Mengungkap Fakta Kinerja Pemberantas Korupsi Antara Gaji Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

JAKARTA – Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Moh Hosen menyoroti prestasi pemberantasan kasus korupsi antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KAKI menilai Kejagung semestinya diberi tambahan anggaran agar dapat terhindar dari perilaku menyimpang.

“Dengan prestasi hebatnya dan ranking survei meningkat, maka semestinya Presiden Jokowi dan DPR menyetujui anggaran sebesar Rp 24 triliun sebagai bentuk apresiasi, penghargaan dan hadiah kepada Kejaksaan Agung.

Berdasarkan hasil rapat Komisi III DPR, Kejagung mengusulkan anggaran tahun 2023 sebesar Rp 24 triliun, sementara anggaran tahun berjalan (2022) sebesar Rp 9 triliun (awalnya Rp 11 triliun). Sementara itu khusus untuk penanganan kasus pidana khusus termasuk korupsi anggaran Kejagung Rp 30 miliar untuk tahun ini, sisi lain anggaran KPK tahun 2022 untuk penanganan kasus korupsi sebesar Rp 70 miliar.

Hosen menilai penambahan anggaran Rp 24 triliun diperlukan untuk kesejahteraan jaksa, termasuk penambahan gaji yang cukup agar terhindar dari perilaku menyimpang.

Gaji Jaksa Agung dan jajaran dibawahnya masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan Pimpinan KPK dan jajaran dibawahnya.

Dalam artian gaji jajaran Kejaksaan Agung (Kejagung) lebih rendah daripada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Begini rincian gajinya:

  1. Pelaksana (penyidik dan penuntut) di Kejaksaan Agung bergaji Rp 11 Juta, sementara Pelaksana di KPK (penyidik dan penuntut) berkisar Rp 25 juta.
  2. Pejabat eselon II Kejaksaan Agung (Direktur dan Kepala Kejaksaan Tinggi) bergaji Rp 25 juta, eselon II KPK (Direktur dan Kepala Biro) bergaji Rp 40 juta.
  3. Pejabat Eselon I Kejagung (Jaksa Agung Muda dan Staff Ahli) bergaji Rp 30 Juta, sementara eselon I KPK (Sekjen dan Deputi) bergaji sekitar Rp 60 juta.
  4. Jaksa Agung bergaji Rp 35 juta, sedangkan Pimpinan KPK bergaji sekitar Rp. 100 juta.

Disamping itu, untuk menjaga marwah jaksa dan mencegah penyimpangan, diperlukan penguatan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dalam bentuk diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana terhadap oknum jaksa nakal atau tidak sekedar proses kode etik). Ia menilai, anggaran untuk jajaran Jamwas diberi penambahan.

Berdasarkan hasil survey Indikator Politik Indonesia (IPI) Kejaksaan Agung mendapatkan hasil survei kepercayaan publik yang tinggi atas penanganan dugaan korupsi minyak goreng. Hosen memaparkan sejumlah perkara yang diusut Kejagung yang dinilai merupakan kasus besar.

Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memburu empat orang koruptor yang belum tertangkap dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Keempatnya adalah politisi PDI-P Harun Masiku, pemilik PT Darmex Group atau PT Duta Palma, Surya Darmadi.

Korupsi minyak goreng merupakan sejumlah perkara yang diusut Kejagung yang dinilai kasus besar.

Selain perkara minyak goreng, Kejagung selama masa pemerintahan Presiden Jokowi kedua (2019-2022) telah menangani perkara lain dengan penyelamatan kerugian negara sangat tinggi yaitu kasus Jiwasraya dengan rincian aset dan uang yang bisa diselamatkan Rp 18 triliun dari kerugian 16 T.

Kasus Asabri menyelamatkan Rp 16 T dan kerugian 20 T, kasus impor tektil Batam menyelelamatkan kerugian perekonomian negara menyelamatkan Rp 1,2 T, kasus mafia minyak goreng mampu menyelamatkan perekonomian Rp 5,6 T (dihitung dari jumlah Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 6 bulan, kasus Lembaga Pembiayaan Ekpor Impor (LPEI) Rp 2,5 T, kasus Garuda Rp 3,6 T. Selain itu, kasus lainnya yang belum bisa dihitung dikarenakan peyidikan masih berjalan (kasus Waskita Precast , kasus impor Baja, dll).

“Jika dijumlahkan kerugian yang bisa diselamatkan Kejaksaan Agung adalah Rp 46,8 triliun,” ujarnya (12/06/2022). (MH/RED)

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini