LAMONGAN, Hosnews.id – Di balik klaim surplus anggaran sebesar Rp 91,6 miliar dalam postur APBD 2024, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan justru menuai kritik tajam. Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Jawa Timur menilai laporan keuangan yang disampaikan Bupati Yuhronur Efendi (Pak Yes) dalam Rapat Paripurna DPRD Lamongan, Kamis (8/5/2025), tidak mencerminkan realitas di lapangan.
Pasalnya, meskipun mengklaim surplus, Pemkab Lamongan justru masih menyisakan tunda bayar sebesar Rp 79 miliar untuk proyek-proyek kontraktual. Dampaknya, banyak kontraktor dan rekanan mengaku mengalami kesulitan likuiditas, sementara desa-desa penerima alokasi anggaran PAK (Perubahan Anggaran Keuangan) 2024 masih menunggu kekurangan pencairan 40% yang tak kunjung datang.
“Ini ironis! Pemkab bicara surplus tapi para kontraktor dan desa-desa justru menjerit karena dana mereka belum dibayarkan terkait PAK yang kurang 40% persen nya, padahal realisasinya itu rata-rata sudah di kerjakan 100% persen oleh desa-desa yang mendapatkan. Ini uangnya ke mana? Apa cuma sekadar angka atau sudah ‘diparkir’ di tempat lain?” kritik Kusnadi, perwakilan KAKI Jatim, Rabu (14/05/2025).
KAKI: Jangan Hanya Pamer WTP, Tunjukkan Kejujuran Anggaran
Pemkab Lamongan mengklaim telah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK selama sembilan tahun berturut-turut. Namun, KAKI menilai predikat tersebut tidak menjamin kejujuran dan transparansi dalam realisasi anggaran daerah.
“WTP itu bukan jaminan tidak ada penyelewengan. Yang kami pertanyakan, jika ada surplus Rp 91 miliar, kenapa masih ada utang tunda bayar hampir Rp 80 miliar? Seharusnya tidak perlu ada kontraktor yang mengeluh, apalagi sampai pencairan ke desa-desa tertunda,” ujar Kusnadi.
Kusnadi juga mempertanyakan apakah dana surplus tersebut benar-benar riil atau hanya “trik akuntansi” untuk mempercantik laporan keuangan di atas kertas. Ia menyoroti potensi penyimpangan dan ketidaksesuaian antara laporan keuangan dengan realitas penggunaan dana.
Dana ke Desa Belum Cair, Pembangunan Desa Terancam Terhenti
Di tengah keterlambatan pencairan PAK 2024, sejumlah desa di Lamongan dilaporkan masih menunggu kejelasan dari Pemkab. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan masyarakat di tingkat desa.
“Jangan-jangan dana desa pun ikut ‘diparkir’ entah di mana, atau malah digunakan menambal anggaran lain. Ini berbahaya! Kalau betul-betul dibiarkan, bisa jadi dugaan ladang baru korupsi terselubung,” tegas Kusnadi.
KPK Diminta Turun Tangan Audit Anggaran Surplus
Melihat ketidaksesuaian antara klaim surplus dan kondisi kontraktor serta desa yang tercekik, KAKI Jatim secara tegas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit investigatif atas pengelolaan APBD Lamongan.
“Kami menduga, ini bukan sekadar keterlambatan administratif. Bisa saja ada indikasi permainan anggaran atau bahkan simpanan uang rakyat yang tidak transparan penggunaannya,” tutur Kusnadi.
Ia mengingatkan bahwa praktik seperti ini dapat mengarah pada penyimpangan yang lebih besar bila tidak segera diaudit oleh lembaga independen. Terlebih, Pemkab Lamongan sebelumnya juga tersangkut kasus korupsi pembangunan gedung senilai Rp 151 miliar yang kini masih proses jalan di tempat.
Fakta Anggaran:
Surplus APBD 2024: Rp 91,636 miliar
Tunda Bayar Proyek Kontraktual: Rp 79 miliar
Realisasi Pendapatan: Rp 3,299 triliun dari target Rp 3,632 triliun
Realisasi Belanja: Rp 3,207 triliun dari alokasi Rp 3,579 triliun
Kesimpulan:
Publik Lamongan saat ini mempertanyakan integritas dan akuntabilitas Pemkab dalam mengelola keuangan daerah. Surplus tanpa realisasi bukan prestasi, melainkan ilusi.
KAKI Jatim menyatakan akan terus mengawal dan mendesak transparansi dalam penggunaan anggaran daerah, serta siap melaporkan dugaan penyimpangan ini ke aparat penegak hukum jika tidak ada tindak lanjut yang nyata dari Pemkab Lamongan.
Pewarta: [Swj/Gondes]
Editor: Redaksi
Tag: #APBDLamongan #KAKIJatim #SurplusAnggaran #TundaBayar #DanaDesa #KorupsiDaerah #KritikAPBD