HOSNEWS.ID, BANGKALAN, – Pada hari Senin 16 September 2019, KH Fuad Amin Imron meninggal dunia di Graha Amerta RSU dr. Soetomo Surabaya. Ra Fuad sapaan akrabnya menutup sejarah hidupnya pada usia 71 tahun karena serangan jantung.
Pada hari ini Rabu (16/9/2020) tepat satu tahun kepergian KH Fuad Amin. Ribuan orang berduyun-duyun memadati rumah Ra Fuad di Jalan Letnan Mestu, Kampung Saksak, Kelurahan Kraton, kabupaten Bangkalan.
Satu tahun mengenang kepergian Ra Fuad diperingati dengan membaca doa dan tahlil bersama.
“Almarhum KH Fuad Amin memang sangat fenomenal karena beliau seorang pemimpin dan ulama yang sangat tegas dan mampu mengayomi semua elemen. Baik kaum ulama’ tokoh masyarakat maupun tokoh blater,” ungkap KH. Nuruddin Arrahman saat sambutan mewakili keluarga.
“Saya mewakili keluarga memohon maaf atas kesalahan dan ke khilafan semoga dosa-dosa diampuni dan ditempatkan di SurgaNya,” tambah kyai Nuruddin dihadapan ribuan undangan.
KH. Fuad Amin di Bangkalan Kyai Sekaligus Tokoh Blater
KH. Fuad Amin Imron lahir di Bangkalan pada 1 September 1948. Ia merupakan sosok berpengaruh di Bangkalan, Madura, hingga Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga yang sangat terpandang, khususnya bagi kaum umat Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin. Ra Fuad adalah cicit dari inisiator pendiri NU, Syaichona Kholil, Bangkalan.
Pengaruh Ra Fuad di kabupaten Bangkalan memang sangat kuat. Ia merupakan representasi dari kalangan kiai, politikus dan tokoh blater. Tiga unsur inilah yang menjadi simbol kekuatan dalam kehidupan masyarakat Madura. Dan semuanya ada pada sosok Ra Fuad.
Selain itu, Ra Fuad juga dikenal sebagai tokoh blater di Bangkalan, Madura. Meski berasal dari keturunan darah biru ia tetap hidup bersosial dengan tokoh masyarakat atau tokoh blater di desa-desa.
Tokoh blater adalah jagoan desa yang secara sosial-budaya amat ditakuti oleh seluruh penduduk karena keberaniannya, termasuk duel satu lawan satu dengan lawan yang dikenal dengan istilah carok bagi kalangan orang Madura.
Karir Politik KH Fuad Amin
Ra Fuad merintis kehidupan didunia politik bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak 1990. Saat itu, memang hanya PPP satu-satunya partai politik berhaluan Islam. Pada 1996, ia menjadi Ketua DPC PPP Bangkalan menggantikan ayahnya, Kiai Amin Imron.
Pasca-Reformasi 1998 yang menumbangkan rezim Soeharto, muncul banyak partai politik baru, salah satunya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digagas oleh tokoh-tokoh NU termasuk Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Ra Fuad berada di persimpangan jalan, apakah tetap di PPP melanjutkan kiprah ayahnya, atau pindah ke PKB yang menampilkan Gus Dur selaku tokoh sentral NU kala itu.
Pada saat itu Ra Fuad ditawari menjadi pengurus DPP PKB di jajaran Dewan Syuro. Ia pun akhirnya meninggalkan PPP untuk bergabung dengan PKB. Bersama PKB, Ra Fuad melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR/MPR RI.
Ketika PKB mengalami perpecahan internal pada 2001 dengan munculnya dua versi antara kubu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Matori Abdul Djalil, Fuad Amin tentu saja mendukung kubu Gus Dur. Ia menjadi Ketua Dewan Syuro PKB Jawa Timur versi Gus Dur.
Kemudian, Ra Fuad mengukir sejarah indah dalam hidupnya dengan terpilih sebagai Bupati Bangkalan periode 2003-2008. Kiprahnya sebagai pemimpin di Bangkalan semakin kuat. Ia pun terpilih kembali sebagai Bupati Bangkalan periode kedua 2008-2012.
Usai menjadi orang nomor satu di Kota Dzikir dan Sholawat kala itu, ia melanjutkan kiprah politiknya dengan menduduki kursi legislatif sebagai Ketua DPRD Bangkalan periode 2014-2019 melalui kendaraan partai politik Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Menariknya, posisi jabatan orang nomor satu di Bangkalan digantikan anaknya R. Makmun Imron atau Ra Momon sebagai Bupati Bangkalan periode 2013-2018. Dua kursi pucuk pimpinan tertinggi perpolitikan Bangkalan pun dikuasai keluarga Ra Fuad.