BANGKALAN – Hosnews.id – Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali masyarakat menjadi korban suatu tindak pidana berupa kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
Ketika seseorang merasa terancam akan tindak kejahatan yang mungkin menimpa dirinya, maka orang tersebut tentu akan berusaha untuk membela diri.
Apakah seseorang dapat dihukum karena melakukan upaya pembelaan paksa?
Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia tentang pembelaan diri yang dilakukan secara terpaksa?
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (selanjutnya disebut sebagai KUHP), mengatur perihal pembelaan paksa. Pasal 49 ayat (1) KUHP menyebutkan:
“Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
Berdasarkan pasal tersebut, jika seseorang menerima ancaman serangan, serangan atau tindakan kejahatan yang melanggar hukum dari orang lain, maka pada dasarnya orang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap tindakan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan walaupun dilakukan dengan cara yang merugikan kepentingan hukum dari penyerangnya, yang di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang dimana pelakunya telah diancam dengan sesuatu hukuman.
Terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai alasan pembelaan diri seseorang yang merasa terancam akan ancaman serangan atau serangan tidak dapat dihukum dan dijadikan alasan pembenar.
Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bangkalan Madura Jawa Timur di Indonesia berpendapat sesuai UU No. 9 Tahun 1998; bahwa Pembelaan diri dari kejahatan harus dijaga dan diselamatkan dari para komplotan orang jahat.
Jika pembelaan diri untuk menyelamatkan pribadinya atau keluarganya dalam keadaan mendesak secara refleks melukai atau mencederai apalagi sampai terjadi pembunuhan harus dihukum.
“Maka diduga secara tidak langsung Kepolisian memberikan peluang besar bagi para penjahat dalam artian membiarkan para komplotan penjahat beraksi dan mereka akan berpikir; Tidak usah takut dalam melakukan kejahatan, toh jika ada luka atau cedera bahkan sampai terbunuh yang ditangkap dan ditahan polisi tetap korban kejahatan.
Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat (4) dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
“Lantas apa fungsi dari UU 1945 pasal 30 ayat (4) itu malah terkesan bahwa kepolisian berpihak pada para pelaku kejahatan.
Intinya harapan kami para pelaku kejahatan harus ditindak tegas dan diberi Sanksi sebagaimana undang-undang yang berlaku, agar ada Efek jera dan tidak memberi peluang aksi bagi para pelaku kejahatan lainnya.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa KUHP Indonesia memberikan perlindungan hukum terhadap perbuatan pembelaan diri yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi korban tindak kejahatan.
Pembelaan diri dinilai tidak dapat dihukum karena merupakan hak yang dimiliki oleh semua orang untuk melawan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Kami rakyat indonesia berharap kepada bapak presiden pemegang kekuasaan tertinggi di Negara tercinta ini, dapat memperhatikan dan merasakan jeritan rakyat kecil dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kepolisian republik Indonesia tetap bersikukuh dengan UU No 2 Tahun 2002 Pasal 13 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Menkopolhukam konsisten pada pendiriannya sebagaimana tugas dan fungsi telah dicantumkan dan dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Dan jangan sampai ada istilah bahasa; Hukum Tajam Kebawah Tumpul Keatas,” Tegas Hosen. (SA/RED)