Dalam Jabatan 10 Tahun Presiden Jokowi Berhasil Kembangkan Infrastruktur Pembangunan dan Perkonomian

JAKARTA – Ir. H. Joko Widodo merupakan Presiden ke-7 Republik Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014. Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 21 Juni 1961, Joko Widodo pertama kali terjun ke pemerintahan sebagai Wali Kota Surakarta (Solo) pada 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012.

Kemudian Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 15 Oktober 2012 sebelum terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Saat Pilpres tersebut Joko Widodo terpilih bersama pasangannya, Jusuf Kalla.

Dalam Pilpres 2019, Joko Widodo kembali terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatannya yang kedua. Kali ini, Joko Widodo didampingi oleh Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin dan dilantik pada 20 Oktober 2019 untuk masa jabatan 2019 hingga 2024 mendatang.

Pembangunan infrastruktur menjadi program prioritas di masa kepemimpinannya yang pertama. Pembangunan yang dilakukan secara merata hingga ke daerah terluar Indonesia ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam sektor ini dibandingkan negara-negara lain.

Program prioritas tersebut dibarengi dengan program berupa bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), hingga Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu, sejak awal masa jabatannya, Joko Widodo juga mengupayakan reforma agraria dengan salah satunya melakukan percepatan penerbitan sertifikat hak atas tanah untuk mengurangi terjadinya sengketa lahan oleh karena ketiadaan sertifikat.

Di masa jabatannya yang kedua, Joko Widodo mengalihkan fokus pemerintahan pada pembangunan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Adapun program pembangunan infrastruktur masih terus dilanjutkan bersamaan dengan itu.

Selama 10 tahun periode menjabat sebagian besar masyarakat Indonesia puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kepemimpinannya. Selama dua periode, ekonomi Indonesia mengalami sejumlah perubahan dan tantangan yang signifikan. Pemerintahan Jokowi menghadapi tantangan global dan domestik, mulai dari fluktuasi harga komoditas, perang dagang, hingga pandemi COVID-19.

Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang cukup signifikan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan membangun fondasi lebih kuat bagi perekonomian nasional. Artikel ini akan mengulas perjalanan ekonomi Indonesia selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Jokowi.

“Pencapaian ekonomi era Jokowi

Sejak awal menjabat, Jokowi menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama. Pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk membangun jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jaringan kereta api yang bertujuan memperbaiki konektivitas antarwilayah.

Dalam periode ini, proyek besar seperti Tol Trans-Jawa, Trans-Sumatera, serta pengembangan jaringan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi simbol keberhasilan dalam mengatasi masalah konektivitas yang selama ini menghambat distribusi barang dan jasa.

Selain meningkatkan aksesibilitas, proyek infrastruktur juga membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan investasi di berbagai daerah. Keberadaan jalan tol dan pelabuhan baru membuat kawasan-kawasan terpencil lebih terhubung, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta menurunkan biaya logistik secara signifikan.

Dalam jangka panjang, infrastruktur ini diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di kancah global. Investasi besar-besaran pada infrastruktur tidak hanya meningkatkan konektivitas, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, terutama di daerah yang sebelumnya sulit dijangkau. Selama masa pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di kisaran 5 persen, meski sempat terdampak signifikan oleh pandemi COVID-19 pada 2020.

Pada saat itu, Indonesia mencatatkan kontraksi ekonomi sekitar -2,1 persen, lalu mampu bangkit dengan cepat pada tahun-tahun berikutnya. Kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif, termasuk stimulus ekonomi serta dukungan terhadap sektor UMKM, berhasil membantu pemulihan ekonomi.

Salah satu kebijakan penting adalah penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, yang diiringi dengan insentif pemerintah untuk sektor-sektor tertentu seperti pariwisata, manufaktur, dan digital. Jokowi juga mendorong transformasi ekonomi digital untuk memanfaatkan potensi besar dari ekonomi digital yang diprediksi mencapai 146 miliar dollar AS pada 2025.

Di era kepemimpinan Jokowi, sektor digital berkembang pesat dan menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi. Pemerintah mengakui potensi besar ekonomi digital Indonesia, yang diproyeksikan mencapai 146 miliar dollar AS pada 2025.

“Untuk mendukung pertumbuhan ini, pemerintah memperkenalkan berbagai regulasi yang lebih ramah terhadap startup dan perusahaan teknologi, serta mendorong pengembangan infrastruktur digital di seluruh negeri.

Ekosistem startup di Indonesia mengalami perkembangan pesat, dengan munculnya beberapa unicorn dan decacorn seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka. Ekonomi digital tidak hanya tumbuh di kota-kota besar, tetapi juga merambah daerah-daerah yang belum tersentuh teknologi.

Pemerintah mendukung literasi digital dan e-commerce di kalangan UMKM melalui program-program pelatihan serta dukungan infrastruktur teknologi. Salah satu kebijakan ekonomi yang paling ambisius di era Jokowi adalah pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk menyederhanakan regulasi, memangkas birokrasi, dan mempermudah investasi di Indonesia.

Kebijakan ini mendapat berbagai reaksi, dari sambutan positif oleh pelaku usaha hingga kritik keras dari serikat pekerja yang menilai undang-undang ini mengurangi hak-hak tenaga kerja. Meski kontroversial, reformasi melalui Omnibus Law berhasil meningkatkan daya tarik Indonesia di mata investor asing.

Berbagai peraturan yang sebelumnya dianggap tumpang tindih berhasil dipangkas, sehingga proses perizinan usaha menjadi lebih efisien. Dengan lebih banyak investasi, diharapkan tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan dan peningkatan kapasitas industri dalam negeri.

“Salah satu langkah signifikan lainnya adalah kebijakan hilirisasi sumber daya alam. Jokowi menekankan pentingnya mengolah bahan mentah di dalam negeri sebelum diekspor, sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Sebagai contoh, pemerintah menghentikan ekspor nikel mentah pada 2020, dengan tujuan mendorong pembangunan industri pengolahan di dalam negeri.

Kebijakan ini berhasil menarik investasi besar dari perusahaan-perusahaan asing, terutama di sektor baterai listrik, yang merupakan bagian penting dari ekosistem kendaraan listrik. Indonesia juga berupaya memperkuat posisinya sebagai pemain utama di rantai pasok global untuk industri baterai dan kendaraan listrik, mengingat potensi cadangan mineral yang dimilikinya. (Kusnadi)

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini