“Fenomena Saat Ini, Bolehkah Muslim Berhutang untuk Naik Haji atau Umrah

INDONESIA,HN.ID- Saat ini banyak fenomena yang terjadi di kalangan umat Islam yang ingin pergi (atau naik) Haji bahkan Umrah dengan meminjam (berhutang) di Bank Konversial umum atau Bank Syariah, bahkan membayar Dp dengan nominal yang sangat minim, masalah kekurangannya dibayar setelah datang kepulangan dengan cara dicicil/diangsur, Apakah itu dibolehkan dalam syariat Islam.?.

“Untuk hal tersebut tidak perlu dan bukan merupakan suatu prioritas, Hal tersebut sesuai dengan jawaban yang diberikan Rasulullah SAW ketika ditanya oleh seorang Sahabatnya Abdullah bin Abi Aufa, “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW berkenaan seorang lelaki yang belum menunaikan Haji, apakah itu boleh meminjam uang untuk Haji?

Rasulullah SAW menjawab “TIDAK”, Imam Syafi’i berkata setelah itu, Barang siapa yang tidak mendapatkan kemudahan dan kelebihan harta yang menjadikannya dapat menunaikan Ibadah Haji tanpa melakukan pinjaman, maka ketika itu dia dianggap tidak layak untuk pergi Haji,” demikian kata Kyai Sajjad kepada media, Jumat (01/07/2022).

“Jadi jika kita tidak kerena kekurangan dana, maka tak perlu untuk berhutang, Karena Allah SWT Maha Tahu, bila kita sudah berusaha semaksimal mungkin dengan niat yang tulus untuk berangkat Haji akan tetapi kekurangan dana Insya Allah masih ada jalan yang lebih baik daripada berhutang.” Tutur Kyai Sajjad menegaskan.

Kyai Sajjad,SH menegaskan, Bahwa sanya ajaran Islam tidak memberatkan kepada siapapun untuk bisa berangkat menunaikan ibadah Haji kecuali dia benar-benar telah memiliki kemampuan dan bukan sesuatu yang dipaksakan sebelum tiba saatnya.

Imam Ibn Qudamah pernah mengatakan, “Dan hendaklah (pembekalan ini) adalah harta berlebih dari yang dia perlukan untuk menafkahi keluarganya yang wajib disediakannya, Hal itu dikarenakan nafkah keluarga berkaitan dengan hak manusia dimana mereka lebih membutuhkan dan hak mereka lebih diutamakan, Selain itu, hendaklah perbekalannya dari harta berlebih sehingga dia mampu melunasi hutangnya (Kitab Al Mughni karya Ibn Qudamah).

Namun demikian, menurut Kyai Sajjad, jika hutang pinjaman itu tidak mengganggu keseluruhan tanggung jawabnya menafkahi orang-orang yang berhak dinafkahi (Seperti anak dan istri-red) karena ia mempunyai simpanan yang mencukupi atau harta lain yang dia miliki misalnya dalam bentuk properti atau lain-lain yang bisa dijual apabila diperlukan, Sebagaimana ucapan Imam Syafi’i.

“Tetapi jika ia mempunyai harta yang banyak, ia boleh menjual sebagiannya atau berhutang karena yakin dapat membayar hutang yang dipinjamnya.”

Syeikh Yusuf Al Qardhawi pernah menjelaskan, Bahwa seseorang yang masih tersangkut dengan hutang tidak wajib untuk menunaikan Haji, Para Ulama sependapat bahwa “BEKAL” yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW adalah kelebihan harta berbanding tanggungan pokoknya, justru hutangnya terhadap individu perseorangan yaitu, termasuk dalam tanggung jawab pokoknya seperti juga nafkah wajib, Selain itu, hutang individu perseorangan yang bersifat jangka pendek harus diselesaikan sebelum pergi menunaikan ibadah Haji atau Umrah.

Apabila kita melihat pada Kaidah Fiqih yang menyebutkan, ” Apa-apa yang membawa kepada haram, hukumnya adalah haram”, Hal ini mirip dengan segala bentuk dan jenis yang mendekati kepada Zina dalam ayat La tagrab al-zina.

Ayat ini bermakna bahwa bukan hanya zina saja yang haram, akan tetapi segala bentuk tindakan dan prilaku yang dapat menyebabkan zina juga adalah haram seperti pelik, cium, kedipan mata, chating bersyahwat, telepon bersyahwat dan lain-lain.

Demikian juga hal nya melakukan ibadah Haji dengan keyakinan akan membawa mudharat kepada kewajiban terhadap pemilik hutang baik dari kalangan individu atau pun perbankan, maka hukumnya adalah haram. Timpal Kyai Sajjad.

Syeikh Dr. Abdul Karim bin Abdullah Al-Khudhair juga berpendapat jika ia berharap, mampu untuk melunasi hutang tersebut, dan menurut dugaan kuat ia memang mampu untuk melunasinya, maka Insya Allah tidak mengapa ia berhutang untuk membiayai ibadah Haji, Adapun apabila menurut dugaan kuat ia tidak mampu melunasi hutang tersebut, maka hukum asalnya ia tidak wajib melaksanakan Haji.

“Kesimpulan mengenai hal ini adalah lebih baik apabila kita ingin pergi Haji, Janga sampai berhutang karena tidak tahu kapan kita bisa melunasi hutang tersebut, Jika boleh menyarankan kumpulkan uang sedikit demi sedikit itu lebih baik.” Tandas Kyai Sajjad yang juga pengasuh Pondok Pesantren. (WIE-RED)

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini