PAMEKASAN – Dilansir dari media partner Detikzone.net, Proses penangguhan pidana terhadap Nenek Bahriyah (71) selaku tersangka dugaan pemalsuan dokumen tanah atas laporan istri oknum polisi terus menjadi kemelut persepsi buruk masyarakat. Ahad, 31/03/2024.
Bagaimana tidak, untuk menangguhkan pidana Nenek Bahriyah (71), Polres Pamekasan harus berjibaku.
Lika liku proses penangguhan pidana untuk Nenek Bahriyah tersebut diawali dari mulai melakukan klarifikasi mengundang puluhan wartawan sampai dengan rencana mau memediasi.
Padahal jauh sebelum Lansia itu ditetapkan sebagai tersangka, Kuasa Hukum Ach. Supyadi, S.H., M.H sudah memberitahukan kepada penyidik, tapi upaya tersebut seakan tidak berguna hingga pada akhirnya Nenek Bahriyah jadi tersangka dan ditangguhkan.
Menyikapi proses drama penangguhan Pidana Nenek Bahriyah, A. Effendi, S.H menyebut, Polres Pamekasan sudah mencoreng Marwah institusi Polri.
“Penanganan kasus Nenek Bahriyah di Polres Pamekasan ini sudah sangat memalukan dan mencoreng Marwah institusi lantaran terlalu gegabah menetapkan si Nenek sebagai tersangka saat proses perdatanya sedang berjalan sejak tanggal 5 Januari 2024,” sebutnya.
“Mestinya proses penangguhan pidana Nenek Bahriyah ini bisa dilakukan sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Kenapa harus menunggu setelah dipanggil Polda Jawa Timur baru dilakukan penagguhan,” kata A. Effendi, S.H.
Lantas, pendiri Lidik Hukum dan Ham beranggapan bahwa apa yang sudah dilakukan Polres Pamekasan itu tidak bisa kemudian disebut benar hingga pada kenyataannya perkara ini ditangguhkan setelah sebelumnya dijadikan tersangka.
“Jika benar ya tak mungkin ditangguhkan, pastinya lanjut dong. Penyidik bukannya tidak tahu bahwa perdatanya itu berjalan di PN Pamekasan. Namun entah kenapa penyidik memaksakan perkara ini lanjut hingga penetapan tersangka,” ujarnya.
“Inilah yang menjadi janggal. Perdatanya masih jalan di PN Pamekasan, kemudian ditersangkakan,” tambahnya.
Menurut A. Effendi, mau siapa -pun yang mengaku pemilik sertifikat harus di cek proses pembuatannya seperti apa, apakah ada dokumen-dokumen yang dipalsukan atau sudah dinyatakan benar itu nanti yang akan menentukan.
“Namun Kapolres menerangkan dengan detail seolah olah sertifikat yang dijadikan dasar pelapor itu adalah benar dan sah tanpa tau proses pembuatannya seperti apa. Ingat 1 hal dasar dari pembuatan sertifikat itu bermula dari leter C atas nama orang tua si Nenek Bahriyah. Kenapa kemudian muncul jual beli, sementara tak ada yang memperjual belikan bahkan tidak ada akta jual beli. Kan aneh Pak Kapolres ini,” tandas Praktisi Hukum sekaligus guru bela diri ini.
Kendati demikian, Kapolres Pamekasan sudah mengklaim proses penahanan kasus tersebut sesuai dengan gelar perkara.
Diwartakan sebelumnya, Perempuan buta Lanjut usia (71) bernama Bahriyah asal Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, diduga jadi korban kriminalisasi oknum penyidik Polres Pamekasan terkait kasus dugaan pemalsuan serifikat tanah yang dilaporkan atas nama titik yang bersuamikan anggota Polisi. Minggu, 24/03/2024.
Nenek tak berdosa pemilik tanah sah sesuai Leter C Nomor 2208, Blok IIa, Kelas V Luas 0,223 da tersebut kini dijadikan tersangka tanpa dasar hukum yang kuat.
Padahal, sejak memperoleh hibah dari orang tuanya pada tahun 1975 hingga sekarang, tanah tersebut tidak pernah ada perubahan data kepada orang lain, termasuk kepada Haji Fathollah Anwar maupun kepada ahli warisnya yang saat ini menjadi pelapor.
Bahkan Bahriyah selalu membayar pajak bangunan sejak mendapatkan hibah dari orang tuanya.
Kendati begitu, pada tahun 2016 -2019, SPPT PBB-Nya tanah milik nenek Lansia tersebut tiba tiba berganti ke atas nama Titik (pelapor) yang diduga secara illegal tanpa izin maupun tanpa adanya peralihan, baik jual beli atau peralihan lainnya.
Kemudian, pada tahun 2020 diganti nama lagi kepada Bahriyah selaku pemilik sah tanah.
Namun celakanya, penyertifikatan SHM No. 1817 a.n. Haji Fathollah Anwar justru menggunakan Letter C Desa No. 2208 atas nama Bahriyah (tersangka).
Berkenan dengan kasus tersebut, Bahriyah, perempuan buta lanjut usia sangat sedih saat ditemui dikediamannya.
Bahriyah mengaku tidak pernah menjual kepada siapapun tanah yang didapat dari orang tuanya.
“Kaule tak pernah ajuwel tanah pak. Napapole pas nyarobot tanana oreng (saya tidak pernah menjual tanah pak. Apalagi melakukan penyerobotan tanahnya orang,” kata Bahriyah saat ditemui wartawan. Minggu, 24/03/2024.
Perempuan buta tak berdosa itu lantas merasa didholimi oleh oknum yang mengkriminalisasi dirinya.
“Kaule ampon epanggil pak polisi, samangken kaule panika eyokoma. (Saya sudah dipanggil Polisi dan sekarang saya mau dihukum) ,” ucapnya sedih.
“Kaule panika salah napah pas eyokomah (saya ini salah apa kok mau dihukum) ,” tambah Bahriyah.
Sementara itu, media Detikzone.net kesulitan mengonformasi ahli waris Haji Fatollah Anwar yakni titik sebagai pelapor perempuan buta lanjut usia.
Kasi Humas Polres Pamekasan AKP Sri Sugianto saat dikonformasi Detikzone.net mengenai adanya dugaan kriminalisasi terhadap perempuan buta sebagai tersangka kasus dugaan penyerobotan tanah mengaku baru dengar kasus tersebut.
“Maaf mas, saya baru dengar masalah ini, coba saya klarifikasi ke Sat Reskrim dulu ya,” jawabnya.
Penulis: Hosnews