JAKARTA,HN.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021. Rekontruksi digelar pada Hari Ini Rabu (18/05/2022) dan Kemarin Selasa, (17/05/2022).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, sebelum rekonstruksi digelar, terlebih dahulu para saksi dipanggil ke Gedung KPK.
“Para saksi sebelumnya diminta hadir di Gedung Merah Putih KPK dan selanjutnya diikusertakan dalam proses rekonstruksi yang juga turut dihadiri tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto),” ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (18/5/2022).
Tiga saksi kasus suap pengajuan Dana pemulihan ekonomi nasional yang dihadirkan itu yakni Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bagas Azis Pangestu, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemendagri Ochtavian Runia Pelealu, dan Supir Dirjen Bina Keuda Kemendagri Muhammad Dani S. Rekonstruksi berlangsung di rumah Ardian.
“Rekonstruksi ini dilaksanakan di rumah kediaman tersangka MAN di wilayah Jakarta Pusat dimana menggambarkan antara lain dugaan perbuatan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka MAN,” ujar Ali.
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Divisi Pembiayaan Publik PT Sarana Multi Infrastruktur Erdian Dharmaputra pada Senin, 4 April 2022.
Erdian diminta memberikan informasi soal keterlibatan mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto dalam pengurusan dana PEN 2021.
“Hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan tahapan usulan untuk mendapatkan dana PEN di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya Selasa (5/4/2022).
Ali mengatakan, tim penyidik mendalami soal campur tangan Ardian dalam setiap pengurusan dana PEN. Ardian diduga ikut campur agar Dana PEN cepat cair lantaran sudah menerima suap dari beberapa pihak.
“Dugaan adanya campur tangan tersangka MAN (Ardian Noervianto) agar setiap usulan tersebut dapat segera disetujui dengan adanya target penerimaan sejumlah uang untuk kepentingan tersangka MAN dimaksud,” kata Ali.
Yang Mana Sebelum nya KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto (MAN), sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.
Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.
Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.
Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.
Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Andi meyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.
Kasus ini bermula pada Maret hingga Agustus 2021 dimana Bupati Andi dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) serta dana siap pakai (DSP). Setelah proposal tersebut jadi, keduanya mendatangi kantor BNPB Pusat di Jakarta pada awal September 2021.
Mereka menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 Miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah meminta Bupati Andi agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Anzarullah kemudian menerima pengerjaan paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Bupati Andi menyetujui permintaan Anzarullah dan sepakat akan memberikan fee kepada Bupati Andi sebesar 30%. Sebagai realisasi kesepakatan, Bupati Andi diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 Juta lebih dahulu kepada Bupati Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Bupati Andi. Namun saat hendak penyerahan, mereka terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan. (DH-RED)