk menetap di Lirboyo didasari oleh pernikahannya dengan Nyai Khodijah binti K.H. Sholeh dari Banjarmlati, Kediri. Dorongan kuat dari mertua beliau, K.H. Sholeh, menjadi pemicu utama. Tujuannya satu: agar syiar dan dakwah Islam dapat menyebar lebih luas di wilayah tersebut.

Dengan restu penuh dari sang mertua dan semangat dari hati K.H. Abdul Karim sendiri, didirikanlah pondok kecil sebagai pusat penyebaran ajaran Islam. Santri pertama yang datang adalah Umar dari Madiun.

Disusul kemudian oleh Yusuf, Sahil, Somad dari Magelang, dan Syamsudin dari Gurah, Kediri. Lambat laun, jumlah santri terus bertambah, menjadikan Pondok Pesantren Lirboyo dikenal luas, melintasi batas-batas Kediri.

Pada tahun 1913, K.H. Abdul Karim membangun sebuah masjid di area pondok sebagai sarana utama ibadah. Masjid ini hingga kini masih berdiri, dikenal dengan nama Masjid Lawang Songo (Masjid Sembilan Pintu).

BACA JUGA : Sejarah Hidup Sunan Kalijaga Pendakwah Agama Islam di Pulau Tanah Jawa

Pondok Pesantren Warisan Penjaga Tradisi

Setelah usianya melampaui satu abad, Lirboyo menjelma menjadi pusat studi Islam yang terus berkembang pesat. Ia berhasil menjaga pendidikan salaf (tradisional) sambil berharmonisasi dengan arus modernisasi.

Sebagai salah satu pusat pendidikan agama, Lirboyo terbukti mampu mencetak kader-kader ulama dan pemimpin bangsa yang mumpuni.

Pesantren ini secara konsisten melahirkan tokoh-tokoh yang tidak hanya salih dalam ilmu keagamaan, tetapi juga salih dalam kecakapan intelektual, menjadikannya warisan abadi yang terus menerangi peradaban Indonesia.

Hingga kini, Pondok Pesantren Lirboyo terus berkembang pesat. Selain pesantren induk, telah lahir pula unit-unit pesantren dan lembaga pendidikan lain di bawah naungan Lirboyo,

serta banyak alumni yang mendirikan pesantren-pesantren besar di berbagai daerah di Indonesia, menjadikannya salah satu mata rantai keilmuan Islam yang paling berpengaruh di Nusantara.

Baca Lainya :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img