Praktik Jual Beli TKD Diduga Tidak Sesuai Prosedur, Masyarakat Resah Atas Hak Kepastian Tanah Yang Sudah Di Beli

LAMONGAN, HN. ID – Praktik jual beli Tanah Khas Desa (TKD) masih marak terjadi dan dilakukan oleh Desa, yang mana diduga dilakukan dengan cara tidak prosedural serta tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti yang terjadi saat ini di Desa Latukan, kecamatan Karanggeneng, kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Hingga membuat masyarakat resah atas hak tanah yang sudah di belinya dan menjadi polemik di kalangan masyarakat setempat.

Pasalnya, di ketahui dalam proses jual beli TKD atau aset Desa tersebut, seharusnya sangat panjang dan rumit sebagai berikut ini. Pertama melalui Musyawarah Desa (Musdes), lalu muncul Peraturan Desa (Perdes), untuk membeli aset Desa tersebut, kemudian tanah tersebut yang katanya di tukar gulingkan itu pun juga harus di Musdes kan terlebih dahulu dan di Perdes kan juga, bahkan tanah yang di tukar gulingkan itu harus sampai mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.

Pemerintah Desa (Pemdes) Latukan diduga tidak menjalankan mekanisme aturan proses atau prosedur tahapan yang baik dan benar, dalam praktik jual beli TKD tersebut, bahkan kepala Desa Latukan, sempat memberikan harapan kepada masyarakat yang membeli tanah TKD tersebut, dengan mengatakan, “Ini kan mau ada sertifikat masal nanti di ikutkan.

Hal itu di ketahui dari keterangan warga setempat yang tidak mau disebut namanya memberikan keterangannya, “Iya tanah Desa, ini Desa kan beli tanah di samping lapangan, lalu tanah Desa ini dijual oleh Desa, seperti tukar guling model seperti itu,” (22/03/2023).

“Itu cuma musyawarah biasa sama yang menempati dan BPD sama Pemerintah Desa, tanah Desa ini belum sertifikat, dulu itu kan gini masalah sertifikat kepala Desa sempat ngomong, tidak lama lagi ada sertifikat masal dan kita sama teman-teman nanti di masukan katanya Kades, dan tanah ini di jual dengan harga 143 juta, ada 7 orang yang membeli, ada yang sudah lunas dan ada yang dapat separuh dengan jangka waktu 2 tahun lunas,”Ungkap warga tersebut yang tidak mau disebut namanya itu.

Ditempat yang sama, warga setempat yang lainnya juga memberikan komentarnya, “Itu dasarnya apa, tukar guling alasannya menjual tanah Desa buat beli yang disana, apapun itu intinya kan tanah Desa di jual, lalu nanti suratnya gimana dan kalau Kadesnya ganti bagaimana urusannya, dan malah tanah yang di beli itu, lebih kecil dari pada tanah yang di jual,”Tambah masyarakat yang lain, yang juga tidak mau disebut namanya.

Sementara itu, Pemdes Latukan saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Arif selaku Sekretaris Desa (Sekdes) setempat, mengenai permasalah tersebut menerangkan, “Dasarnya Pemerintah Desa juga sebenarnya tidak ingin untuk menjual tanah itu, hanya saja ketika kita ingin memanfaatkan itu kan susah, karena disitu kan sudah berdiri bangunan permanen.

“Ketika kita ingin memanfaatkan lahan itu, sehingga muncul wacana adanya peralihan, di manfaatkan oleh mereka yang sudah menempati ber tahun-tahun, mereka siap untuk menganti agar Desa tidak memanfaatkan tanah itu lagi, tapi di manfaatkan untuk membeli tanah yang lain yang ada di pinggir lapangan,”Terang Sekdes.

Arif juga melanjutkan penjelasannya, “Sebenarnya kemarin sederhana gak sampai sejauh itu, terkait masalah penjualan tanah itu, pemikiran masyarakat dan tokoh masyarakat sederhana ketika Desa ingin memanfaatkan tanah itu, dengan perjanjian kita dua tahun lunas itu ada yang sudah di lunasi dan ada juga yang belum sampai 50%, untuk uang yang masuk itu, kita sudah belikan tanah yang baru yang saat ini di manfaatkan untuk pembangunan lapangan futsal.

Sekdes Arif juga menambahkan, “Intinya uang hasil dari penjualan tanah itu, tetap nanti seluruhnya di belikan tanah kembali dan di manfaatkan untuk umum, kalau memang dirasa terkait proses kami ini belum sesuai dengan prosedur mungkin ya karena keterbatasan pemahaman kami karena kemarin sifatnya sesederhana itu seperti saya sampaikan di awal.”Pungkasnya.

Hal ini menandakan, kurang pahamnya Pemerintahan Desa, terkait regulasi proses atau prosedur aturan yang berlaku dan juga lemahnya pengawasan oleh para pengawas Desa serta pembina Desa yang terkait, sehingga timbul permasalahan tersebut, yang mana ini bukan hanya masalah hukum administrasi saja, bahkan nantinya akan bisa menjadi hukum pidana.

Penulis: [Kus/Gondes]

Berita terkait

spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini